Home » » Andhika Mappasomba, Penghibur Sastra Keliling Kampung

Andhika Mappasomba, Penghibur Sastra Keliling Kampung

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 03 Juli 2009 | Juli 03, 2009

Jika ada penyair yang kadang menjuluki dirinya sendiri sebagai penyair rombeng atau penghibur sastra keliling kampung maka inilah orangnya. Andhika Mappasomba, lebih sering disapa dengan nama Dhika. Lelaki berambut gondrong kelahiran Bulukumba 1980. Bekas bangku dalam kelas tempatnya duduk semasa SMP di Tanah Beru Bulukumba menjadi saksi awal perjalanan kepenyairan dari alumnus Universitas Islam Negeri di Makassar ini.

Dhika sering ditemani oleh sebuah vespa butut yang diberi nama Aladin. Aktif dalam berbagai organisasi terutama organisasi yang mengepalkan tinju demi seni dan budaya. Yang penulis bisa lacak adalah bahwa dia tergabung dalam masyarakat Pencinta Seni Pertunjukan (Mata Sejuk) Indonesia dan sebagai direktur poros Tiga Institute Cultural Studies (p3i-CS Makassar). Pendengar RCA khususnya penggemar acara sastra Ekspresi selalu disiraminya dengan puisi. Dia satu-satunya penyair yang paling rajin membacakan sendiri puisi-puisinya di radio setiap ada kesempatan menjadi bintang tamu di RCA.

Bersama cerpenis Anis K. Al Asyari, dia pernah menggebrak dengan menerbitkan buku Ingin Kukencingi Mulut Monalisa (2003). Sebuah buku kumpulan cerpen milik Anis dan kumpulan puisi milik Andhika. Buku selanjutnya Mawar dan Penjara yang keseluruhan isinya adalah sajak-sajaknya yang nyaris terbuang dan semoga saja memang tak akan pernah terbuang jika jadi terbit dalam tahun ini juga.

Andhika juga seorang blogger. Puisi-puisinya yang khas diletakkannya satu persatu di blog kelong pajaga tempat Dhika biasanya pulang beristirahat setelah lelah seharian menjelajahi alam, mengolah rasa, berdiskusi dengan manusia lainnya di alam terbuka ataupun ruang tertutup. Karakter khas puisi Andhika terletak pada kebiasaan-kebiasaan pengulangan metafora tapi dengan makna berbeda pada setiap puisi. Puisinya suka memotret perjalanan sekecil apapun.


Bulukumba, Kota Sejuta Penyair

aku lahir di sini dari rahim ibu yang menua pada waktu tanah merah hitam yang menggumpal bekukan batang jagung dan batang padidan asin airnya mengalir dalam darahku bersama nyayian nyiur yang melambai-lambai pada garis pantainya memanggil-manggil, menggema, memanjat batang kelor dalam sajak rindurindu pada negeri ibu, negeri sejuta nahkoda negeri sejuta panrita negeri sejuta nahkoda bulukumba

walau
aku bertualang melangkah mendaki ke dalam belantara kehidupan
terbang ke langit ke lima menyusup ke dalam batas bumi
bertemu jawara-jawara yang menikam sukma
aku tak melupakan kokoh tiang pinisi menantang ombak sembilan samudera
aku tak melupakanmu negeriku, negeri sejuta nahkoda dan panrita,
negeri sejuta dongeng, negeri sejuta pau-pau, negeri sejuta budaya
kota sejuta penyair
bulukumba

walau
aku bertuaalang masuk ke dalam hidup menemui pengantinku di negeri jauh
lalu bercinta di batas lelah lunglai di puncak sepi
rindu tak pernah usai menyanyi dalam qalbu
memanggil-manggil pulang
memanggil-manggil pulang
melewati pematang sawah
menyusuri sungai, tepian pantai, lereng bukit
merenangi laut flores dan teluk bone
melintasi lompo battang
datang padamu bulukumba; meneguk airmu, mengupas jagungmu, menumbuk padimu,
memetik daun kelormu, mencubit daging tuing-tuing, loka-loka, lure, lajang,
yang kukulum bersama sayur kelor dan nasi kampo'do'

uh
najis rasanya pizza ayam goreng amerika
muntah rasanya makan sozzis dan conello cina
muntah rasanya minum minuman karbonat jepang
muntah rasanya makan gorengan dari minyak goreng malaysia

biarlah di kota sejuta penyair
kunikmati dendeng capi, poca'-poca', sanggara bambang, sarabba, lopisi, dumpi eja, kampalo, gogoso, baruasa, taripang, uhu'-uhu', cucuru dari minyak rakang

kota ini, bulukumba, kota mendunia
kota sejuta penyair

di sana kalian punya patung liberty
kami punya patung pinisi
di sana kalian punya pantai hawai dan bombai
kami punya pantai bira, dajo, lemo-lemo, batu tallasa, samboang, turungang beru, kajang kassi, kasuso, pantai ara, pantai merpati, dan leppe'
di sana kalian punya monte karlo
kami punya tebing lahongka
di sana kalin punya zamba, acapela, capuera
kami punya kelongpajaga, gandrang jong, dan mancak baruga
di sana kalian punya indian, aborigin, dan apache
kami punya kajang tana toa

kota ini, bulukumba, kota mendunia
kota pelabuhan rindu, negeri ibu
KOTA SEJUTA PENYAIR
BULUKUMBA

Bulukumba, 19 Juli 2008


26 Februari 2008
hujan baru saja tuntas membasuh kotamu
rumput, kembang dan pepohonan tampak sumringah
aku intip kotamu dari jendela kereta yang melaju
di langit, bulan samar memaksaku merapal namamu

kaulah seserpihan bulan kerinduanku
pada kenangan, pernah kutanamkan sajak tujuh tangkai bunga
yang tak pernah sempat kau tatap hingga purna di waktu lalu

malam itu, aku melintasi kotamu
mengintip rumput, kembang dan pepohonan putih
dari jendela kereta yang melaju
tapi, mungkin hujan melelapkanmu dengan sempurna
hingga hentak kakiku tak kau dengarkan di larut ini

malam itu, aku melintasi kotamu
lewat sebuah radio tua, berdendang lagi sebuah lagu
lagu yang liriknya aku dan kau pernah memahatnya
dan anak-anak memakinya sebagai lagu dari zaman batu
lagu persembahan pada arwah dalam ritual suci kematian

malam itu, aku melintasi kotamu
dari luar jendela, rumput, kembang dan pepohonan
semua nampak berduka menyaksikan tetesan air mataku
atas nama kenangan
aku menangis

Mks-Palopo, 25 Januari 2008



Bersama seribuan lebih penyair se-Kabupaten Bulukumba, Andhika mendeklarasikan Bulukumba Kota Penyair pada Maret 2009. Hingga postingan ini dibuat tinggal satu hal yang belum dideklarasikan oleh Dhika yakni menikah.



Share this article :

8 komentar:

  1. Mampir kesini saya jadi tau para sastrawan (penyair juga prosais) dari Sulawesi (Selatan kan). Saya ikut senang dan bangga melihat antusiasme penulis2 muda tsb. Senang juga melihat Ivan yang semangat memberi apresiasi positif pada sesama rekannya. Terus semangat van ya.

    BalasHapus
  2. Mas Ivan ,seandainya aku request peyair yg aku kagumi untuk ditulis disini bisakah ?
    Seandainya bisa aku sangat bahagia sekali ...Beliau adalah Hamid jabar sahabatku .Terimakasih banyak sebelumnya.
    Bila aku mampir kesini ada cahaya sastra menerangiku....

    BalasHapus
  3. makasih sob....aku suka karyanya andhika neh...meski baru baca karyanya di sini...

    BalasHapus
  4. @ Mbak Elly Suryani, terimakasih buat apresiasinya ya mbak. Semangat, pasti dong.
    @ Mbak ateh75, kenapa tidak. Sangat boleh. Profil Hamid Jabar, di mana ya bisa aku akses selengkapnya?
    @ kang buwel, ternyata suka juga dg sastra ya kang. Thanks.

    BalasHapus
  5. mampir malem ajah mas ivan...

    BalasHapus
  6. Aku menemukan Di website Lampung post tentang Hamid Jabar tapi mungkin tidak lengkap ...aku kirim via email ya Mas.

    BalasHapus
  7. Aku dng beliau Hamid Jabar karna beliau sahabat suamiku dan rumahku pun berdekatan .Tapi untuk profil beliau aku tidak tahu .

    BalasHapus
  8. Andika Mappasomba memang seorang sastrawan sejati. Beliau adalah senior saya dan juga Dosen saya di Unversitas Islam Makassar.

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday