Home » » Puisi Demonstran

Puisi Demonstran

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 12 Mei 2009 | Mei 12, 2009


Kadang puisi bagi seorang demonstran adalah ibarat spanduk kata, alat pengeras suara untuk orasi, bahkan menjadi batu yang dapat dilemparkan kearah tank tentara ketika tak ada lagi celah untuk sebuah kompromi. Bagaimana pun puisi bagi demonstran di mana-mana di berbagai belahan dunia lainnya kerap masih jadi ritual intelektual di tengah-tengah aksi di bawah terik matahari.

Soe Hok Gie berteriak dengan sangat puitis dari dalam buku hariannya,"Lebih baik mati,daripada memperkosa kebenaran!" Demonstran itu mengecap romantisme perjuangan idealisme sebagai mahasiswa sejak orde lama hingga peralihan orde baru. Setiap zaman mencatat buku hariannya sendiri termasuk Soe Hok Gie. Sangat puitis dan realistis. Tapi tidak semua demonstran adalah penyair. Wiji Thukul berbeda dengan Soe Hok Gie. Rendra berbeda dengan Ronggowarsito.

Pada setiap angkatan muda yang memberontak di tengah berbagai bangsa yang menuntut perubahan, maka akan selalu ada puisi di samping berbagai bentuk seni lainnya. Keanehan yang sangat menarik untuk dikaji. Benarkah ada takdir bahwa estetika bahasa sastra yang bertema protes adalah pencerminan kompromi terhadap realitas yang tak mampu dilawan dalam tempo sekejap?

Sejarah membuktikan bahwa demonstran adalah mereka yang membangkang demi perubahan namun sesekali bisa juga manis dan romantis. Anak-anak muda yang puitis tapi sebahagian besar di antara mereka kadang ditembaki.

Share this article :
Komentar

0 apresiator:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday