Latest Post

Puisi Jalaluddin Rumi

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 31 Agustus 2009 | Agustus 31, 2009


Ia berkata, "Siapa itu berada di pintu?"

Aku berkata, "Hamba sahaya Paduka."
Ia berkata, "Kenapa kau ke mari?"
Aku berkata, "Untuk menyampaikan hormat padamu, Gusti."
Ia berkata, "Berapa lama kau bisa bertahan?"
Aku berkata, "Sampai ada panggilan."
Aku pun menyatakan cinta, aku mengambil sumpah
Bahwa demi cinta aku telah kehilangan kekuasaan.
Ia berkata, "Hakim menuntut saksi kalau ada pernyataan."
Aku berkata, "Air mata adalah saksiku, pucatnya wajahku adalah buktiku."
Ia berkata, "Saksi tidak sah, matamu juling."
Aku berkata, "Karena wibawa keadilanmu mataku terbebas dari dosa."
Pusi naratif di atas hanyalah salah satu butir pemaknaannya yang sempat tertinggal sampai hari ini. Dia menjadi seorang pendoa yang fasih, penyair yang mengerti makna-makna semesta casualitas hubungan Ilahi dengan dirinya sebagai manusia. Lalu dia berpuisi sambil berdoa. Sebab dengan puisi dia sesungguhnya telah berdoa. 


Dengan doa, sebenarnya dia telah melayang setinggi-tingginya dalam makrifat puitika, estetika Keilahian. Puisi-puisi Jalaluddin Rumi, penyair sufi itu, telah melabrak batas-batas pemaknaan yang memang layak untuk dilabrak. Lautan makna, lautan makrifat dalam doa, dalam puisi. Rumi, dia menjadi abadi dan guru bagi siapapun yang ingin ikut berenang dan menyelam ke dalam samudera pencaharian tentang-Nya secara nyata. Lalu kusebut dia Jalaludin Rumi, mistikus cinta di langit zaman.

Syair Rabi'ah Al Adawiyah

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 30 Agustus 2009 | Agustus 30, 2009


Perempuan sufi itu telah memutuskan untuk setia mengepakkan sayap-sayap cinta kepada-Nya. Rabi'ah Al Adawiah, perempuan yang telah menetapkan cinta hanya kepada-Nya. Tanpa airmata, tanpa kesedihan. Setiap lekuk rasa di jiwanya menerbangkan bergumpal-gumpal rindu membumbung tinggi ke aras-Nya. Kebahagiaan yang sempurna adalah cinta yang sempurna. Cinta yang sempurna adalah cinta kepada-Nya. Dan Perempuan sufi itu menyempurnakannya. Syair-syairnya dilesakkan ke langit cinta untuk menjadi kekasih-Nya.

Syair Rabi'ah Al Adawiyah

Syair ke-1 s/d ke-9

1
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cintaMu
Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpaMu
Tuhanku, bintang-gemintang berkelap-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu-pintu istana pun telah rapat tertutup
Tuhanku, demikian malampun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku Kau Terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau Tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mua
Inilah yang akan selalu ku lakukan
Selama Kau Beri aku kehidupan
Demi kemanusiaan-Mu,
Andai Kau Usir aku dari pintuMu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku padaMu sepenuh kalbu

2
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuhMu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabatMu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku

3
Aku mengabdi kepada Tuhan
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku padaNya
Ya Allah, jika aku menyembahMu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembahMu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembahMu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu
Yang abadi padaku

4
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
Kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, diantara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa denganMu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakana
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau Kehendaki

5
Aku mencintaiMu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
BagiMu pujian untuk semua itu

6
Buah hatiku, hanya Engkau yang kukasihi
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadiratMu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau

7
Hatiku tenteram dan damai jika aku diam sendiri
Ketika Kekasih bersamaku
CintaNya padaku tak pernah terbagi
Dan dengan benda yang fana selalu mengujiku
Kapan dapat kurenungi keindahanNya
Dia akan menjadi mihrabku
Dan rahasiaNya menjadi kiblatku
Bila aku mati karena cinta, sebelum terpuaskan
Akan tersiksa dan lukalah aku di dunia ini
O, penawar jiwaku
Hatiku adalah santapan yang tersaji bagi mauMu
Barulah jiwaku pulih jika telah bersatu dengan Mu
O, sukacita dan nyawaku, semoga kekallah
Jiwaku, Kaulah sumber hidupku
Dan dariMu jua birahiku berasal
Dari semua benda fana di dunia ini
Dariku telah tercerah
Hasratku adalah bersatu denganMu
Melabuhkan rindu

8
Sendiri daku bersama Cintaku
Waktu rahasia yang lebih lembut dari udara petang
Lintas dan penglihatan batin
Melimpahkan karunia atas doaku
Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna
Antara takjub atas keindahan dan keagunganNya
Dalam semerbak tiada tara
Aku berdiri dalam asyik-masyuk yang bisu
Ku saksikan yang datang dan pergi dalam kalbu
Lihat, dalam wajahNya
Tercampur segenap pesona dan karunia
Seluruh keindahan menyatu
Dalam wajahNya yang sempurna
Lihat Dia, yang akan berkata
“Tiada Tuhan selain Dia, dan Dialah Yang maha Mulia.”

9
Rasa riangku, rinduku, lindunganku,
Teman, penolong dan tujuanku,
Kaulah karibku, dan rindu padaMu
Meneguhkan daku
Apa bukan padaMu aku ini merindu
O, nyawa dan sahabatku
Aku remuk di rongga bumi ini
Telah banyak karunia Kau berikan
Telah banyak..
Namun tak ku butuh pahala
Pemberian ataupun pertolongan
CintaMu semata meliput
Rindu dan bahagiaku
Ia mengalir di mata kalbuku yang dahaga
Adapun di sisiMu aku telah tiada
Kau bikin dada kerontang ini meluas hijau
Kau adalah rasa riangku
Kau tegak dalam diriku
Jika akku telah memenuhiMu
O, rindu hatiku, aku pun bahagia



Melacak Seni Rupa Islam

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 29 Agustus 2009 | Agustus 29, 2009


Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling sering dipilih untuk menggelar karya seni rupa seperti kaligrafi dan berbagai seni Islami. Bulan Ramadhan tahun ini mungkin juga masih menjadi arena para kaligrafer memajang karyanya. 


Indonesia sebenarnya sudah sejak lama mengenal kaligrafi meski pada awalnya kaligrafi hanya sebatas ornamen arsitektur masjid dan makam. Bisa dihitung dengan jari para seniman seni rupa yang pernah sempat meamsuki ranah ini. Salah satunya adalah pelukis Affandi. 

Para pelukis yang mempelopori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung, asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal Palembang), dan H. Amang Rahman (Surabaya). Mereka membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkannya dari kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan dari pakem semula.

Sejak awal abad ke-14 kaligrafi telah menjadi medium yang paling penting dalam kesenian Arab dan budaya Islam. Kaligrafi sendiri berkembang dari gaya penulisan Arab dalam dua jenis, kursif dan kufik. Gaya kufik adalah penulisan yang kering, sedang kursif bergaya campuran. Keduanya sudah ada jauh sebelum Islam. Baru setelah Islam di bawah Umayah dan Abbasiyah, penulisan ini bermuatan religius dan berfungsi dakwah. Abu Ali Muhammad Ibnu Muqlah (wafat 940) menjadi kaligrafer di Baghdad pada abad awal. Abu Ali kemudian mengembangkan penulisan pertama dengan aturan proporsional yang ketat dan standar.

Kota Kufah berdiri di Irak di tahun 641 M. Salah satu kesenian yang berkembang adalah penulisan Kaligrafi dalam gaya yang lebih indah dan elegan yang dikenal sebagai Kufik atau Kufi. Kufi awal berupa tulisan Arab standar yang biasa dijumpai dalam buku Al Quran. 

Pada perkembangannya muncul Kufi Timur. Gaya ini bercirikan pada kecenderungan untuk membentuk belah ketupat, menekankan aspek geometris, dan lebih rigit. Gaya ini umumnya untuk buku kaligrafi daripada arsitektural, tapi sangat populer pada keramik. Kufi Berdaun memanfaatkan goresan tebal dengan ujung-ujung berbentuk kerucut kecil seperti ornamen daun-daunan. Ornamen ini ditambahkan pada lingkaran goresan. Gaya ini menjadi gaya paling populer pada inskripsi arsitektural sejak abad ke-10.

Kufi Terjalin mirip dengan kufi berdaun dengan garis-garis vertikal yang ditarik tinggi dan saling dikawinkan pada dua garis berdekatan oleh sebuah pola bunga. Gaya ini berkembang di abad 11 dan banyak memodifikasi bentuk ornamen. Komposisi kaligrafi kemudian menjadi lebih kompleks. Kufi Persegi adalah gaya kufi yang sederhana, hanya mengobah kufi standar ke dalam bentuk persegi-segi, sehingga terkesan kaku dan tegas. Gaya yang berkembang di abad 13 dan 14 ini bertentangan dengan tren yang sedang berkembang kala itu yang lebih kompleks. Gaya ini paling mempengaruhi seni arsitektur dunia hingga kini.
referensi: celoteh seorang mahasiswa Seni Rupa UNM Makassar

AWARD FRIENDSHIP

Kemarin saya mendapatkan award dari seorang sahabat. Namanya Lovers. Award ini dari PRAS2009 GUBUKBLEKENYEK kemudian ke blog sahabat JOKER Kemudian sampai ke LOVE IS BEAUTY lalu Lovers memberinya kepada saya. Terimakasih banyak ya, sobat. Buat sahabat yang saya beri Award diharap untuk mengambilnya.

Cara mengambil awardnya:

1. Buat post semacam ini.
2. Memasukan link blog orang yang memberi award.
3. Buat teman-teman yang belum follow silakan di follow dulu.
4. Copy paste gambar award ini

Award ini saya berikan lagi kepada tiga orang sahabat:
A-Choy
Mas Suro,danMantan Copet

Harap diambil ya.....

Tag

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 28 Agustus 2009 | Agustus 28, 2009


Alhamdulillah. Akhirnya kelar juga PR dari mbak Latifah Hizboel. Terimakasih ya mbak. Semoga persahabatan ini semakin erat. Meski terjepit di antara timpukan tugas-tugas tapi akhirnya berhasil juga dirampungkan. PR itu berupa Tag persahabatan, sebagai berikut:

Mari kita ikat persahabatan ini dengan hati ...

1. Anda rasa anda hot?
:Ya, tapi kadang, he he..sesuai mood kalee..

2. Upload gambar kesayangan anda!

3. Kenape anda suka gambar ini?
..dia lucu banget..dan kematiannya sungguh adalah inspirasi bagi pamannya.

4. Bila kali terakhir anda makan pizza?
Jujur, saya tidak pernah makan Pizza sebab tidak pernah ada niat untuk mencicipi ha ha tapi kalo ada yang traktir, kenapa tidak ho ho ho..

5. Lagu terakhir yang anda dengar?
Dia Maha Sempurna oleh Ungu Band. Baru saja tuh lagu diputar oleh teman yang lagi siaran.

6. Apa yang anda buat sambil selesaikan tag ini?
Sambil dengerin lagu-lagu religi

7. Selain dari nama anda sendiri, anda suka dipanggil dengan nama apa?
:Igo (Ivan Jenggot) he he..

8. Anda seorang yang:
:sederhana tapi periang
9. Lagu kesukaan
:Kesaksian (Iwan Fals)

10. Best food kesukaan anda
:Es pisang Ijo, pallu butung Makassar dan pisang goreng nyam..nyam uenak rek..

11.Sikap yang membuatkan anda stress
:lama gak ketemu orang yang dirindukan he he..

12. Benda yang harus ada di tas anda
:sebuah buku harian yang sudah agak lusuh

13. Fav Colour

Hitam, entah kenapa kok saya suka ya warna ini.

14. Tag lagi 6 orang tanpa rasa kekesalan (yg kesel tuh org yang nge-TAG or yg di-TAG yah) he he siapa ya...

Yanuar Catur Rastafara, kang Jaiman, Dinoe, A-Chen, Itik Bali, dan Joni

Soal tambahan:
15. Keinginan yang belum tercapai
: menikah dengan seorang perempuan salehah
16. Kamu pingin tinggal di kota mana
: di mana saja, yg penting tetap damai

Goong Renteng, Warisan Sunan Gunung Djati dan Sunan Bonang

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 27 Agustus 2009 | Agustus 27, 2009


Jika Sunan Kalijaga menggunakan seni wayang sebagai salah satu alat dakwah maka Sunan Gunung Djati memanfaatkan kesenian Goong Renteng yang diciptakan oleh sahabatnya, yaitu Sunan Bonang pada sekitar tahun 1600 M. Hingga kini Goong Renteng masih dapat dinikmati pada acara sakral, misalnya pada acara memperingati hari besar agama Islam. Salah satu seni tradisional peninggalan seni budaya Islam ini sudah sangat langka.

Goong Renteng merupakan salah satu jenis gamelan khas masyarakat Sunda yang sudah cukup tua. Paling tidak, Goong Renteng sudah dikenal sejak abad ke-16, dan tersebar di berbagai wilayah Jawa Barat. Goong renteng dapat ditemukan di Cileunyi dan Cikebo Sumedang, Lebakwang Bandung, dan Keraton Kanoman Cirebon.

Sesuai tradisi Goong Renteng biasanya ditabuh setelah perangkat gamelan itu dibersihkan, misalnya ketika digunakan untuk memeriahkan acara Muludan (peringatan hari lahirnya Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w.) dan acara ngebakan (memandikan; membersihkan) pusaka-pusaka pada setiap tanggal 12 Mulud. Goong Renteng, sayang sekali tidak banyak yang mengenal saalh satu seni budaya Islam ini.

sumber: -seorang sahabat di Cirebon
-Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung.

Kontribusi Sastra Islam Terhadap Sastra Dunia

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 25 Agustus 2009 | Agustus 25, 2009


Sastra Arab memasuki episode baru sejak agama Islam diturunkan di Jazirah Arab yang ajarannya disampaikan melalui Alquran. Kitab suci umat Islam itu telah memberi pengaruh yang amat besar dan signifikan terhadap bahasa Arab. Bahkan, Alquran tak hanya memberi pengaruh terhadap sastra Arab, namun juga terhadap kebudayaan secara keseluruhan. Sebagian orang menyebut Alquran sebagai karya sastra terbesar. Namun, sebagian kalangan tidak mendudukan Alquran sebagai karya sastra, dengan asumsi karena merupakan firman Allah SWT yang tak bisa disamakan dengan karya manusia. Teks penting lainnya dalam agama Islam adalah hadits atau sunnah.
Sastra Arab jahiliah memiliki ciri-ciri yang umumnya yang menggambarkan suatu kebanggaan terhadap diri sendiri (suku), keturunan, dan cara hidup. Sastra Arab atau Al- Adab Al-Arabi tampil dalam beragam bentuk prosa, fiksi, drama, dan puisi. Sastra Arab menjadi salah satu embrio ikon peradaban islam di bidang sastra. Sastra menempati posisi penting dalam sejarah peradaban Islam. Sejarah sastra Islam dan sastra Islami tak lepas dari perkembangan sastra Arab. Sebab, bahasa Arab merupakan bahasa suci Islam dan Alquran. Bahasa Arab dalam bentuk klasiknya atau bentuk Qurani mampu memenuhi kebutuhan religius, sastra, artistik dan bentuk formal lainnya.
Sastra Arab mulai berkembang sejak abad ke-6 M, ketika masyarakat Arab masih berada dalam peradaban jahiliyah. Dikenal ada dua karya sastra penting yang terkemuka yang ditulis sastrawan Arab di era pra-Islam. Keduanya adalah Mu’allaqat dan Mufaddaliyat.
Jejak dan perjalanan hidup Muhammad SAW yang begitu memukau dunia juga telah mendorong para sastrawan Muslim untuk mengabadikannya dalam sebuah biografi yang dikenal sebagai Al-Sirah Al-Nabawiyyah. Sarjana Muslim yang pertama kali menulis sejarah hidup Nabi Muhammad adalah Wahab bin Munabbih. Namun, Al-Sirah Al-Nabawiyyah yang paling populer ditulis oleh Muhammad bin Ishaq.
Sejarah mencatat, sastra sangat berkembang pesat di era keemasan Islam. Di masa kekhalifahan Islam berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari para penguasa Muslim. Pada era itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan puisi dengan diiringi musik. Pada zaman itu, puisi masih sederhana. Puisi Arab yang kompleks dan panjang disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik. Sehingga puisi dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.
Sastra makin tumbuh di era kekuasaan Daulah Abbasiyah - yang berkuasa di Baghdad pada abad ke-8 M. Masa keemasan kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mun berkuasa. Pada era itu, prosa Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan berdampingan dengan puisi. Puisi sekuler dan puisi keagamaan juga tumbuh beriringan.
Para sastrawan di era kejayaan Abbasiyah turut mempengaruhi perkembangan sastra di Eropa era Renaisans. Salah seorang sastrawan yang melahirkan prosa-prosa jenius pada masa itu bernama Abu ‘Uthman ‘Umar bin Bahr al- Jahiz (776 M - 869 M) - cucu seorang budak berkulit hitam. Karya terkemuka Al-Jahiz adalah Kitab al-Hayawan, atau ‘Buku tentang Binatang’ sebuah antologi anekdot-anekdot binatang - yang menyajikan kisah fiksi dan non-fiksi. Selain itu, karya lainnya yang sangat populer adalah Kitab al-Bukhala.
referensi: Poaseos Asiaticae Commen tarii Libri Sex (1774 M) oleh William Jones (1746 M -1794 M)

Hasan bin Tsabit Sang Penyair Jihad

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 24 Agustus 2009 | Agustus 24, 2009


Islam dan sastra di setiap zaman selalu memiliki hubungan unik. Di satu sisi, kesusastraan Islam berfungsi sebagai salah satu alat dakwah bahkan sebagai alat jihad. Di sisi lain, sastra dapat menjadi musuh Islam ketika karya sastra muncul sebagai penghujat dan penghina Islam. 

Di zaman Rasulullah Saw, syair tak saja memiliki fungsi sebagai karya sastra tetapi juga sebagai pembela dan pengobar semangat. Sudah menjadi tradisi bangsa Arab zaman dahulu untuk memiliki seorang penyair hebat. Para penyair menjadi lidah suatu kabilah, syair-syair yang dilantunkannya memberi pembelaan terhadap serangan kabilah yang lain yang menghina dan mencela kabilahnya. Bahkan dinding kabbah menjadi saksi ratusan syair-syair yang ditempelkan oleh berbagai suku di tanah Arab. Dalam waktu tertentu, ribuan orang berdatangan untuk membaca syair-syair di dinding kabbah. Tradisi kesusastraan Islam yang diawali oleh kebiasaan bangsa Arab dapat menjadi penangkal klaim budaya oleh bangsa maupun agama lain.

Hassan bin Tsabit adalah salah seorang sahabat Rasulullah, Saw. Dalam sejarah, Hasan bin Tsabit tidak terlibat di medan perang, tapi 'hanya' berjihad dengan lisan dan tulisan. Nabi ridha kepadanya dan malaikat jibril mendukungnya. Syair-syair Hasan bin Tsabit membangkitkan semangat juang para mujahid. Rasulullah saw menempatkan beliau sesuai kapasitas dan potensinya. Sangat luar biasa . Syair-syair yang ditulis Hassan itu termasuk bagian dari jihadnya, yang boleh jadi bisa dikatakan sebagai sarana jihad. Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang mempersiapkan kendaraan orang untuk berperang, berarti ia telah berparang." (HR.Bukhari dan Muslim). Rasulullah mengangkat Hasan bin Tsabit secara resmi sebagai penyair islam.


Hasan bin Tsabit sangat dibanggakan oleh Rasulullah karena syair-syair yang diciptakannya mampu menangkis hinaan dan celaan orang-orang Quraisy. Ketika orang-orang Quraisy melantunkan syair yang bernada penghinaan kepada Rasulullah maka Hasan bin Tsabit tampil membuat syair balasan. Bagaikan tombak yang merobek jantung, syair Hasan bin Tsabit membuat orang-orang Quraisy terdiam membisu karena tak sanggup membuat syair tandingannya. Ketika Rasulullah dihina, Hasan bin Tsabit mengatakan:

Kamu menghina Muhammad maka aku membelanya
Dan di sisi Allah-lah balasan dari semua itu
Kamu menghina Muhammad yang baik lagi bertakwa
Seorang utusan Allah yang selalu menepati janji
Sesungguhnya bapakku, ibuku, dan kehormatanku
Adalah pelindung bagi kehormatan Muhammad dari kalian

Selain Hasan bin Tsabit juga dikenal penyair Islam lainnya seperti Kaab bin Malik dan Kaab bin Zuhair yang syair-syairnya juga membela dan memuji Rasulullah. Kaab bin Malik terkenal dengan kejujurannya dan rasa penyesalan yang sangat atas kelalaiannya tidak mengikuti perang Tabuk karena lebih mementingkan dunia. Sedangkan Kaab bin Zuhair terkenal dengan syair puji-pujian dan salah satu syairnya berjudul Burdah menjadi nama syair pujian kepada Rasulullah Saw sampai sekarang. Penyair lainnya seperti Abdullah Ibnu Rawahah, panglima perang pasukan Islam yang juga seorang penyair. Saat pasukan Islam meninggalkan Madinah untuk berperang, ia berdiri tegak dan mengucap syairnya:

Yang kupinta kepada Allah Yang Maha Rahman,
Keampunan dan kemenangan di medan perang,
Dan setiap ayunan pedangku memberi ketentuan,
Bertekuk lututnya angkatan perang syetan,
Akhirnya aku tersungkur memenuhi harapan,
Mati syahid di medan perang!

referensi: Wikipedia Bahasa Indonesia

Menelusuri Peninggalan Seni Budaya Islam

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 23 Agustus 2009 | Agustus 23, 2009


Alhamdulillah, akhirnya bisa posting lagi meski jaringan internet agak kacau selama beberapa hari. Tapi saya yakin itu adalah juga ujian bagi kesabaran saya sebagai blogger yang sedang berpuasa. Semoga ada hikmah dan berkahnya. Amin. Itu semua harus disyukuri tanpa harus menggerutu. Sebagai bentuk kesyukuran dan sekaligus oleh-oleh setelah kembali dari pulang kampung, kali ini saya posting secuil dari jejak sejarah islam di Indonesia dilihat dari bukti peninggalan seni budaya.

Jejak-jejak sejarah Islam di Indonesia menempatkan bukti arkeologis, salah satunya karya seni yang mendukung eksistensi Islam di Indonesia. Bukti historis dan arkeologis dapat dilihat pada budaya dan tradisi yang telah lama hidup dan berkembang di tengah masyarakat semenjak puluhan abad lampau. Hasil-hasil kebudayaan yang bercorak Islam dapat kita temukan antara lain dalam bentuk bangunan (masjid, makam) dan seni.

Berbagai bentuk karya seni Islam meliputi seni ukir, seni pahat, seni pertunjukan, seni lukis, dan seni sastra. Seni ukir dan seni pahat ini dapat dijumpai pada masjid-masjid di Jepara. Seni pertunjukan berupa rebana dan tarian, misalnya tarian Seudati. Pada seni aksara, terdapat tulisan berupa huruf arab-melayu, yaitu tulisan arab yang tidak memakai tanda (harakat, biasa disebut arab gundul).

Salah satu peninggalan Islam yang cukup menarik dalam seni tulis ialah kaligrafi.
Kaligrafi adalah menggambar dengan menggunakan huruf-huruf arab. Kaligrafi dapat ditemukan pada makam Malik As-Saleh dari Samudra Pasai.

Di Bidang sastra, seniman muslim menghasilkan karya sastra berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab. Syair banyak ditulis oleh penyair Islam, Hamzah Fansuri. Karyanya yang terkenal adalah Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si Burung Pangi, dan Syair Si Dang Fakir.Syair-syair sejarah peninggalan Islam antara lain Syair Kompeni Walanda, Syair Perang Banjarmasin, dan Syair Himop. Syair-syair fiksi antara lain Syair Ikan Terumbuk dan Syair Ken Tambunan.

Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita atau dongeng yang sering dikaitkan dengan tokoh sejarah. Peninggalan Islam berupa hikayat antara lain, Hikayat Raja Raja Pasai, Hikayat Si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Jauhar Manikam. Suluk adalah kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Peninggalan Islam berupa suluk antara lain Suluk Wujil, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sukarsa, Suluk Syarab al Asyiqin, dan Suluk Malang Sumirang.

Babad adalah cerita sejarah yang banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang di luar nalar. Peninggalan Islam berupa babad antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Sejarah Melayu (Salawat Ussalatin), Babad Raja-Raja Riau, Babad Demak, Babad Cirebon, Babad Gianti. Kitab-kitab peninggalan Islam yang sangat terkenal antara lain Kitab Manik Maya, Us-Salatin Kitab Sasana-Sunu, Kitab Nitisastra, Kitab Nitisruti, serta Sastra Gending karya Sultan Agung.

Seniman Instalasi Makassar Mewakili Indonesia di Belanda

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 18 Agustus 2009 | Agustus 18, 2009


Sebuah cerobong yang terbuat dari bambu itu tegak berdiri. Jerami dan biji jagung dihamparkan di bawah cerobong. Taburan biji jagung ini mengundang ribuan burung yang hidup di Guando Nature Park, yang dikenal sebagai situs migrasi 229 jenis burung. Guandu Nature Park yang memiliki luas 57 hektar itu berada di bagian utara Taiwan, tepat di pertemuan Sungai Danshui dan Sungai Jilong. Seniman instalasi, Firman Jamil menancapkan bambu enam batang, dengan panjang sekitar 7 meter dan berdiameter 12 cm. Lalu dihamparkannya biji jagung 10 kilogram.

Itulah salah satu karya seni instalasi dari Firman Jamil yang diberi judul Zero Flue = Zero Chimney dalam festival seni instalasi lingkungan hidup yang bertema “Focus on Global Warming” di Guandu Nature Park, Taiwan, April 2008. Firman melihat ketersediaan lahan dan air bersih adalah satu soal rumit bagi kita. Ia merancang karya Zero Flue = Zero Chimney sebagai upaya rekonstruksi pengertian pemahaman terkait energi alternatif. Firman Jamil adalah seniman instalasi Makassar yang paling sering mewakili Indonesia di berbagai festival seni instalasi tingkat dunia.



Kini selama 7 bulan, sejak 7 Juni hingga 31 Desember 2009 mendatang, Firman Jamil kembali mewakili Indonesia di Belanda bersama 12 seniman dunia lainnya dalam sebuah festival seni instalasi yang bertema lingkungan hidup. Seniman bertubuh kurus dari Makassar ini termasuk langka. Dia yang selalu melintasi batas-batas demarkasi alam batas bawah sadar melalui seni instalasi yang mencengangkan.



*referensi: http://firmandjamil.blogspot.com/
koran Tribun


Yang berikut ini bukan gambar seni instalasi melainkan award dari seorang cerpenis bernama mbak Fanny Fredlina. Bagi saya, dia seorang guru (terutama dalam ilmu menulis) dan sekaligus sahabat. Terimakasih ya mbak dengan award keren ini. Sebuah award yang keseluruhan bentuk, warna maupun gambar di setiap lekukannya benar-benar mencerminkan pembuatnya. Award ini dibuat mbak Fanny untuk merayakan ulang tahun yang pertama bagi blognya yang kini berjumlah 9 (jumlah yang fantastis). Semoga tetap semangat ngeblog ya mbak.


Kini giliran saya memberikan award ini sebagai salah satu perekat persahabatan kepada 3 orang sahabat : Shobi Black Magic, mbak Santi, dan kang Jamain.

Catatan Kaki di Seputar Proklamasi

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 17 Agustus 2009 | Agustus 17, 2009

Ternyata masih ada naskah asli proklamasi yang pertama sebelum naskah kedua yang kita kenal sekarang yang pernah dibacakan Bung Karno. Seorang penyiar radio dengan gagah berani menyiarkan naskah proklamasi ke seluruh dunia. Catatan kaki lainnya di seputar proklamasi terdapat dalam sebuah klipping yang saya simpan di rak buku sejak 4 tahun lalu. Isinya dikumpulkan dari berbagai sumber buku-buku sastra yang mengandung fakta sejarah dan juga dari internet. Selengkapnya berikut ini:

* Tidak banyak yang tahu termasuk kalangan penyiar radio dan wartawan siapa H.M. Jusuf Ronodipuro. Namanya sudah tenggelam atau mungkin ditenggelamkan sejak dia ikut meneken Petisi 50 bersama Ali Sadikin, A.H. Nasution, H.R. Dharsono dan sebagainya pada 5 Mei 1980. Petisi itu ditujukan antara lain untuk mengoreksi langkah-langkah Soeharto sebagai Presiden RI yang dianggap melenceng. Dialah pejuang yang membacakan naskah Proklamasi 1945 melalui stasiun radio milik Jepang, Hoso Kyoku di Jakarta yang disiarkan ke seluruh dunia hingga banyak negara tahu dan kemudian mengakui kemerdekaan Indonesia.

Jusuf bersama Bahtar dan kawan-kawan yang lain lalu memutuskan untuk menyiarkan naskah Proklamasi Kemerdekaan lewat radio Jepang itu, seperti diminta Adam Malik. Singkat kata akhirnya Jusuf membacakan naskah itu di depan corong selama 15 menit di ruang siaran luar negeri, yang sudah ditutup oleh Jepang sejak 15 Agustus menyusul hancurnya Nagasaki dan Hiroshima akibat dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat. Belakangan pihak Jepang mengetahui adanya siaran itu. Jusuf dan Bahtar diinterogasi dan disiksa. Pembacaan naskah Proklamasi itu lima tahun kemudian disiarkan ulang pada 17 Agustus 1950 dari gedung pola.

* Naskah proklamasi dibahas dan disepakati oleh anggota BPUPKI pada 14 Juli 1945 (tanggal yang bertepatan dengan Revolusi Prancis), selama kira-kira 76 menit, dari jam 13.30 — 14.46. Naskah ini tidak jadi dibacakan karena pada dinihari 17 Agustus 1945, pada saat Soekarno-Hatta, dkk., berkumpul di kediaman Marsekal Maeda untuk membahas pernyataan kemerdekaan, tidak ada satu pun orang yang hadir membawa naskah Pernyataan Kemerdekaan yang disusun di BPUPKI.

Itulah sebabnya muncul naskah Proklamasi yang begitu pendek dan ringkas yang berbunyi: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.”

Berikut di bawah ini naskah Proklamasi yang tidak jadi dibacakan itu:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu makan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Bangsa Indonesia di zaman dahulu telah mempunyai riwayat mulia dan bahagia, yang batas-batasnya meliputi seluruh kepulauan Indonesia sampai ke Papua, malah melampaui ke daratan Asa sampai ke batas-batas tanah Siam; negara merdeka, yang dalam perhubungan perdamaian dan persahabatan dengan negara-negara merdeka di daratan Asia, menyambut tiap-tiap bang sayang datang dengan kemurahan hati.

Kedatangan bangsa-bangsa Barat di Indonesia, membawalah bencana kepada bangsa Indonesia itu. Lebih dari tiga abad meringkuklah bangsa Indonesia di bawah kekuasaan Belanda dengan haluan politik jahat: memecah-mecah persatuan kita, mengina, menginjak-injak rasa kehormatan kita, menghina, menghisap-memeras kekayaan kita untuk kepentingan bangsa Belanda sendiri.

Perkosaan yang jahat itu tidak dapat persambungan dalam dunia seterusnya, yang di dalamnya bertambah-tambah kehebatan perlombaan imperialisme Barat, berebut kekayaan segenap dunia. Dan lama-kelamaan bangkitlah kembali dengan sehebat-hebanya semangat perlawanan bangsa Indonesia, yang memang tak pernah padam dan tak pernah dipadamkan, dalam lebih 3 abad perkosaan oleh imperialisme Belanda itu. Sejarah kolonialisme Belanda di Indonesa adalah sejarah berpuluh-puluh pemberontakan bangsa Indonesia melawan imperialisme Belanda itu. Bergeloralah lagi di dalam kalbu bangsa Indonesia tekad yang berkobar-kobar berbangkit kembali sebagai satu bangsa yang merdeka dalam satu negara yang merdeka, melahirkanlah pergerakan teratur dalam bangsa Indonesia, yang didasarkanatas cita-cita keadilan dan kemausiaan, menuntut pengakuan hak kemerdeaan tiap-tiap bangsa. Tidak tercegah, tidak tertahan tumbuhnya, meluas dan mendalam pergerakan ni dalam segenap lapisan dan segenap barisan bangsa Indonesia, betapa pun kerasnya, betapa pun buasnya betapa pun ganasnya kekuatan pemerintah Belanda berkhtiar mencegah dan menindasnya.

Di saat memuncaknya gelagat pergerakan itu yang seperti barat saat kelahiran anak dari kandungan ibunya, maka Tuhan Yan Maha Kuasa telah membelokkan perjaanan riwayat dunia, mengalih/memindahakn perimbangan kekuasaan di muka bumi, istimewa di daerah lautan Teduh, untuk membantu pembinaan kelahiran itu.
Tuntutan Dai Nippo Teikoku, bertentangan denan tujuan-tujuan imperialisme Barat, yaitu tuntutan hak kemerdekaan Asia atas dasar persamaan ha bangsa-bangsa, serta politik ang dengan tegas dan tepat dijalankan olehnya, menuju pembangunan negara-negara merdeka dan lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya, akhirnya telah menyebabkan Dai Nipoon Teikoku metnyatakan perang kepada Amerika Serikat dan Inggris. Perang Asia Timur Raya ini, yang berkebetulan dengan saat memuncaknya perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesa dan pergerakan kmerdekaan bangsa-bangsa Asia yang lain, menjadilah sebagai puncak pertemuan perjuangan kemerdekaan segala bangsa Asia di daratan dan di kepulauan Asia.

Dengan mengakui dan menghargai tnggi keutamaan niat dan tujuan Dai Nipoon Teikoku dengan Perang Asia Timur Raya itu, maka tiap-tiap bangsa dalam lingkungan Asia Tmur Raya atas dasar pembelaan bersama, wajiblah menyumbangkan sepenuhnya tenaganya dengan tekad yang sebulat-bulatnya, kepada perjuangan bersama itu, sebagai jaminan yang seteguh-teguhnya untuk keselamatan kemerdekaannya masing-masing.

Maka sekarang, telah sampailah perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia, adil dan makmur, yang hidup sebagai anggota sejati dalam kekeluargaan Asia Timur Raya. Di depan pintu gerbang Negara Indonesia itula rakyat Indonesia menyatakan hormat dan terima kasih kepada semua pahlawan-pahlawan kemerdekaannya yang telah mangkat.

Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, berdasar atas segala alasan yang tersebut di atas itu, dan didorong oleh keinginan luhur supaya bertangung-jawab atas nasib sendiri, berkehidupan kebangsaan yang bebas, mulia, terhormat, maka rakyat Indonesia dengan ini:
MENYATAKAN KEMERDEKAAN.

* Rekaman suara asli Bung Karno yang membaca teks proklamasi dilakukan di radio setelah 6 tahun kemudian. “Proklamasi itu hanya satu kali!” begitu kata Ir. Sukarno dengan nada marah kepada Jusuf Ronodipuro pada suatu hari di awal tahun 1951. Dalam pengakuan kepada salah seorang kerabat dekatnya Louisa Tuhatu, Jusuf Ronodipuro dengan rendah hati mengatakan, kebetulan sekali saat RRI baru saja membeli peralatan baru dan mendadak pula muncul ide di benaknya untuk merekam suara Bung Karno membacakan proklamasi.

Meskipun sempat ‘ciut’ juga dimarahi oleh Sang Pemimpin Besar Revolusi, tetapi Jusuf tetap bersikukuh. “Betul, Bung. Tetapi saat itu rakyat tidak mendengar suara Bung,” bujuknya. Bung Karno pun bersedia merekam suaranya tengah membacakan naskah proklamasi. Ini terjadi hampir 6 tahun setelah proklamasi yang asli dibacakan.
* Mungkinkah Revolusi Kemerdekaan Indonesia disebut sebagai revolusi dari kamar tidur? Coba simak ceritanya. Pada 17 Agustus 1945 pukul 08.00, ternyata Bung Karno masih tidur nyenyak di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Dia terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda .
Pating greges, keluh Bung Karno setelah dibangunkan de Soeharto, dokter kesayangannya. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan intramusculair dan menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur lagi.

Pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah.

“Demikianlah Saudara-saudara! Kita sekalian telah merdeka!”, ujar Bung Karno di hadapan segelintir patriot-patriot sejati. Mereka lalu menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya. masih meriang. Tapi sebuah revolusi telah dimulai…

* Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata berlangsung tanpa protokol, tak ada korps musik, tak ada konduktor dan tak ada pancaragam. Tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar, serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara. Tetapi itulah, kenyataan yang yang terjadi pada sebuah upacara sakral yang dinanti-nantikan selama lebih dari tiga ratus tahun!

* Bendera Pusaka Sang Merah Putih adalah bendera resmi pertama bagi RI. Tetapi dari apakah bendera sakral itu dibuat? Warna putihnya dari kain sprei tempat tidur dan warna merahnya dari kain tukang soto!

* Setelah merdeka 43 tahun, Indonesia baru memiliki seorang menteri pertama yang benar-benar orang Indonesia asli. Karena semua menteri sebelumnya lahir sebelum 17 Agustus 1945. Itu berarti, mereka pernah menjadi warga Hindia Belanda dan atau pendudukan Jepang, sebab negara hukum Republik Indonesia memang belum ada saat itu. “Orang Indonesia asli” pertama yang menjadi menteri adalah Ir Akbar Tanjung (lahir di Sibolga, Sumatera Utara, 30 Agustus 1945), sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993).

* Menurut Proklamasi 17 Agustus 1945, Kalimantan adalah bagian integral wilayah hukum Indonesia. Kenyataannya, pulau tersebut paling unik di dunia. Di pulau tersebut, ada 3 kepala negara yang memerintah! Presiden Soeharto (memerintah 4 wilayah provinsi), PM Mahathir Mohamad (Sabah dan Serawak) serta Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei).

* Hubungan antara revolusi Indonesia dan Hollywood, memang dekat. Setiap 1 Juni, selalu diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila semasa Presiden Soekarno. Pada 1956, peristiwa tersebut “hampir secara kebetulan” dirayakan di sebuah hotel Hollywood. Bung Karno saat itu mengundang aktris legendaris Marylin Monroe, untuk sebuah makan malam di Hotel Beverly Hills, Hollywood. Hadir di antaranya Gregory Peck, George Murphy dan Ronald Reagan (25 tahun kemudian menjadi Presiden AS). Yang unik dari pesta menjelang Hari Lahir Pancasila itu, adalah kebodohan Marilyn dalam hal protokol. Pada pesta itu, Maryln menyapa Bung Karno bukan dengan “Mr President” atau “Your Excellency”, tetapi dengan Prince Soekarno!

* Ada lagi hubungan erat antara 17 Agustus dan Hollywood. Judul pidato 17 Agustus 1964, Tahun Vivere Perilocoso (Tahun yang Penuh Bahaya), telah dijadikan judul sebuah film The Year of Living Dangerously . Film tersebut menceritakan pegalaman seorang wartawan asing di Indonesia pada 1960-an. Pada 1984, film yang dibintangi Mel Gibson itu mendapat Oscar untuk kategori film asing!

* Naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte oleh Bung Hatta, ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh Pemerintah! Anehnya, naskah historis tersebut justru disimpan dengan baik oleh wartawan B. M. Diah. Diah menemukan draft proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik. Pada 29 Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.

* Ketika tiba di Pelabuhan Sunda Kelapa 9 Juli 1942 siang bolong, Bung Karno mengeluarkan komentar pertama yang janggal didengar. Setelah menjalani pengasingan dan pembuangan oleh Belanda di luar Jawa, Bung Karno justru tidak membicarakan strategis perjuangan menentang penjajahan. Masalah yang dibicarakannya, hanya tentang sepotong jas! “Potongan jasmu bagus sekali!” komentar Bung Karno pertama kali tentang jas double breast yang dipakai oleh bekas iparnya, Anwar Tjikoroaminoto, yang menjemputnya bersama Bung Hatta dan segelintir tokoh nasionalis.

* Rasa-rasanya di dunia ini, hanya the founding fathers Indonesia yang pernah mandi air seni. Saat pulang dari Dalat (Cipanasnya Saigon), Vietnam, 13 Agustus 1945, Soekarno bersama Bung Hatta, dr Radjiman Wedyodiningrat dan dr Soeharto (dokter pribadi Bung Karno) menumpang pesawat fighter bomber bermotor ganda. Dalam perjalanan, Soekarno ingin sekali buang air kecil, tetapi tak ada tempat. Setelah dipikir, dicari jalan keluarnya untuk hasrat yang tak tertahan itu. Melihat lubang-lubang kecil di dinding pesawat, di situlah Bung Karno melepaskan hajat kecilnya. Karena angin begitu kencang sekali, bersemburlah air seni itu dan membasahi semua penumpang. Byuuur…

Berkat kebohongan, peristiwa sakral Proklamasi 17 Agustus 1945 dapat didokumentasikan dan disaksikan oleh kita hingga kini. Saat tentara Jepang ingin merampas negatif foto yang mengabadikan peristiwa penting tersebut, Frans Mendoer, fotografer yang merekam detik-detik proklamasi, berbohong kepada mereka. Dia bilang tak punya negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan Pelopor, sebuah gerakan perjuangan. Mendengar jawaban itu, Jepang pun marah besar. Padahal negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman Kantor harian Asia Raja. Setelah Jepang pergi, negatif itu diafdruk dan dipublikasi secara luas hingga bisa dinikmati sampai sekarang. Bagaimana kalau Mendoer bersikap jujur pada Jepang?

* Kali ini, Bung Hatta yang berbohong demi proklamasi. Waktu masa revolusi, Bung Karno memerintahkan Bung Hatta untuk meminta bantuan senjata kepada Jawaharlal Nehru. Cara untuk pergi ke India pun dilakukan secara rahasia. Bung Hatta memakai paspor dengan nama “Abdullah, co-pilot”. Lalu beliau berangkat dengan pesawat yang dikemudikan Biju Patnaik, seorang industrialis yang kemudian menjadi menteri pada kabinet PM Morarji Desai. Bung Hatta diperlakukan sangat hormat oleh Nehru dan diajak bertemu Mahatma Gandhi. Nehru adalah kawan lama Hatta sejak 1920-an dan Gandhi mengetahui perjuangan Hatta. Setelah pertemuan, Gandhi diberi tahu oleh Nehru bahwa “Abdullah” itu adalah Mohammad hatta. Apa reaksi Gandhi? Dia marah besar kepada Nehru, karena tidak diberi tahu yang sebenarnya. “You are a liar!” ujar tokoh kharismatik itu kepada Nehru
* Bila 17 Agustus menjadi tanggal kelahiran Indonesia, justru tanggal tersebut menjadi tanggal kematian bagi pencetus pilar Indonesia. Pada tanggal itu, pencipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, WR Soepratman (wafat 1937) dan pencetus ilmu bahasa Indonesia, Herman Neubronner van der Tuuk (wafat 1894) meninggal dunia.

* Bendera Merah Putih dan perayaan tujuh belasan bukanlah monopoli Indonesia. Corak benderanya sama dengan corak bendera Kerajaan Monaco dan hari kemerdekaannya sama dengan hari proklamasi Republik Gabon (sebuah negara di Afrika Barat) yang merdeka 17 Agustus 1960.

* Jakarta, tempat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dan kota tempat Bung Karno dan Bung Hatta berjuang, tidak memberi imbalan yang cukup untuk mengenang co-proklamator Indonesia. Sampai detik ini, tidak ada “Jalan Soekarno-Hatta” di ibu kota Jakarta. Bahkan, nama mereka tidak pernah diabadikan untuk sebuah objek bangunan fasilitas umum apa pun sampai 1985, ketika sebuah bandara diresmikan dengan memakai nama mereka.

* Gelar Proklamator untuk Bung Karno dan Bung Hatta, hanyalah gelar lisan yang diberikan rakyat Indonesia kepadanya selama 41 tahun! Sebab, baru 1986 Permerintah memberikan gelar proklamator secara resmi kepada mereka.

Kalau saja usul Bung Hatta diterima, tentu Indonesia punya “lebih dari dua” proklamator. Saat setelah konsep naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia rampung disusun di rumah Laksamana Maeda, Jl. Imam Bonjol no 1, Jakarta, Bung Hatta mengusulkan semua yang hadir saat rapat dini hari itu ikut menandatangani teks proklamasi yang akan dibacakan pagi harinya. Tetapi usul ditolak oleh Soekarni, seorang pemuda yang hadir. Rapat itu dihadiri Soekarno, Hatta dan calon proklamator yang gagal: Achmad Soebardjo, Soekarni dan Sajuti Melik. “Huh, diberi kesempatan membuat sejarah tidak mau”, gerutu Bung Hatta karena usulnya ditolak.

* Perjuangan frontal melawan Belanda, ternyata tidak hanya menelan korban rakyat biasa, tetapi juga seorang menteri kabinet RI. Soepeno, Menteri Pembangunan dan Pemuda dalam Kabinet Hatta, merupakan satu-satunya menteri yang tewas ditembak Belanda. Sebuah ujung revolver, dimasukkan ke dalam mulutnya dan diledakkan secara keji oleh seorang tentara Belanda. Pelipis kirinya tembus kena peluru. Kejadian tersebut terjadi pada 24 Februari 1949 pagi di sebuah tempat di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Saat itu, Soepeno dan ajudannya sedang mandi sebuah pancuran air terjun.

* Belum ada negara di dunia yang memiliki ibu kota sampai tiga dalam kurun waktu relatif singkat. Antara 1945 dan 1948, Indonesia mempunyai 3 ibu kota, yakni Jakarta (1945-1946), Yogyakarta (1946-1948) dan Bukittinggi (1948-1949).
* Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia Jenderal Soedirman, pada kenyatannya tidak pernah menduduki jabatan resmi di kabinet RI. Beliau tidak pernah menjadi KSAD, Pangab, bahkan menteri pertahanan sekalipun!

* Wayang ternyata memiliki simbol pembawa sial bagi rezim yang memerintah Indonesia. Betapa tidak, pada 1938-1939, Pemerintah Hindia Belanda melalui De Javasche Bank menerbitkan uang kertas seri wayang orang dan pada 1942, Hindia Belanda runtuh dikalahkan Jepang. Pada 1943, Pemerintah Pendudukan Jepang menerbitkan uang kertas seri wayang Arjuna dan Gatotkoco dan 1945, Jepang terusir dari Indonesia oleh pihak Sekutu. Pada 1964, Presiden Soekarno mengeluarkan uang kertas baru seri wayang dengan pecahan Rp1 dan Rp2,5 dan 1965 menjadi awal keruntuhan pemerintahannya menyusul peristiwa G30S/PKI.

* Perintah pertama Presiden Soekarno saat dipilih sebagai presiden pertama RI, bukanlah membentuk sebuah kabinet atau menandatangani sebuah dekret, melainkan memanggil tukang sate! Itu dilakukannya dalam perjalanan pulang, setelah terpilih secara aklamasi sebagai presiden. Kebetulan di jalan bertemu seorang tukang sate bertelanjang dada dan nyeker (tidak memakai alas kaki). “Sate ayam lima puluh tusuk!”, perintah Presiden Soekarno. Disantapnya sate dengan lahap dekat sebuah selokan yang kotor. Dan itulah, perintah pertama pada rakyatnya sekaligus pesta pertama atas pengangkatannya sebagai pemimpin dari 70 juta jiwa lebih rakyat dari sebuah negara besar yang baru berusia satu hari.

* Kita sudah mengetahui, hubungan antara Bung Karno dan Belanda tidaklah mesra. Tetapi Belanda pernah memberikan kenangan yang tak akan pernah dilupakan oleh Bung Karno. Enam hari menjelang Natal 1948, Belanda memberikan hadiah Natal di Minggu pagi, saat orang ingin pergi ke gereja, berupa bom yang menghancurkan atap dapurnya. Hari itu, 19 Desember 1948, ibu kota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

* Sutan Sjahrir, mantan Perdana Menteri RI pertama, menjadi orang Indonesia yang memiliki prestasi “luar biasa” dan tidak akan pernah ada yang menandinginya. Waktu beliau wafat 1966 di Zurich, Swiss, statusnya sebagai tahanan politik. Tetapi waktu dimakamkan di Jakarta beberapa hari kemudian, statusnya berubah sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
*disarikan dari berbagai sumber

Asrul Sani, Pelopor Sastrawan Angkatan '45

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 16 Agustus 2009 | Agustus 16, 2009


Sewaktu saya masih duduk di bangku SMP, teman-teman sekelas saya yang suka membolos pun pasti mengenal sosok ini. Namanya memang termasuk yang paling sering harus dihapalkan untuk mata pelajaran sastra dan bahasa Indonesia. Jika Indonesia lebih mengenal Chairil Anwar sebagai penyair paling legendaris milik bangsa, maka adalah Asrul Sani, Chairil Anwar, dan Rivai Apin yang mengumpulkan karya puisi bersama-sama berjudul “Tiga Menguak Takdir” yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku di tahun 1950. Mereka bertiga didaulat menjadi tokoh pelopor sastrawan Angkatan 45. Yang paling dituakan di antara kertiganya adalah Asrul Sani, Seniman kelahiran Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1927 dan wafat 11 Januari 2004. Ia adalah salah satu pelaku terpenting sejarah kebudayaan modern Indonesia.
Sewaktu sekolah, Asrul Sani pernah duduk sebangku dengan sastrawan Pramoedya Ananta Toer di SLTP Taman Siswa Jakarta. Zaman revolusi fisik membakar semangatnya lalu bersama kawan-kawannya menyatukan visi perjuangan revolusi kemerdekaan ke dalam bentuk Lasjkar Rakjat Djakarta. Di Bogor dia memimpin Tentara Pelajar, menerbitkan suratkabar “Suara Bogor”, redaktur majalah kebudayaan “Gema Suasana”, anggota redaksi “Gelanggang”, ruang kebudayaan majalah “Siasat”, dan wartawan pada majalah “Zenith”.
Setamat Sekolah Rakyat di Rao, Asrul Sani merantau ke Jakarta belajar di Sekolah Teknik, lalu masuk ke Fakultas Kehewanan Universitas Indonesia (di kemudian hari dikenal sebagai Institut Pertanian Bogor). Sempat pindah ke Fakultas Sastra UI namun kemudian balik lagi hingga tamat memperoleh titel dokter hewan. Kekuatan jiwa seni lebih mencetak seorang Asrul Sani untuk total berkesenian. Dia sempat ke negeri Belanda untuk belajar di Sekolah Seni Drama. Pada tahun 1955 hingga 1957 ke Amerika Serikat untuk belajar dramaturgi dan sinematografi di University of Southern California
Totalitas jiwa berkesenian terutama film makin menguat pada dirinya setelah Asrul Sani bertemu Usmar Ismail, salah seorang tokoh perfilman. Keduanya sepakat mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) yang melahirkan banyak sineas maupun seniman teater terkenal, seperti Teguh Karya, Wahyu Sihombing, Tatiek W. Maliyati, Ismed M Noor, Slamet Rahardjo Djarot, Nano dan Ratna Riantiarno, Deddy Mizwar, dan lain-lain. Sebagai sutradara, Asrul Sani menyutradarai film “Titian Serambut Dibelah Tudjuh” pada tahun 1959. Dan, ia mulai mencapai kematangan ketika sebuah film karyanya “Apa yang Kau Cari Palupi” terpilih sebagai film terbaik pada Festival Film Asia pada tahun 1970. Karya besar film lainnya adalah “Monumen”, “Kejarlah Daku Kau Kutangkap”, “Naga Bonar”,. “Pagar Kawat Berduri”, “Salah Asuhan”, “Para Perintis Kemerdekaan”, “Kemelut Hidup”, dan lain-lain. Enam piala citra berhasil dia sabet, disamping beberapa kali masuk nominasi.
Asrul Sani menerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Pemerintah RI pada tahun 2000 dan berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun dia berpesan kepada istrinya, Mutiara Sani
untuk hanya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta Selatan dengan alasan, "masak sampai detik terakhir, kita masih mau diatur negara". Asrul Sani, dia lebih dari seorang pejuang.

Menelusuri Sejarah Melalui Karya Sastra

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 15 Agustus 2009 | Agustus 15, 2009


Masyarakat Indonesia sejak dulu banyak belajar dan mengetahui sejarah dengan hanya melalui karya sastra. Mungkin anda pernah baca novel-novel karya Purnawan Tjondronegoro yang banyak berkisah dengan latar belakang seputar proklamasi, agresi Belanda dan sebagainya ataupun karya-karya S. Tidjab yang membawa pembaca melanglang buana ke masa baheula. 

Karya sastra yang mengandung unsur sejarah yang kental di antaranya Hulubalang Raja yang ditulis oleh Nur Sutan Iskandar, Sandyakalaning Majapahi, Airlangga dan Kertadjaya karya Sanusi Pane, Cerita Surapati dan Robert Anak Surapati oleh Abdul Muis. Mohamad Yamin dalam naskah Ken Arok dan Ken Dedes yang bersumber dari peristiwa sejarah kerajaan Singasari dan Tumapel, dan deretan daftar panjang lainnya.

Dalam kesusastraan Melayu dikenal hikayat yaitu sejarah dan cerita kepahlawanan para nabi yang ditulis sesuai pakem sastra. Dalam sastra Jawa Kuna Bali misalnya dikenal istilah babad yaitu silsilah atau sejarah yang ditulis dalam bentuk cerita.

Teknik pengarapan karya sastra tentu bersumber dari penulisan sejarah sebagai tema atau latar belakang cerita, baik berupa roman, puisi, novel maupun drama. Semisal Hulubalang Raja, sebuah sastra roman yang menceritakan peristiwa kedatangan orang-orang Belanda yang pertama datang ke daerah pesisir Sumatera Barat sekitar tahun 1662 sampai 1667. Dalam pendahuluan roman itu diterangkan bahwa segala keterangan dan cerita yang berhubungan dengan sejarah diambil dari buku "De Westkust en Minangkabau" oleh Kroeskamp. Selain itu juga penulisan didasarkan surat-surat kompeni yang tersimpan dalam arsip negara.

Yang unik, unsur estetika yang bercampur baur secara elegan dengan kenyataan sejarah yang faktual begitu menyatu sehingga pembaca karya sastra sejarah secara tidak sadar telah belajar tentang sebuah peristiwa sejarah. Pada penulisan sejarah, pembaca menemukan kenyataan faktual, sedangkan pada penulisan karya sastra yang bersumber sejarah, pembaca menemukan kenyataan fiksional. Dalam kenyataan fiksional, penulis berimajinasi namun masih dalam batas koridor sejarah. Terdapat nilai estetis, informatif, edukatif dan moralitas yang bisa dijumpai dalam karya sastra-sejarah.

Yang menarik, penulisan sejarah murni justru sebaliknya sering menuai kontroversi yang sering mengundang perdebatan dan interpretasi beragam di tengah masyarakat seperti peristiwa G 30 S/PKI, Supersemar, Proklamasi, Serangan Umum Kota Yogjakarta dan lainnya. Peristiwa-peristiwa sejarah itu dinilai oleh banyak orang telah melenceng jauh dari fakta sejarah. Banyak fakta sejarah sengaja dikaburkan oleh rezim tertentu. Untuk lebih banyak mengetahui sejarah maka semestinya generasi bangsa ini harus lebih banyak menelusuri karya-karya sastra yang mengandung sejarah. Sudah saatnya metodologi penelitian sejarah yang objektif seharusnya juga menyertakan referensi karya sastra yang mengandung peristiwa sejarah.

Ranggawarsita, Zaman Edan dan Tahun Kemerdekaan

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 14 Agustus 2009 | Agustus 14, 2009


Sejak kecil saya telah sering mendengar istilah "zaman edan." Istilah ini begitu membumi di Indonesia. Terutama jika dirangkai dengan kalimat "siapa yang tidak ikut edan, maka tidak akan kebagian." Ternyata istilah itu telah dikenal sejak ratusan tahun silam. Yang pertama kali mempopulerkannya adalah seorang pujangga besar terakhir tanah Jawa. 

Ia adalah Ranggawarsita. Raden Ngabehi Rangga Warsita lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 15 Maret 1802 dan meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 24 Desember 1873. Nama aslinya adalah Bagus Burham. Darah seni mengalir di tubuhnya sebab ia adalah putra dari Mas Pajangswara dan cucu dari Yasadipura II, pujangga besar Kasunanan Surakarta. Ayahnya merupakan keturunan Kesultanan Pajang dan ibunya adalah keturunan dari Kesultanan Demak. Istilah Zaman Edan pertama kali diperkenalkan oleh Ranggawarsita dalam Serat Kalatida, yang terdiri atas 12 bait tembang Sinom. Salah satu bait yang paling terkenal adalah:
amenangi jaman édan,
éwuhaya ing pambudi,
mélu ngédan nora tahan,
yén tan mélu anglakoni,
boya keduman mélik,
kaliren wekasanipun,
ndilalah kersa Allah,
begja-begjaning kang lali,
luwih begja kang éling klawan waspada.
Terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia:
menyaksikan zaman gila,
serba susah dalam bertindak,
ikut gila tidak akan tahan,
tapi kalau tidak mengikuti (gila),
tidak akan mendapat bagian,
kelaparan pada akhirnya,
namun telah menjadi kehendak Allah,
sebahagia-bahagianya orang yang lalai,
akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.
Selain Serat Kalathida, Ranggawarsita telah menulis lebih dari seratus karya sastra di antaranya: Sapta Dharma, Serat Aji Pamasa, Serat Candrarini, Serat Cemporet, Serat Jaka Lodang, Serat Jayengbaya, Serat Panitisastra, Serat Pandji Jayeng Tilam, Serat Paramasastra, dan Serat Paramayoga. Ranggawarsita pernah berkelana sampai ke pulau Bali di mana ia mempelajari naskah-naskah sastra Hindu koleksi Ki Ajar Sidalaku. Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga keraton Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845. Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian.

Pemerintah Hindia Belanda menganggap Ranggawarsita sebagai jurnalis berbahaya yang tulisan-tulisannya dapat membangkitkan semangat juang kaum pribumi. Karena suasana kerja yang semakin tegang, akibatnya Ranggawarsita pun keluar dari jabatan redaksi surat kabar Bramartani pada tahun 1870.

Ranggawarsita meninggal dunia secara misterius tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia tulis sendiri. Hal ini menimbulkan dugaan kalau Ranggawarsita meninggal karena dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan hari kematiannya.

Ranggawarsita pernah meramalkan datangnya kemerdekaan, yaitu kelak pada tahun Wiku Sapta Ngesthi Janma. Kalimat yang terdiri atas empat kata tersebut terdapat dalam Serat Jaka Lodang, dan merupakan kalimat Suryasengkala yang jika ditafsirkan akan diperoleh angka 7-7-8-1. Pembacaan Suryasengkala adalah dibalik dari belakang ke depan, yaitu 1877 Saka, yang bertepatan dengan 1945 Masehi, yaitu tahun kemerdekan Republik Indonesia

Ranggawarsita pantas mendapat gelar pahlawan nasional sebab telah menggunakan tinta yang sanggup membangkitkan semangat kaum pribumi dan mampu meresahkan pemerintah Hindia Belanda. Hingga pada masa pendudukan Jepang, sebagian besar rakyat terutama di pulau Jawa tetap meyakini ramalan Ranggawarsita. Ternyata ramalan itu sangat berpengaruh sehingga dapat membangkitkan harapan rakyat bahwa Indonesia pasti akan bebas dari penjajahan.
 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday