Latest Post

Sastra di Zaman Rasulullah, SAW

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 30 April 2009 | April 30, 2009

Ilmu tata bahasa atau linguistik sudah dikenal di tanah Arab ketika dunia masih berada dalam kegelapan ilmu pengetahuan. Apresiasi bangsa Arab terhadap kesusastraan dapat ditelusuri dari penghargaan mereka terhadap para penyair. Tecatat dalam sejarah, dua karya sastra mu'allaqat dan mufaddaliyat merupakan karya besar sastrawan jahiliah Arab di zaman itu. 

Terdapat tradisi unik para penyair di sekitar Ka'bah. Mereka menggantung puisi-puisi terbaik mereka di dinding Ka'bah sebagai simbol kebesaran dan kebanggaan suku atau ras masing-masing.

Dalam buku Thabaqat Fuhul asy-Syuara— yang ditulis oleh Muhammad bin Sulam al-Jumahi, disebutkan bahwa peran penyair di masa itu semakin menjadi-jadi. Diturunkanya kitab al-Qur'an, yang sangat luar biasa estetisya pada seorang ummi (baca; buta baca-tulis) Muhammad, telah memicu kreatifitas para penyair Jahiliyah untuk menyaingi kedahsyatan estetiknya al-Qur'an, karena itu banyak penyair-penyair ulung hadir ke tengah masyarakat dengan menjadi Nabi-Nabi palsu, dua diantaranya adalah Musailamahal-Kadzab yang melahirkan kitab puisi ma huwal fil (kitab puisi ayat-ayat katak), sementara Imri'il-Qais menulis kitab puisi ayyuhat ath-thalali al-bali.

Selain kedua penyair tersebut— yang sangat merisaukan Nabi dan pemeluk Islam awal, adalah penyair Ka'ab bin Zuhair. Penyair Jahiliyah yang kesohor ini tidak ingin menempuh jalan yang sama seperti Musailama dan al-Qais –membuat tandingan al-Qur'an— akan tetapi, ia mencipta puisi dengan misi melakukan pembunuhan karakter Nabi. Karena pengaruh puisinya yang sangat memukau itu, banyak pengikut Nabi yang masih labil, kembali menjadi musyrik. (Al-Ashma'i, Kitab al-Fuhul asy-Syuara, Beirut, Dar al-Kitab al-Jadid, 1971)

Ketika terjadi penaklukan kota Makkah, Ka'ab, sang Penyair bersembunyi untuk menghindari luapan amarah para sahabat Nabi. Saat itu saudara Ka'ab yang bernama Bujair bin Zuhair langsung mengirim surat kepada Ka'ab, yang isinya antara lain menganjuran agar Ka'ab keluar dari persembunyiannya dan menghadap Nabi untuk memohon maaf. Anjuran itupun diikuti oleh Ka'ab, melalui `tangan' Abu Bakar as-Siddiq, di sana ia menyerahkan diri kepada Nabi. Ia pun sangat terharu dengan sikap Nabi dan sahabt-sahabatnya, yang pada waktu itu tidak saja memberikan pintu maafnya, akan tetapi, mereka menyambut dengan baik kehadirannya, bahkan semua yang hadir pada waktu itu memberikan salam hormat yang tinggi kepada dirinya. Saat itu pulalah Ka'ab insyaf lalu bersyahadat. Ka'ab memeluk Islam di depan Nabi. Rasa hormat Nabi kian bertambah, sampai-sampai beliau melepaskan burdah (sorban)-nya dan memberikannya kepada Ka'ab. Sejak itu, Ka'ab langsung menggubah puisinya yang sebelumnya berisi penghinaan menjadi pujian-pujian yang sangat indah, puisi gubuhan itu sangat dikenal dengan sebutan Banat Su'ad (Putri-putri Su'ad), terdiri atas 59 bait (puisi). Kasidah ini disebut pula dengan qasidah burdah, yang kelak diabadikan oleh kaligrafer Hasyim Muhammad al-Baghdadi di dalam kitab kaligrafi-nya, Qawaid al-Khat al-Arabi.


Seorang penyair ulung lainnya, Ibnu Ruwahah yang masuk Islam karena sikap santun dan pemaaf Nabi beserta sahabatnya. Maka sejak bergabungnya kedua penyair ulung itu kepada barisan Islam, kitab puisi sejenis karya Musailamah dan al-Qais semakin tenggelam, dan pada gilirannya al-Qur'an semakin diminati juga dipelajari. Sebuah keuntungan bagi Islam dan kesusastraan Arab. Para Penyair Islam bersama Al-Qur'an telah berhasil membawa pembaharuan terhadap sastra Arab, juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan. (Syauqi Dlaif, Tarikh al-Adab al-Arabi, Kairo: Dar al-Maarif, 1968).

Mungkin karena terinpirasi dengan peran sastra yang sangat signifikan pada zaman Nabi itu, Sultan Salahuddin (memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub), pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H), kemudian menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi dengan karya puisi. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji (wafat pada 1177 H/1763 M). Karya ini dikenal sebagai Kitab Puisi "Barzanji", yang sampai sekarang sering dibaca oleh masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi. Kitab itu disusun dalam dua model: natsar (prosa lirik) yang terdiri atas 19 bab dengan 355 bait, dan nazham (qashidah puitis) berisi 16 bab dengan 205 bait. dalam sirah (sejarah Nabi), puisi dan penyair, tercatat punya andil yang siginifikan dalam mengantarkan kemenangan umat Islam; sebagaimana termaktub dalam perang Badar, Khandaq, Uhud, Hudaibillah Khaibar dan lain sebagainya— dimana umat muslim meraih kemangan dengan jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit. Tersebutlah puisi Ibnu Ruwahah yang dijadikan lagu wajib para mujahidin kala itu:

Duhai diri, bila kau tak terhunus pedang di medan juang
Suatu ketika, kau tetap menghembuskan nafas, meski di atas ranjang

Kitab puisi Barzanji ternyata punya andil besar bagi kemenangan umat Islam melawan pasukan Salib, saat merebut kota Yerusalem pada 2 Oktober 1187 M, dan selama 800 tahun, Yerusalem tetap menjadi kota muslim. Sampai kini tradisi maulid terus berjalan di kalnga umat Islam di hampir seluruh belahan dunia.

Setelah puisi Barzanji (yang terkenal sampai saat ini) lalu lahir kitab puisi "Burdah", yang ditulis oleh Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushairi (610-695H/ 1213-1296 M). Burdah terdiri atas 160 bait, ditulis dengan gaya bahasa (uslub) yang menarik, lembut dan elegan. Isinya berupa biographi ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, doa, pujian terhadap al-Quran, Isra' Mi'raj, jihad dan tawasul. Dengan pendekspripsian kehidupan Nabi secara puitis.

Zaman keemasan Islam juga mencatat sejarah karya-karya besar seperti kitab puisi Maulid Azabi, karya Syaikh Muhammad al-Azabi; Maulid Al-Buthy, karya Syaikh Abdurrauf al-Buthy; Maulid Simthud Durar, karya al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi; dan yang paling baru Maulid Adh-Dhiya-ul Lami', Maulid Syaraful Anam dan Maulid ad-Diba'i karya al-Imam Abdurrahman bin Ali ad-Diba'i asy-Syaibani az-Zubaidi; karya al-Habib Umar bin Hafidz dari Hadhramaut.

Al-Qur'an yang merupakan "Kitab Sastra Ilahi" dan sastra dunia karya manusia ternyata memiliki sebuah kisah unik tersendiri semenjak 1500 tahun lampau. Mukjizat estetika bagi sastrawan Islam di zaman sekarang yang ingin melanjutkan kejayaan dan kebesaran Islam dari dunia sastra.

Seniman Jalanan Kota Wina

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 29 April 2009 | April 29, 2009



Apapun bisa menjadi inspirasi. Artikel ini siapa tahu juga bisa jadi sumber ide berkesenian bagi siapa saja. Saya dapatkan dari berbagai sumber termasuk dari sebuah acara di sebuah stasiun televisi luar negeri. Tentang keseharian sebuah kota di Eropa bernama Wina.
Wina, sebuah kota penuh inspirasi. Kota yang dikenal sebagai kota pengamen jalanan, kota musik dan kota puisi. Terdapat beberapa sekolah tinggi musik dan beberapa gedung pertunjukan konser dari komponis Mozart digelar di Wina. Di setiap sudut kota serombongan anak muda memperagakan gerakan tarian akrobatik dengan irama rancak musik Techno. Di depan atraksi yang dilingkari penonton itu juga ada anak muda sendirian memainkan alat berbentuk yoyo yang bisa dilempar ke atas dengan ketinggian mencapai 23 meter. Kemudian dia tangkap lagi yoyo itu hanya dengan tali di tangan. Tepuk tangan riuh membanjiri altar katedral.
Disela-sela penonton seeorang mempertunjukkan atraksi pantomim. Orang itu kaku berdiri berdandan bak patung "Liberty" di New York. Dia hanya bergeming atau tersenyum, bila ada lemparan koin pada kaleng di bawahnya. Lima meter dari situ ke arah kiri, digelar tarian suku Aztek dari Meksiko. Tarian suku Indian lengkap dengan bulu-bulu burung elang melingkar di kepala, serta tubuhnya dipoles warna-warni diiringi musik kendang dan seruling serta nyanyian bernada melankolis. Kelompok penari dari Meksiko itu menamakan dirinya sebagai Yankuik Anahuak International. Seorang penyelenggara, mungkin orang Jerman membagikan selebaran sambil berpidato di tengah kerumunan massa: „Kami dari suku Aztek datang ke Wina, ingin mengambil mahkota raja Aztek yang disimpan oleh pemerintah Austria di museum Wina. Kami ke sini untuk menagih, berapa tahun lamanya usaha diplomasi lewat PBB dan badan lain sia-sia. Mahkota itu milik kami, jangan disimpan di museum." Kemudian seorang perempuan suku Aztek rambutnya terkepang dua, berkeliling menengadahkan kotak kayu ukiran untuk sumbangan sukarela.
Di sebelah kanan dari tempat itu ada atraksi boneka yang dimainkan seseorang dengan lucu. Ini atraksi yang berbeda lagi. Boneka berkepala anjing itu duduk di kursi kecil sambil tangannya bergerak-gerak lincah seolah-olah memencet tuts piano. Karena tangan dan kaki serta kepala boneka diikat benang yang dihubungkan ke tangan orang yang memainkan. Boneka itu terus bergerak sesuai irama musik kaset di sebelahnya. Sungguh sebuah atraksi sederhana yang hidup. Utamanya anak-anak kecil mengerubuti dan tak mau beranjak pergi. Tentu saja ibu-ibu mereka harus mengalah kehendak sang anak. Kaleng kosong di depan boneka itu cepat terisi koin Euro. Yang menarik lagi, ketika atraksi boneka usai, anak-anak kecil di situ juga akan segera pergi. Mereka maju ke depan menyodorkan tangan ingin berpamitan dengan boneka tadi. Pemain boneka itu menyunggingkan senyum dan menggerakkan tangan boneka dengan posisi menyodorkan tangan. Tangan boneka itu segera diremas ringan oleh anak-anak yang berpamitan. Kontan penonton tertawa dengan kejadian itu. Maklum dunia anak-anak melihat boneka bergerak dengan musik pengiring, fantasinya melambung seperti boneka hidup sungguhan.
Sekitar tujuh meter ke arah kiri dari tontonan boneka jalanan itu, ada bangunan yang sedang direnovasi. Persis di bawah bangunan tersebut ada tempelan kertas foto kopian kecil-kecil. Tulisannya berbunyi: "Pungutlah Sebuah Puisi"(Pflück ein Gedicht), "Ambillah Sebuah Puisi" (Nimm ein Gedicht), "Pungutlah Beberapa Puisi" (Plückt ein Paar Gedichte), "Sastra untuk Dipungut" (Literatur zum Pflücken), "Ambilah Teks-Teks Ini" (Nimm Tekte). Wina adalah mungkin satu-satunya kota di dunia yang ada puisi dipajang di jalanan. Potongan kopian puisi itu hanya ditempel pada tiga isolasi panjang warna cokelat. Sangat kreatif.
Para pejalan kaki dari anak-anak muda, ibu-ibu, bapak-bapak dan kakek-nenek tersandung sajak di situ. Mereka awalnya menoleh, memperpendek langkahnya, lalu berhenti dan membaca satu persatu. Ada anak muda yang sengaja membaca berloncatan, sesuai selera hatinya. Kalau puisinya cocok maka dia berlama-lama atau memetiknya. Puisi-puisi itu tidaklah panjang dan berbaris-baris, hanya beberapa baris saja. Ada pula orang setelah membaca, kemudian pergi. Ada orang yang mengambil beberapa potong puisi dan disimpan di saku atau tasnya. Sebuah aksi sastra jalanan yang fantastik penuh artistik. Dan tahukah anda? Di Wina ada berapa orang penyair yang bisa ditelepon dan silahkan mendengarkan beberapa potong puisi yang dia bacakan lewat telepon.


Punk Indonesia


Orang-orang di Indonesia pasti lebih banyak mengenal Punk dari fashion yang dikenakan dan tingkah laku. Mulai dari potongan rambut mohawk ala indian, feathercut, rantai, jaket kulit, celana jeans sampai sepatu boots. Identik dengan alkohol, kriminal sampai anti kemapanan. Tapi ternyata Punk tidak sesempit itu. Punk juga dapat berarti genre musik yang lahir di awal tahun 1970-an. Ciri khas musik dan lirik lagu punk yang sederhana, tegas, kasar, beat menghentak dan sudah pasti sarat kritik sosial. Mereka terbiasa menyindir penguasa melalui lagu-lagu.

Punk juga bisa berarti ideologi politik bahkan falsafah hidup. Dalam sejarah Punk merupakan sebuah kelompok budaya baru yang lahir di Inggris. Mulai 1980-an kaum punk menjelajah Amerika tapi tentu saja dengan gaya Amerika. Entahlah dengan Punk di Asia termasuk di Indonesia. Gaya Punk di sini mungkin telah berevolusi pula sesuai kultur.

Cukup mengherankan juga sebenarnya banyak yang merusak citra punk yang sebenarnya bermula dari gerakan anak-anak kelas pekerja di Eropa ini. Bedanya di Indonesia Punk kebanyakan bertumbuh dari fashion. Bukan dari akar sejarah, ideologi apalagi kreativitas seni yang anti tirani. Mungkin karena banyak dari generasi mereka di Indonesia yang berkeliaran di jalanan dan akrab dengan kriminal.

Punk adalah sebuah gerakan perlawanan anak muda. Di Indonesia pun banyak punkers tapi dengan gaya yang berbeda. Yang pasti adalah dengan fashion yang sama. Sebagian kecil dari punker tanah air sebenarnya adalah juga Punk sejati. Dapat dicermati dengan musik dan kreativitas seni lainnya mereka menunjukkan ciri perlawanan khas Punk. Tapi mungkin perlu ditambah sedikit lagi "keberanian" bagi punker Indonesia untuk "menjewer" penguasa melalui karya seni.

Teater Tanah Air

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 28 April 2009 | April 28, 2009


"Apa itu teater?" tanya keponakan saya sebab lantaran kebingungannya memeras otak untuk memahami jalan cerita pertunjukan teater yang baru saja disaksikannya. Saya terpaksa menjawabnya dengan menukik pada arti teater sebagai tempat pertunjukan. Pertunjukan apa saja. Namun ternyata sejarah perkembanga teater menggiring pemahaman baru bahwa teater itu adalah "pertunjukan teater itu sendiri." Bukan pertunjukan untuk orang-orang awam.

Sebuah pertunjukan teater akan masih sulit dijual dalam kombinasi pemahaman yang dangkal. Teater adalah sebuah hasil kloning seni pertunjukan abad lampau dari tanah Eropa. Mau apalagi, masyarakat kita memang tidak dilahirkan dalam kultur yang sama. Jujur, kebanyakan orang malas menonton teater karena cepat bosan, sulit untuk terhibur, dan teater-teater banyak membuat orang terlalu rumit berpikir.

Perkembangan yang lumayan menghibur bagi pelaku teater saat ini hanya bisa datang dari antusiasme anak-anak muda yang datang berbondong-bondong mencintai teater. Dengan teater mereka kreatif di sekolah, kampus dan sanggar-sanggar. Satu catatan penting, sebahagian anak-anak muda tersebut datang hanya karena atribut ekstra kokurikuler, ingin bergaul dan punya banyak teman dan sebagainya. Lumayan bagus tapi mesti menjadi tanggung jawab pelaku teater untuk memahat mereka lebih halus lagi mencintai teater.

Teater tanah air. Di sini tanah air tempat mereka membuat pertunjukan mata air. Tanpa airmata, tentunya.

Belajar Mencintai


Salah satu versi sejarah bahwa ternyata kebudayaan Indonesia konon berasal dari Peradaban Lemuria, peradaban yang besar setelah tenggelamnya peradaban Atlantis. Peradaban Lemuria bertempat di sebuah lembah yang sekarang tenggelam di laut jawa. Peradaban Lemuria itu tenggelam ketika permukaan laut naik hampir 400 m seiring mencairnya es di kutub akibat perubahan iklim global. Sejarah ini, tidak begitu banyak dikenal oleh rakyat Indonesia sebab pada tahun 1800an Belanda mengangkut buku-buku dari Jawa sebanyak 5 kapal. Buku yang berisi tentang asal muasal kebudayaan Indonesia hilang bersama buku-buku yang lain. Bisa dimaklumii jika bangsa Indonesia seperti bangsa yang kehilangan akar kejayaan masa lampau.

Negeri ini begitu kaya tapi tidak waspada. Mari menghitung semampu kita. Terdapat 742 bahasa daerah, 33 pakaian adat dan ratusan tarian adat tercatat dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan kebudayaan yang begitu besarnya ini sayangnya tidak dijaga dengan baik dan benar oleh kita semua. Jangan heran jika ada kasus pencurian aset budaya bangsa oleh bangsa lain. Contoh kasus Reog Ponorogo yang diklaim oleh Malaysia beberapa tahun lalu hanya karena kita tidak sadar bahwa reog milik kita sekian lama. Memangnya sejak dulu kita lebih rajin nonton reog daripada balet? Mungkin besok-besok tari pa'raga, serimpi, perahu Phinisi, dan yang lainnya juga diklaim sebagai karya asli bangsa lain. Siapa tahu? Bukan sekedar tugas mengawasi barangkali. Tapi mulailah belajar mencintai.

Berapa besar apresiasi kita terhadap kebudayaan di Indonesia? Banyak seniman dan kaum intelektual yang berasal dari Indonesia berkarya dengan sangat hebatnya di negeri tetangga. Sebab tidak ada penghargaan di dalam negeri maka mungkin itu yang memacu mereka berkarya di negeri tetangga. Sudah saatnya kita lebih menghargai diri kita sendiri. Sesekali mari melongok kembali ke jendela sejarah dan merekonstruksi apa yang telah terjadi sebenarnya.

Sastra dan Anak Sekolah

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 27 April 2009 | April 27, 2009


Apakah sudah tiba waktunya pengajaran sastra di sekolah-sekolah menjadi katalisator? Sebab konon sebahagian dari pelajar kita telah terperangkap ke dalam kubangan involusi budaya? Sungguhkah style hidup pelajar di masa ini telah kehilangan daya moral sebab terhipnotis oleh kekaguman-kekaguman fisik yang merefleksikan hidup pragmatis dan hedonistis? Dunia pendidikan dituding telah gagal menjalankan fungsinya sebagai lembaga transformasi budaya yang seharusnya mampu menghasilkan alumni yang memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual.

Dari Sabang sampai Merauke para pendidik sepakat bahwa pengajaran sastra yang baik akan mampu memberikan sumbangan terhadap dunia pendidikan. Di antaranya mungkin dalam hal kemampuan berbahasa, pengetahuan seni budaya, cipta dan rasa, pembentukan karakter anak bangsa dan sebagainya. Tapi mampukah karya sastra memberikan kesadaran kepada anak sekolah tentang kebenaran-kebenaran hidup? Sejauh manakah bukti bahwa sastra menunjukkan kebenaran manusia dan kehidupan secara universal?

Berbagai alasan yang bisa dikemukakan terhadap kegagalan pengajaran sastra di sekolah. Buku-buku sastra yang kurang? Banyak gerakan gemar membaca atau perpustakaan masuk desa. Guru yang malas menulis? Banyak guru yang malah jadi blogger bahkan kolumnis di koran-koran. Atau siapa tahu guru seringkali tak berdaya menghadapi tuntutan dan target kurikulum, sehingga setting pembelajaran di kelas jadi kaku dan monoton? Bisa jadi. Alasan yang juga sangat masuk akal adalah bahwa sastrawan kita cenderung asyik dengan dunianya sendiri dan jarang berdialog dengan pelajar di sekolah. Kadang yang dikambinghitamkan adalah kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada pendidikan humaniora. Parahnya lagi kuantitas guru bahasa yang minim di tanah air. Terlebih jika harus menuntut kreativitas mereka.

Saatnya guru sastra harus berani untuk mendesain metode pengajaran sastra di kelas sehingga bisa melarikan diri dari kungkungan kaku kurikulum sastra.

Karikatur Kita


Karikatur masih saja sebagai oase di tengah gurun yang gersang. Ketika membaca selembar koran yang dijejali berita politik dan sebagainya maka titik jenuh pembaca bisa terobati dengan hanya sebuah karikatur. Mungkin sebagian besar karikatur yang pernah ada memang berfungsi untuk itu. Untuk sekedar mentertawai diri kita dan bangsa ini. Dengan nilai artistik karya seni yang mendukung kritik yang tajam menjadikan karikatur sebagai karya seni grafis yang utuh.

Sebenarnya tujuan karikatur tidaklah untuk merubah pendapat atau kebijaksanaan seseorang. Dengan karikatur kita bisa menciptakan dialog dalam masyarakat tentang masalah yang kita lontarkan. Entahlah jika semua elemen mau berdialog akibat hebatnya pengaruh yang ditimbulkan oleh sebuah karikatur.

Disamping nilai seni dan humornya yang paling utama tentu saja adalah kadar kritiknya. Masalahnya, orang yang dikritik melalui karikatur masihkah mau melihat surat kabar yang memuat karikatur tersebut? Sebuah karikatur kritik yang terlalu menusuk bisa menghasikan komunikasi yang terputus. Malah bisa-bisa diganjar pembredelan (tapi hanya di era orde baru). Entahlah pada rezim yang lainnya tapi dengan bentuk pembredelan yang mungkin lebih halus.

Lantas bagaimana sebaiknya karikatur yang cocok untuk bangsa ini? Apakah mesti karikatur yang mampu membuat tersenyum bagi siapa saj? Senyum bagi yang dikritik juga senyum bagi si pengkritik dan senyum bagi masyarakat yang merasa terwakili untuk bicara. Di sana letak kerumitannya. Itu mungkin yang bisa menjadi jawaban apabila orang banyak mempersalahkan bahwa kehidupan karikatur di Indonesia belum dewasa. Pelukis karikatur telah sangat dewasa namun yang dijadikan obyek yang kadang tak kunjung mengerti apa makna sebuah kritik lewat gambar lucu.

Sudahkah anda mencoba-coba membuat karikatur diri sendiri? Pasti sangat lucu. Tidak perlu bagus yang penting gambar karikatur itu jujur.

Seni Tak Harus Indah

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 26 April 2009 | April 26, 2009


Seni tak harus indah? Ya, mungkin. Seperti halnya halnya ilmu pengetahuan, seni pun dengan caranya sendiri melakukan konstruksi terhadap realitas sosial untuk mencari kebenaran. Lantas haruskah kita berhenti berkhayal bahwa kesenian hanya menyampaikan keindahan? Kini ilmu pengetahuan dan kesenian hampir tidak ada lagi perbedaan. Keduanya melakukan konstruksi yang sama terhadap realitas. Tradisi argumentasi bahwa ilmu pengetahuan berkaitan dengan upaya mencari kebenaran, sedangkan moral dan hukum menyangkut persoalan keadilan. Lalu, kesenian diidentikkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan aspek keindahan semata. Seni modern telah menghancurkan perbedaan-perbedaan itu. Konstruktivisme senantiasa memandang keindahan dan ilmu dalam kesatuan realitas sosial. Seni tidak berdiri sendiri tapi lekat dengan realitas sosial, rasa (estetis), dan rasionalitas.

Semisal Soe Hok Gie. Demonstran di zaman orde lama itu mungkin pernah berpikir tentang puisi teman-temannya yang dibacakan dalam setiap aksi dan demonstrasi. Kebanyakan puisi anak muda pada masa itu menjadi indah karena lebih mirip orasi.

Dalam masyarakat moderen pendekatan sejarah cenderung melihat sastra misalnya sebagai cermin yang transparan dan pasif dalam merefleksikan budaya dan masyarakatnya. Sebaliknya, dalam perspektif yang baru, karya sastra diposisikan ikut membangun, mengartikulasikan, dan mereproduksi konvensi, norma, dan nilai-nilai budaya melalui tindak verbal dan imajinasi kreatifnya. Teks diakui memang produk dari kekuatan sosial historis pada zamannya, tetapi pada saat yang sama teks juga menghasilkan dampak sosial. Dalam kaitan ini, kenyataan sejarah tidak lagi tunggal dan absolut, melainkan terdiri berbagai versi yang penuh kontradiksi, keterputusan, pluralitas, dan keragaman. Kaitan antara karya sastra dan sejarah adalah kaitan intertekstual antara berbagai teks (fiksi maupun faktual) yang diproduksi pada kurun waktu yang sama atau berbeda. Alhasil, karya sastra merupakan salah satu sarana yang dapat mengukuhkan mitos yang ada di masyarakat. Sebaliknya karya sastra pun mampu menciptakan mitos baru di dalam masyarakat.

Seni bukan lagi totalitas keindahan, artistik dan estetika. Seni telah harus bertanggung jawab atas apa yang telah menjadi tuntutan dari tatanan dunia baru. Sebuah puisi bisa saja ditulis di atas sebuah becak sebelum dibacakan tanpa estetika dalam sebuah aksi demo tukang becak di depan gedung dewan. Puisi itu pasti indah. Seni terjadi karena diciptakan oleh sebuah tuntutan peradaban.

Sastra Indonesia Sangat Hebat

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 25 April 2009 | April 25, 2009


Ada beberapa orang ahli seni berpandangan bahwa tak ada hukum atas imajinasi, sehingga hasil imajinasi tak dapat dihadapkan pada aturan hukum manapun. Humanisme universal yang memegang teguh l'art pour l'art, seni untuk seni, dan bahwa sastra memiliki dunianya sendiri dijadikan tameng oleh sastrawan untuk tidak mempertanggungjawabkan karyanya. Padahal sastra adalah sebuah dunia manusia yang diciptakan manusia untuk manusia, tak bisa tidak, sastra tak bisa dilepaskan dari adab hidup umat manusia. Mereka menulis dengan semangat kebebasan berekspresi, namun berlepas tangan terhadap apa yang akan diakibatkan oleh karyanya.


Indonesia ketinggalan dalam dunia sastra? Ah, tidak juga. Pramoedya Ananta Toer contohnya sastrawan tanah air yang mampu mendunia. Sejumlah karya sastra dari beberapa negara di Asia dapat mendunia karena ditulis dalam bahasa Inggris dan dapat diterima oleh masyarakat pembaca dunia. Dalam acara penganugrahan Nobel Sastra tahun 2005 oleh Akademi Swedia, Pramoedya Ananta Toer dikabarkan masuk nominasi sebagai urutan ketiga di bawah Ali Ahmed Said (Suriah), Ko Un (Korea Selatan), dan Thomas Transtromer (Swedia), namun yang terpilih ternyata Harold Pinter, dramawan Inggris, menyusul Elfriede Jelinek (Swedia) yang menerima hadiah tersebut di tahun 2004. Kegagalan Pram-yang dicalonkan sejak 1981-dapat dikatakan sebagai kegagalan Indonesia di dunia sastra. Meskipun dalam penghadiahan tersebut tidak jelas kriteria pemilihannya. Namun hal ini menjadi semacam cermin yang merefleksikan kualitas sastra Indonesia.


Bukan soal mendunia atau tidak. Kita harus berbicara tentang hebat atau tidak hebatnya. Lebih hebat lagi karya-karya sastra berbau seks ditulis oleh perempuan-perempuan beraliran liberal seperti Ayu Utami dengan Saman, Larung, dan si Parasit Lajang, Djenar Maesa Ayu dengan bukunya Mereka Bilang Saya Monyet, Jangan Main-main (dengan Kelaminmu), dan Nayla, Dinar Rahayu dengan Ode untuk Leopold van Sacher Masoch, Herlinatiens dengan Garis Tepi Seorang Lesbian, Clara Ng dengan Tujuh Musim Setahun, atau Ratih Kumala dengan Tabularasa-nya. Yang lainnya ada Ucu Agustin dengan tema sodomisme-nya dan Dina Oktaviani dengan kegamangan teologis, serta Mariana Aminuddin dengan estetika kelamin.


Maka berbondong-bondonglah penulis atau sastrawan menjadi pengikut Ayu Utami yang karya-karyanya berhaluan sekuler-liberal. Mereka mengusung tinggi kebebasan di segala hal, terutama dalam soal seks; sastra tanpa seks diopinikan seperti sayur tanpa garam, tidak sedap. Ayu Utami yang di dalam berbagai pertemuan menyampaikan kredonya tentang menolak lembaga pernikahan dengan seperangkat aturan dan nilainya serta menyetujui kebebasan seks, menyatakan bahwa dia menganut pandangan humanisme-universal. Itulah yang diamini oleh banyak sastrawan dan calon sastrawan, sehingga berlomba-lomba menghasilkan karya yang tak jauh-jauh dari gagasan seperti itu. Karya-karya sastra belakangan tidak lagi menawarkan pencerahan pemikiran yang berguna untuk peningkatan harkat hidup orang banyak. Sebaliknya memicu pencerabutan khalayak dari nilai-nilai yang luhur dan sakral.

Satu kenyataan bahwa novel seks di Barat hanya diletakkan di etalase paling bawah. Sastra Indonesia memang sangat hebat (?) bahkan lebih hebat dari sastra yang paling porno di Barat sekalipun.

Sastra Snack Yang Renyah


Benarkah saat kita membaca Sastra Pop seolah hanyalah makan snack? Taruhlah poetika adalah urusan kualitas. Apakah sastra pop tidak satupun yang mengandung poetika atau bisa dinilai berkualitas? Secara kuantitatif sastra pop yang merajai pasaran dan justru paling banyak memberi pengaruh hingga remaja doyan membaca. Beberapa penelitian menunjukkan Sastra Pop tampaknya memang cenderung menempuh pendekatan kuantitatif saja. Justru itu yang kadang dilupakan peneliti. Bukankah yang paling banyak digemari seharusnya mendapat apresiasi tersendiri? Dengan kata lain sesungguhnya sastra pop juga atau malah lebih diterima masyarakat.

Sastra pop punya kelebihan yaitu kemudahan dicerna. Sastra Pop mengikuti kemauan pasar dan tidak macam-macam. Lain halnya dengan karya sastra serius yang bersifat defamiliarized. Itu yang membuat karya sastra terlihat aneh. Makanya membaca karya sastra serius tidak menarik bagi orang-orang yang memang hanya mau makan snack. Tapi siapapun pasti setuju bahwa snack adalah makanan paling renyah walau tidak mengenyangkan.

Remaja era '90-an yang membaca Lupus karya Hilman atau ribuan novel lainnya yang dicap sebagai sastra pop sungguh tidak ada larangan. Sebagaimana tidak ada larangan untuk makan snack sebagai pengganti makan siang. Membaca dan memilih bahan bacaan adalah soal selera.
Salah satu keunggulan yang nyata adalah bahwa sastra pop mampu memberikan pencerahan dan mengubah prilaku remaja. Buktinya remaja di era '90-an yang hampir semuanya bisa meniru penampilan tokoh Lupus. Sastra pop yang identik dengan bahasa prokem, gaul, tidak baku dan semacamnya mungkin saja turut memberi andil sehingga remaja kita kurang begitu mencintai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sayang sekali belum pernah ada sebuah penelitian apakah remaja yang suka membaca sastra pop punya kemungkinan mencintai jenis sastra serius saat mereka dewasa?

Satu bukti, saya sendiri pengemar novel pop, prokem atau apapun namanya. Di masa kanak-kanak malah saya suka komik dan novel silat. Menginjak usia 20-an saya mulai menggemari karya Pramoedya Ananta Toer, Motinggo Busye, dan yang lainnya. Bagaimana dengan anda? Sastra snack memang renyah di masa remaja.

Koleksi Foto Kebesaran Allah SWT

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 24 April 2009 | April 24, 2009

Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?" [QS. Al- Fushshilat]

Foto-foto berikut ini adalah bukti kebesaran Allah SWT. Diperoleh dari berbagai sumber di internet.



buah Kurman lafal Allah


Lafal Allah Pada Jantung Manusia
Lafal Allah terdapat pada setiap Jantung Manusia.
Bila Anda punya kenalan dokter, coba tanyakan dan lihat lagi dengan teliti
alur Urat yang terdapat pada jantung.


Bulan pernah terbelah
Bukti Bahwa Bulan pernah Terbelah., artikel nya bisa anda baca di sini , klik di sini
Sekaligus ini membuktikan kebenaran dari Al-Qur'an surat Al-Qamar, ayat 1 :
"Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah "
(Q.S. Al-Qamar: 1)"




Tulisan ALLAH diatas genangan air
Kalimat Allah di atas genangan Air
Tulisan Allah di atas genangan Air
Dari HP Zulherman Tanpa sengaja waktu dijalan ngeliat genangan air
berlafalkan ALLAH... subhanallah ( LOKASI pengambilan photo: Antara Cikarang - Tol Bekasi Timur( Jalan Utama /pinggir jalan Kalimalang ) Allahu Akbar ! )

Lafal Allah pada telinga bayi

Lafal Allah pada telinga bayi
Lapadz "Allah" yang terbentuk di telinga seorang bayi
Thanks for erwin atas sumbangan photonya. :)


Awan yang membentuk kalimat Allah
Lafaz Allah pada Awan

Lafazd Allah di awan
Lafaz Allah di Awan
foto: Syafri Oktariza


Lafal Allah di Buah Mangga

Lafal Allah pada Saat di Kue
Dahliani (26), pembuat kue Agar-Agar yang berlafazdh "Allah" di atasnya.
Dia memperlihatkan kue tersebut kepada wartawan di rumahnya di Desa Baet Kecamatan Baitussalam Aceh Besar, Rabu (28/3)--foto: RAKYATACEH.COM

Lafal Allah pada Sebutir Telur

Lafal Allah pada Sebutir Telur
Lafal Allah pada Sebutir Telur

Lafal Allah pada Sehelai Daun
Lafal Allah pada Sehelai Daun

Tulisan Allah di buah Terong
Buah Terong yang berlafal Allah


Kalimat Allah di waktu Senja
Kalimat Allah terbentuk di Langit, pada waktu Senja ( Matahari Terbenam )

batu yang sujud
Batu karang yang sedang sujud.

Pohon Kaktus
Pohon Kaktus yang tumbuh membentuk Lafal Allah.

Buah Labu
Buah Labu

Tulisan Allah di Bumi Africa
Lafaz Allah tertulis dengan Jelas di Tanah Africa, di lihat dari satelit.

Lafaz Allah di Buah Melon
Lafaz Allah di Buah Melon

Lafaz Allah di Lautan
Lafaz Allah di Lautan , di lihat dari Satelit

Lafaz Allah di Tangan kita
Lafaz Allah di Tangan kita


Masjid Nabawi dan Madinah
dua Tempat suci umat islam, di lihat dari atas satelit, berkilau.
MEKKAH BERKILAU
MEKKAH BERKILAU --
Ini adalah hasil pencitraan dari IKONOS Satelite milik Space Imaging Inc, AS. Masjidil Haram yang 'diintai' oleh AS pada 31 Oktober 1999 itu menampilkan fenomena menakjubkan. Terlihat di gambar hanya bagian Masjidil Haram saja yang berkilau sementara bangunan di sekitarnya tampak lebih gelap. Subhanallah. (NASA Astronomy Picture of The Day) (sumber : http://www.spaceimaging.com/gallery/ioweek/archive/01-12-09/index.htm)


Lafal Allah di langit Ciputat
Lafal Allah di Langit Ciputat.
(Foto : Andie wibianto)


Tulisan Allah di Buah Terong
Tulisan Allah di buah Terong

 ledakan di pipa gas milik Pertamina di lokasi lumpur Lapindo
Yang terbaru adalah jilatan api saat terjadi ledakan di pipa gas milik Pertamina di lokasi lumpur Lapindo, jalan Tol Porong-Gempol KM 38 22 November 2006 lalu. Api yang membubung setinggi hampir 1 kilometer itu ternyata sempat membentuk lafal Allah dalam tulisan Arab beberapa saat. (Foto: Samuel Johnson)

SEBATANG pohon  DENGAN BERBENTUK HURUFJAWI ALIF, LAM, LAM, HA
SEBATANG POHON SENDUDUK DENGAN BERBENTUK HURUFJAWI ALIF, LAM, LAM, HA ATAU EJAAN 'ALLAH' ."Allah Hu Akhbar."
Terima kasih buat Ahmadi dari malaysia yang sudah mengirimkan photo ini.

 Hasil foto satelit memperlihatkan riak-riak gelombang Tsunami di Sri Lanka mirip tulisan kaligrafi
Hasil foto satelit memperlihatkan riak-riak gelombang Tsunami di Sri Lanka mirip tulisan kaligrafi "Allah". (Foto: Globalsecurity. Org)
bangunan sekitar hancur, mesjid tetap berdiriBangunan Sekitar hancur terkena tsunami, Mesjid tetap berdiri

bencana tsunami, mesjid tetap berdiri
Bangunan Sekitar hancur lebur, mesjid tetap berdiri kokoh.

tsunami melanda, mesjid tetap berdiri
Sejauh mata memandang, semua bangunan terlihat rata dengan tanah,
Namun tidak demikian dengan Mesjid, Subhallah.

 Masjid di Meulaboh, Aceh, yang berkubah warna gelap ini tampak tetap berdiri. Sejumlah bangunan di sisi-sisinya tampak tidak tersisa tersapu tsunami. (Foto: Setpres/Dudi Anung)
Masjid di Meulaboh, Aceh, yang berkubah warna gelap ini tampak tetap berdiri.
Sejumlah bangunan di sisi-sisinya tampak tidak tersisa tersapu tsunami. (Foto: Setpres/Dudi Anung)

 Bangunan untuk bersujud kepada-Nya di salah satu sudut kota Meulaboh
Bangunan untuk bersujud kepada-Nya di salah satu sudut kota Meulaboh ini tampak tetap berdiri kokoh.
Bangunan di sekitarnya roboh tersapu gelombang tsunami, kecuali pohon kelapa. (Foto: Indra Shalihin)

 Masjid berkubah putih di sudut lain kota Meulaboh juga tampak tetap berbentuk. Sekitarnya, tampak porak-poranda. (Foto: Setpres/Dudi Anung)
Masjid berkubah putih di sudut lain kota Meulaboh juga tampak tetap berbentuk.
Sekitarnya, tampak porak-poranda. (Foto: Setpres/Dudi Anung)

LEBAH YANG MENULIS

Lebah yang Membentuk Allah
LEBAH YANG MENULIS "ALLAHU"
(Those who are familiar with Arabic will easily be able to identify what this beehive spells - "Allahu")

lafal
Akan terlihat dengan jelas lafal "Allah" pada batu permata tersebut bila disinari dengan cahaya


Selain itu (sungguh ngeri) ketika langit pecah belah lalu menjadilah ia mawar merah, berkilat seperti minyak
Mawar Merah di Angkasa
"Selain itu (sungguh ngeri) ketika langit pecah belah lalu menjadilah ia mawar merah, berkilat seperti minyak"
(Ar-Rahman: 37)
Gambar di atas adalah gambar ledakan bintang di angkasa yang diperoleh NASA dengan Teleskop yang sangat canggih. Kejadian tersebut membuktikan kebenaran Al-Quran yang diturunkan 14 abad yang lalu pada surah Ar-Rahman di atas.
POHON YANG SEDANG RUKU
POHON YANG SEDANG RUKU
POHON YANG SEDANG RUKU
This is a recently discovered phenomenon in a forest near Sidney. As you can see, the bottom half of the tree trunk is bowed in such a way that it resembles a person in a posture of Islamic prayer - the 'ruku'. Looking closer you can see the 'hands' resting on the knees. the most amazing thing is that the 'man' is directly facing the Kaaba, Mecca which is the direction Muslims all over the world face when in prayer.

Tomat yang membentuk Lafaz Allah
Buah Tomat
Sesungguhnya ALLAH Maha berkuasa dan dapat menjadikan apa saja yang pernah ataupun tidak pernah terfikir oleh manusia.Ini merupakan keajaiban alam ciptaan ALLAH.
THE FISH TESTIFIES THE PROPHET (S.A.W)
THE FISH TESTIFIES THE PROPHET (S.A.W)
The story of the fish began when Mr. Goerge Wehbi, a Christian Lebanese, was practicing his fishing hobby, in Dakar Senegal (the Capital of West Africa). He caught many fish. When the went home his wife saw among them a strange fish about 50cm length, with some arabic writing on it. He took it to Sheikh al-Zein, who read clearly what was writen in a natural way. That could not be done by a human being, but rather a Godly Creation which the fish was born with. He read "God's Servant" on its belly and "Muhammad" near its head, and "His Messenger" on its tail
LAA ILAA HA ILLALLAH

Pohon yang berbentuk La Ilah Ha Ilalah.
LAA ILAA HA ILLALLAH WRITEN IN BRANCHES
One brother on Germany wrote and sent this photo. "The branches clearly say in Arabic that- There is no god but Allah. This is said to be a scene on a piece of cultivated farmland in Germany. Many Germans have been said to have embraced Islam upon seeing this miraculous sight and that the German government put steel fences around the part of the farm to prevent people from visiting and witnessing this miraculous site"
Lapadz
Lapadz "Allah" yang terbentuk di telinga seorang bayi
Awan yang membentuk Lapadz
Awan yang membentuk Lapadz "Allah", kejadian ini diabadikan oleh seseorang di Mekkah
Mesjid Tetap Berdiri meski terjadi gempa
MOSQUE STILL STANDS AFTER EARTQUAKE IN TURKEY
A mosque still stands amidst the rubble of collapsed buildings in this aerial view of a neigborhood in the western Turkish town of Golcuk, 60 miles east of Istanbul, August 19, 1999. The death toll from western Turkey's worst recorded eartquake surpassed 6,000, as hope waned of finding any of the thousands still missing under the mountains of rubble.
menunjukkan kalimah
menunjukkan kalimah
Menurut pemiliknya kalau dilihat dari dekat Gambar di atas
menunjukkan kalimah "Lailahaillah" terbentuk pada seekor ikan
Sebuah Bukit yang membentuk muka manusia
 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday