Home » » Chairil Anwar, Penyiar dan Penyair

Chairil Anwar, Penyiar dan Penyair

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 16 Juni 2009 | Juni 16, 2009


Pemuda dari Medan ini anak tunggal. Ayahnya seorang pamong praja. Dari pihak ibunya, Saleha dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Pada mulanya hanya suara dan namanya dikenal orang ketika menjadi penyiar di sebuah radio milik Jepang di Jakarta. Usianya masih belasan tahun ketika jatuh cinta kepada gadis bernama Sri Ayati. Tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya kecuali melalui puisi. Nama Chairil mulai terkenal dalam jagad sastra tanah air setelah puisi-puisinya dimuat Majalah Nisan pada tahun 1942. Usianya baru dua puluh tahun saat itu tapi hampir semua puisi-puisi yang dia tulis bertema kematian.

Tiga buku penting yang lahir dari kegelisahan sekaligus semangat sebagai anak muda di zaman itu: Deru Campur Debu, Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin.
Chairil Anwar (Medan, 26 Juli 1922 - Jakarta, 28 April 1949) atau dikenal Sebagai "Si Binatang Jalang" (dalam karyanya berjudul Aku). Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia.


Mungkin Chairil malas mengumpulkan puisi-puisinya pada saat remaja sehingga tak satupun puisi-puisi awalnya ditemukan oleh para ahli sejarah. Padahal dia menulis semenjak remaja. Luar biasa, di usia sembilan belas tahun Chairil telah menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca pengarang internasional ternama, Seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald Macleish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Ferron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Sebelum bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, pemuda ini sudah kena sejumlah penyakit. Chairit Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC. Hingga kini makamnya
Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta tetap diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. Dia tetaplah tonggak penting dalam sejarah sastra Indonesia. Mengagumkan, Chairil ternyata memang bisa hidup seribu tahun lagi melalui puisi, riwayat dan semangatnya. Jutaan anak muda di tanah air masih terinspirasi dengan mantan penyiar radio yang menjadi penyair itu.
Share this article :
Komentar

0 apresiator:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday