Home » » Presiden dan Puisi

Presiden dan Puisi

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 10 Mei 2009 | Mei 10, 2009

John F Kennedy pernah berkata dengan sangat yakin,"Manakala kekuasaan membawa manusia mendekati arogansi maka puisi mengingatkan kepada keterbatasannya. Ketika kekuasaan mendangkalkan wilayah kepedulian manusia, puisi mengingatkan betapa kaya keberagaman eksistensi. Ketika kekuasaan menyimpang, puisi membersihkannya. Jika lebih banyak politisi yang tahu puisi, dan lebih banyak penyair tahu politik, saya yakin dunia akan menjadi tempat hidup yang sedikit lebih baik." Kennedy juga pernah jujur dengan salah satu kalimatnya yang terkenal,"Saya lebih takut kepada sebait puisi daripada satu batalyon tentara."

Ucapan-ucapan terkenal dari Kennedy itulah yang paling sering dikutip ketika orang bicara tentang politik dan puisi. Meski tentu saja sering diselewengkan terjemahannya. Entah mengapa pada tanggal 22 November 1963, Kennedy ditembak oleh orang tak dikenal. Dor! Sebutir peluru telah berhasil mengotori politik Amerika. Kennedy mati tapi syukurlah, puisi masih hidup sampai kini. Presiden dan politik di satu sisi dan puisi di satu sisi yang humanis jelas adalah dua dunia yang sama sekali berbeda. Kennedy juga pernah bilang, "Seni bukan sebentuk propaganda. Seni adalah kebenaran," ujarnya. Di suatu kesempatan bahkan Kennedy pernah menyindir seterunya, Stalin, " Di tengah masyarakat yang bebas, seni bukan senjata dan seni tidak pernah menjadi alat ideologi. Seniman tidak mungkin bisa menjadi insinyur jiwa manusia."

Kennedy, dengan pidatonya yang dikenang abadi itu, mungkin gagal mengingatkan para politisi sesudahnya. Mungkinkah presiden Amerika yang lainnya teremasuk George W Bush dan Obama pernah baca puisi? Kenyataan sejarah bahwa puisi dan penyair di Amerika bisa intensif dengan sangat bebasnya memberdayakan perannya membersihkan politik dan berbagai bidang kehidupan lain di sana. Bacalah karya-karya Allen Ginsberg yang menentang perang Vietnam dengan puisi-puisinya. Ada sebuah buku kumpulan puisi para tahanan di penjara Abu Ghraib untuk kemudian diterbitkan sebagai sebuah cara memperingatkan dunia bahwa betapa ada kezaliman di penjara tersebut.

Di mana-mana penyair sesungguhnya telah juga memberikan hal terbaik untuk negaranya. Sebuah negara yang kebetulan memberikan keleluasaan kepada penyair sesungguhnya membuka jalan agar siapa pun di negara itu bisa melihat ke masa lalu dengan bangga, dan menatap ke masa depan dengan penuh harapan. Tentu dengan lebih menikmati sisi manis humanisme.
Bung Karno adalah contoh seorang presiden (salah seorang sahabat Kennedy) yang juga sesekali meluangkan waktu membaca puisi para penyair indonesia dan dunia. Seorang presiden bisa saja lebih takut terhadap sebait puisi daripada satu batalyon tentara. Bagaimana dengan presiden atau calon presiden di Indonesia saat ini?
Share this article :

1 komentar:

  1. hhmm.....kayaknya harus ada antalogi puisi yang ditulis oleh pejabat atau mungkin pementsan puisi yang di bacakan oleh para pejabat
    Biar sense nya agak terasah!
    jadi ingat sedikit kutipan
    Saat jurnalisme d bungkam maka sastra yang akan berbicara!

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday