Home » » Puisi Jalaluddin Rumi

Puisi Jalaluddin Rumi

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 31 Agustus 2009 | Agustus 31, 2009


Ia berkata, "Siapa itu berada di pintu?"

Aku berkata, "Hamba sahaya Paduka."
Ia berkata, "Kenapa kau ke mari?"
Aku berkata, "Untuk menyampaikan hormat padamu, Gusti."
Ia berkata, "Berapa lama kau bisa bertahan?"
Aku berkata, "Sampai ada panggilan."
Aku pun menyatakan cinta, aku mengambil sumpah
Bahwa demi cinta aku telah kehilangan kekuasaan.
Ia berkata, "Hakim menuntut saksi kalau ada pernyataan."
Aku berkata, "Air mata adalah saksiku, pucatnya wajahku adalah buktiku."
Ia berkata, "Saksi tidak sah, matamu juling."
Aku berkata, "Karena wibawa keadilanmu mataku terbebas dari dosa."
Pusi naratif di atas hanyalah salah satu butir pemaknaannya yang sempat tertinggal sampai hari ini. Dia menjadi seorang pendoa yang fasih, penyair yang mengerti makna-makna semesta casualitas hubungan Ilahi dengan dirinya sebagai manusia. Lalu dia berpuisi sambil berdoa. Sebab dengan puisi dia sesungguhnya telah berdoa. 


Dengan doa, sebenarnya dia telah melayang setinggi-tingginya dalam makrifat puitika, estetika Keilahian. Puisi-puisi Jalaluddin Rumi, penyair sufi itu, telah melabrak batas-batas pemaknaan yang memang layak untuk dilabrak. Lautan makna, lautan makrifat dalam doa, dalam puisi. Rumi, dia menjadi abadi dan guru bagi siapapun yang ingin ikut berenang dan menyelam ke dalam samudera pencaharian tentang-Nya secara nyata. Lalu kusebut dia Jalaludin Rumi, mistikus cinta di langit zaman.

Share this article :

18 komentar:

  1. Mengagumkan ya ...berdoa dalam puisi ,berpuisi sambil berdoa,hmmm ..Jalaludin Rumi.Puisimu begitu dahsyat...

    BalasHapus
  2. * ateh75 ~makasih ya mbak. Hati2 di jalan ya.

    BalasHapus
  3. Ikutan TEHHHHH.....
    Kesini gak ajak-ajak.

    Wah Ivan Kavalera bertutur RAWI ARABI.
    Pas masuk pintu tadi bayanganya Lampu disco,...
    Pas didalam...
    Ohhhhhhhhhhhhhhh,.... Sejuk....
    Damaiiiiiii....

    Keindahan hakiki,
    Tersirat dari suratan lewat tangan bersih yang muncul dari Nurani yang murni.

    Semoga....
    Salam kenal Bro.

    BalasHapus
  4. hmm..nice poem.saya sering denger namanya,but lom pernah baca karyanya hiks.

    BalasHapus
  5. Keren puisinya mas ivan, meskipun saya sedang sedih.. tapi saya senang membaca artikelx mas ivan... sip mas ivan..

    BalasHapus
  6. *Ari~Terimakasih mas kunjungannya. Salam kenal juga. Salam budaya.
    * AISHALIFE-LINE~kan sekarang udah bisa dibaca kok, mbak.
    * Jaiman~ Kok lagi sedih karena apa neh mas? Semoga kembali ceria ya mas.

    BalasHapus
  7. Siip sahabatnya Rabi'ah sudah direkam pula jejaknya disini. Postingan mantap van.

    BalasHapus
  8. Membaca puisi-puisi Jalaluddin Rumi adalah membaca Cinta —Cinta dengan C besar. Begitu menghayati arti Cinta, menemukan makna nya yang begitu dalam, sekaligus meyakini nya sebagai dasar utama kehidupan. Baginya, tak ada kehidupan tanpa Cinta. Karena itu, dia mengembangkan arti Cinta dan mengarahkannya sebagai prinsip metafisis sekaligus sebagai dasar konkret kehidupan-sementara menuju kehidupan-abadi.

    nice posting :)

    BalasHapus
  9. Ajib....
    dahsyat...
    satu kata yang selalu terlintas di benak saya(tahukah anda???).
    Apakah saya bisa menjadi penyair seperti mereka....???

    BalasHapus
  10. Karena wibawa keadilanmu mataku terbebas dari dosa."

    kalimat terakhir bagus banget

    BalasHapus
  11. Puisi yang menarik :)
    salam kenal,mas :)

    BalasHapus
  12. Jalaluddin Rumi emang oke...!! Puisinya sangat indah dan dalam...

    BalasHapus
  13. mampir sejenak sambil menunggu panggilan cintaNya...

    BalasHapus
  14. saya baru tau karya nya Jalaluddin Rumi,, hehe.,
    makash sob,, infonya.

    BalasHapus
  15. Yups setuju Mas Ivan.....Hanya Satu kata....Mantabb dah!

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday