Home » » Sastra Islam: Panglima Pencerahan!

Sastra Islam: Panglima Pencerahan!

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 25 Mei 2009 | Mei 25, 2009


Hampir semua orang menulis dengan dasar keyakinan agama yang dianut, lingkaran sosial, budaya,dan sejarah di sekitarnya. Seorang penulis yang mengakrabi lingkup sosial, budaya, dan sejarah yang bernuansa Islami, dipastikan karyanya tidak jauh dari kesehariannya.
Semua genre dan aliran sastra melakukan dakwah dengan cara dan ideologinya masing-masing. Bentuk propagandanya berbeda-beda tapi sama-sama estetis.

Ketika muncul manifesto kebudayaan yang melawan Lekra yang realis sosialis di masa orde lama maka banyak tudingan bahwa kaum manifestan adalah penganut prinsip humanisme universal dan bermoto lart pour lart, seni untuk seni. Ketika muncul puisi sufi, sastra religius dan sastra tasawuf maka orang manggut-manggut memahami bahwa itu dakwah islam dalam bentuk sastra.

Penulis sendiri masih meyakini bahwa sastra bukan anak kandung dari estetika, tapi dilahirkan oleh agama, teologi, konsep ketuhanan dan keyakinan. Estetika hanyalah sekedar bawaan alamiah yang dari bawah sadar. Biasnya, sastra adalah tetap produk proses untuk mempresentasikan identitas agama atau sosial politik dan budaya. Bagi Islam, manakala ajakan dan ajaran bermuatan dakwah maka itulah dakwah Islam. Jika sastra berdakwah meski dengan gayanya yang khas, sastra itu tetaplah dakwah. Pemikiran seperti itulah barangkali yang agak menyengat bagi penganut sastra untuk sastra, lart por lart, atau sastra murni.

Sastra islam tidak mengharuskan ada embel-embel sajadah, kopiah, santri dan termin-termin sempit semacamnya. Penyempitan substansi dakwah inilah yang agaknya masih rumit diimplementasikan oleh mereka yang ingin terjun total ke sastra dakwah. Tapi lihatlah Muhammad Iqbal, sastrawan termasyhur dari dunia islam. Iqbal yang ketua Liga Muslim yang turut membentuk negara Islam Pakistan dan berpisah dari India itu menulis antologi Pesan-Pesan dari Timur dan tak terhitung lagi karyanya yang sastra islami, tapi cair dan diterima di Barat sekalipun. Kahlil Gibran yang berdarah Yahudi pun diterima dengan manis oleh generasi muda islam. Persoalan cairnya sebuah karya mungkin saja adalah hal tersulit tapi cairnya karya menjadi wajib jika ingin diterima. Karya sastra masih akan berfungsi menghibur dan mendidik. Dengan fungsi itu karya sastra tetap mampu menyelinap sebagai katarsis untuk pembersihan jiwa. Di celah peradaban, sastra islam adalah tetap panglima pencerahan.
Share this article :

2 komentar:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday