Home » » Sastra di Zaman Rasulullah, SAW

Sastra di Zaman Rasulullah, SAW

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 30 April 2009 | April 30, 2009

Ilmu tata bahasa atau linguistik sudah dikenal di tanah Arab ketika dunia masih berada dalam kegelapan ilmu pengetahuan. Apresiasi bangsa Arab terhadap kesusastraan dapat ditelusuri dari penghargaan mereka terhadap para penyair. Tecatat dalam sejarah, dua karya sastra mu'allaqat dan mufaddaliyat merupakan karya besar sastrawan jahiliah Arab di zaman itu. 

Terdapat tradisi unik para penyair di sekitar Ka'bah. Mereka menggantung puisi-puisi terbaik mereka di dinding Ka'bah sebagai simbol kebesaran dan kebanggaan suku atau ras masing-masing.

Dalam buku Thabaqat Fuhul asy-Syuara— yang ditulis oleh Muhammad bin Sulam al-Jumahi, disebutkan bahwa peran penyair di masa itu semakin menjadi-jadi. Diturunkanya kitab al-Qur'an, yang sangat luar biasa estetisya pada seorang ummi (baca; buta baca-tulis) Muhammad, telah memicu kreatifitas para penyair Jahiliyah untuk menyaingi kedahsyatan estetiknya al-Qur'an, karena itu banyak penyair-penyair ulung hadir ke tengah masyarakat dengan menjadi Nabi-Nabi palsu, dua diantaranya adalah Musailamahal-Kadzab yang melahirkan kitab puisi ma huwal fil (kitab puisi ayat-ayat katak), sementara Imri'il-Qais menulis kitab puisi ayyuhat ath-thalali al-bali.

Selain kedua penyair tersebut— yang sangat merisaukan Nabi dan pemeluk Islam awal, adalah penyair Ka'ab bin Zuhair. Penyair Jahiliyah yang kesohor ini tidak ingin menempuh jalan yang sama seperti Musailama dan al-Qais –membuat tandingan al-Qur'an— akan tetapi, ia mencipta puisi dengan misi melakukan pembunuhan karakter Nabi. Karena pengaruh puisinya yang sangat memukau itu, banyak pengikut Nabi yang masih labil, kembali menjadi musyrik. (Al-Ashma'i, Kitab al-Fuhul asy-Syuara, Beirut, Dar al-Kitab al-Jadid, 1971)

Ketika terjadi penaklukan kota Makkah, Ka'ab, sang Penyair bersembunyi untuk menghindari luapan amarah para sahabat Nabi. Saat itu saudara Ka'ab yang bernama Bujair bin Zuhair langsung mengirim surat kepada Ka'ab, yang isinya antara lain menganjuran agar Ka'ab keluar dari persembunyiannya dan menghadap Nabi untuk memohon maaf. Anjuran itupun diikuti oleh Ka'ab, melalui `tangan' Abu Bakar as-Siddiq, di sana ia menyerahkan diri kepada Nabi. Ia pun sangat terharu dengan sikap Nabi dan sahabt-sahabatnya, yang pada waktu itu tidak saja memberikan pintu maafnya, akan tetapi, mereka menyambut dengan baik kehadirannya, bahkan semua yang hadir pada waktu itu memberikan salam hormat yang tinggi kepada dirinya. Saat itu pulalah Ka'ab insyaf lalu bersyahadat. Ka'ab memeluk Islam di depan Nabi. Rasa hormat Nabi kian bertambah, sampai-sampai beliau melepaskan burdah (sorban)-nya dan memberikannya kepada Ka'ab. Sejak itu, Ka'ab langsung menggubah puisinya yang sebelumnya berisi penghinaan menjadi pujian-pujian yang sangat indah, puisi gubuhan itu sangat dikenal dengan sebutan Banat Su'ad (Putri-putri Su'ad), terdiri atas 59 bait (puisi). Kasidah ini disebut pula dengan qasidah burdah, yang kelak diabadikan oleh kaligrafer Hasyim Muhammad al-Baghdadi di dalam kitab kaligrafi-nya, Qawaid al-Khat al-Arabi.


Seorang penyair ulung lainnya, Ibnu Ruwahah yang masuk Islam karena sikap santun dan pemaaf Nabi beserta sahabatnya. Maka sejak bergabungnya kedua penyair ulung itu kepada barisan Islam, kitab puisi sejenis karya Musailamah dan al-Qais semakin tenggelam, dan pada gilirannya al-Qur'an semakin diminati juga dipelajari. Sebuah keuntungan bagi Islam dan kesusastraan Arab. Para Penyair Islam bersama Al-Qur'an telah berhasil membawa pembaharuan terhadap sastra Arab, juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan. (Syauqi Dlaif, Tarikh al-Adab al-Arabi, Kairo: Dar al-Maarif, 1968).

Mungkin karena terinpirasi dengan peran sastra yang sangat signifikan pada zaman Nabi itu, Sultan Salahuddin (memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub), pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H), kemudian menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi dengan karya puisi. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji (wafat pada 1177 H/1763 M). Karya ini dikenal sebagai Kitab Puisi "Barzanji", yang sampai sekarang sering dibaca oleh masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi. Kitab itu disusun dalam dua model: natsar (prosa lirik) yang terdiri atas 19 bab dengan 355 bait, dan nazham (qashidah puitis) berisi 16 bab dengan 205 bait. dalam sirah (sejarah Nabi), puisi dan penyair, tercatat punya andil yang siginifikan dalam mengantarkan kemenangan umat Islam; sebagaimana termaktub dalam perang Badar, Khandaq, Uhud, Hudaibillah Khaibar dan lain sebagainya— dimana umat muslim meraih kemangan dengan jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit. Tersebutlah puisi Ibnu Ruwahah yang dijadikan lagu wajib para mujahidin kala itu:

Duhai diri, bila kau tak terhunus pedang di medan juang
Suatu ketika, kau tetap menghembuskan nafas, meski di atas ranjang

Kitab puisi Barzanji ternyata punya andil besar bagi kemenangan umat Islam melawan pasukan Salib, saat merebut kota Yerusalem pada 2 Oktober 1187 M, dan selama 800 tahun, Yerusalem tetap menjadi kota muslim. Sampai kini tradisi maulid terus berjalan di kalnga umat Islam di hampir seluruh belahan dunia.

Setelah puisi Barzanji (yang terkenal sampai saat ini) lalu lahir kitab puisi "Burdah", yang ditulis oleh Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushairi (610-695H/ 1213-1296 M). Burdah terdiri atas 160 bait, ditulis dengan gaya bahasa (uslub) yang menarik, lembut dan elegan. Isinya berupa biographi ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, doa, pujian terhadap al-Quran, Isra' Mi'raj, jihad dan tawasul. Dengan pendekspripsian kehidupan Nabi secara puitis.

Zaman keemasan Islam juga mencatat sejarah karya-karya besar seperti kitab puisi Maulid Azabi, karya Syaikh Muhammad al-Azabi; Maulid Al-Buthy, karya Syaikh Abdurrauf al-Buthy; Maulid Simthud Durar, karya al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi; dan yang paling baru Maulid Adh-Dhiya-ul Lami', Maulid Syaraful Anam dan Maulid ad-Diba'i karya al-Imam Abdurrahman bin Ali ad-Diba'i asy-Syaibani az-Zubaidi; karya al-Habib Umar bin Hafidz dari Hadhramaut.

Al-Qur'an yang merupakan "Kitab Sastra Ilahi" dan sastra dunia karya manusia ternyata memiliki sebuah kisah unik tersendiri semenjak 1500 tahun lampau. Mukjizat estetika bagi sastrawan Islam di zaman sekarang yang ingin melanjutkan kejayaan dan kebesaran Islam dari dunia sastra.

Share this article :

6 komentar:

  1. wau menarik banget nih...

    BalasHapus
  2. salam sobat
    nice info
    saluut banget sama sobat nich,,,begitu lengkapnya koleksi sastra kunonya.
    siip,,,teruskan berkarya !

    BalasHapus
  3. Salam, mbak Nura. Gak lebaran di tanah air nih?

    BalasHapus
  4. ALLAHU AKBAR3x...
    Mantap,bro.

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday