Home » » Puisi Pamflet di Bulan Mei

Puisi Pamflet di Bulan Mei

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 19 Mei 2009 | Mei 19, 2009

Sikap kepala batu para anggota DPR RI menjelang lengsernya Soeharto pada bulan Mei 1998 memantik reaksi keras di mana-mana. Mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia menduduki gedung MPR/DPR RI kala itu. Harmoko sang ketua DPR masih enggan untuk mengabulkan permintaan kaum reformis untuk segera memaksa Soeharto menanggalkan jabatan presiden. Tak ketinggalan, kalangan penyair angkat bicara. Di berbagai arena demonstrasi selalu saja puisi-puisi perlawanan ditulis dan dibacakan dengan sangat kerasnya.

Sebab batu harus dilawan dengan air maka WS Rendra menulis pamflet Sajak Di Bulan Mei 1998:

Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja/ Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan /Amarah merajalela tanpa alamat /Kelakuan muncul dari sampah kehidupan/ Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah O, zaman edan! O, malam kelam pikiran insan!/ Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan /Kitab undang-undang tergeletak di selokan /Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan O, tatawarna fatamorgana kekuasaan! O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja! /Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa Allah selalu mengingatkan bahwa hukum harus lebih tinggi dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara /O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan! /O, rasa putus asa yang terbentur sangkur! /Berhentilah mencari Ratu Adil! Ratu Adil itu tidak ada/Ratu Adil itu tipu daya! /Apa yang harus kita tegakkan bersama adalah Hukum Adil Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara/ Bau anyir darah yang kini memenuhi udara menjadi saksi yang akan berkata: Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya / Wahai, penguasa dunia yang fana!/ Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta! /Apakah masih buta dan tuli di dalam hati? /Apakah masih akan menipu diri sendiri?/ Apabila saran akal sehat kamu remehkan berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap yang akan muncul dari sudut-sudut gelap telah kamu bukakan!/ Cadar kabut duka cita menutup wajah /Ibu Pertiwi Airmata mengalir dari sajakku ini. (Sajak ini dibuat di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1998 dan dibacakan Rendra di DPR pada tanggal 18 Mei 1998)


Para mahasiswa yang aktif turun ke jalan pada masa itu pasti juga sangat akrab dengan puisi-puisi perlawanan yang dibacakan kawan-kawan mereka, para penyair kampus di tengah aksi orasi. Gaya, bahasa, tema dan tujuan semuanya sama. Satu kata, turunkan Soeharto, tumbangkan orde baru. Isinya lebih mirip semacam pamflet. Mungkin bukan suatu kebetulan. Puisi pamflet yang dipelopori Rendra telah sejak lama menginspirasi penyair-penyair muda di kampus-kampus. Banyak di antara karya mereka yang hanya bisa dinikmati di mading fakultas ataupun koran kampus. Rezim orde baru yang represif mengakibatkan karya sastra mahasiswa yang beraliran keras hanya berceceran di kampus-kampus. Selebihnya di jalanan saat mereka turun berdemo.

Jauh setelah masa itu, setelah kebebasan berekspresi lebih memungkinkan dieksplorasi justru puisi-puisi pamflet kini jarang ditemukan di mading fakultas. Penerbitan koran dan majalah kampus lebih banyak memuat karya-karya sastra yang agak lebih jinak. Ada apa dengan perubahan? Tapi syukurlah kalau begitu, mungkin artinya negeri ini benar-benar sudah menuju perubahan.




Share this article :

1 komentar:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday