. Nama lengkapnya Syamsu Indra Usman, seorang penulis puisi, cerita bersambung, bahkan sering menulis resep masakan tradisional.
Sejak tahun 70-an karya-karyanya bertebaran di media massa lokal dan nasional, seperti Harian Pelita Jakarta, Harian Mimbar Umum Medan, Harian Semarak Bengkulu, Mingguan Sentana Jakarta, Mingguan Taruna Baru Medan, Buletin Sastra Kreatif Batu Malang, Gelora Musi Palembang, dan Buletin Sastra Revitalisasi Sastra Pedalaman Ngawi. Puisi-puisi karyanya telah diterbitkan dalam banyak antologi baik antologi bersama maupun antologi tunggal. Indra Usman juga seorang pencipta lagu. Ia menciptakan lagu daerah Empat Lawang. Lagu-lagu ciptaannya yang lain sudah diproduksi dalam bentuk kaset dan diedarkan di Sumatera Selatan.
Karakter penulisan puisinya sangat khas. Sesuai dengan julukannya, Penyair Gunung. Puisi-puisinya adalah bahasa tegas dan seringkali memuat repetisi yang lihai memainkan makna yang mudah dipahami oleh semua umur dan kalangan.
Tak Ada Gunanya Ijazah
Tak ada gunanya
ijazah
bila tak pandai bekerja
Tak ada gunanya
ijazah
bila hanya menjadi penghias pigura berkaca
Tak ada gunanya
ijazah
bila tak punya usaha
Tak ada gunanya
ijazah
bila tak pandai menciptakan lapangan kerja
Tak ada gunanya ijazah
bila tak punya minat wiraswasta
Tak ada gunanya
ijazah
bila hanya pandai meminta
Lahat Kota Takwa, 1978
ijazah
bila tak pandai bekerja
Tak ada gunanya
ijazah
bila hanya menjadi penghias pigura berkaca
Tak ada gunanya
ijazah
bila tak punya usaha
Tak ada gunanya
ijazah
bila tak pandai menciptakan lapangan kerja
Tak ada gunanya ijazah
bila tak punya minat wiraswasta
Tak ada gunanya
ijazah
bila hanya pandai meminta
Lahat Kota Takwa, 1978
Penyair Bercerita
Penyair
adalah manusia
yang bercerita
tentang seni dan sastra
dan bercerita
tentang kehidupan
bercerita tentang haus dan lapar
dan semua keindahan
dan kesucian
di antara duka dan tawa
mereka
mereka melihat ulah
manusia
yang kini berpaling
dari kebenaran
(Jember, 1978)
adalah manusia
yang bercerita
tentang seni dan sastra
dan bercerita
tentang kehidupan
bercerita tentang haus dan lapar
dan semua keindahan
dan kesucian
di antara duka dan tawa
mereka
mereka melihat ulah
manusia
yang kini berpaling
dari kebenaran
(Jember, 1978)
Kemaren Bukan Sejarah
Aku tak bisa bicara
dalam semua waktu dan peristiwa
dalam semua megnerti
aku tak mengerti
meski apa yagn kuperbuat
atas peristiwa hari ini
dan peristiwa kemaren
tentang ap ayagn telah terjadi
sepanjang penderitaan
yagn selau mengancam perjalanan
di sepanjang hidupku
akupun tak tau
sikap bagaimana menghadapi
segala cobaan
aku akan menerima segalanya
dengan rasa pasra
jika tuhan akan menghendaki demikian
aku akan tabah, aku akan sabar
barangkali ini adalah janjiku
yang dulu aku ikrarkan
saat menghadap-Mu
kini aku tak kuasa mengelak
karena aku sadari pada-Mu lah tempat
aku menyerahkan diri
dan seluruh ragaku
di hadapan-Mu aku terasa terlalu kerdil
yang tak punya kekuatan
segalanya kuperuntukkan untuk-Mu ya Tuhan
(Lubukpuding, 25/10 1991 - tatkala sedang sakit)
dalam semua waktu dan peristiwa
dalam semua megnerti
aku tak mengerti
meski apa yagn kuperbuat
atas peristiwa hari ini
dan peristiwa kemaren
tentang ap ayagn telah terjadi
sepanjang penderitaan
yagn selau mengancam perjalanan
di sepanjang hidupku
akupun tak tau
sikap bagaimana menghadapi
segala cobaan
aku akan menerima segalanya
dengan rasa pasra
jika tuhan akan menghendaki demikian
aku akan tabah, aku akan sabar
barangkali ini adalah janjiku
yang dulu aku ikrarkan
saat menghadap-Mu
kini aku tak kuasa mengelak
karena aku sadari pada-Mu lah tempat
aku menyerahkan diri
dan seluruh ragaku
di hadapan-Mu aku terasa terlalu kerdil
yang tak punya kekuatan
segalanya kuperuntukkan untuk-Mu ya Tuhan
(Lubukpuding, 25/10 1991 - tatkala sedang sakit)
Saya tidak akan memposting banyak-banyak puisinya di sini. Jika ingin berkenalan lebih dekat lagi dengan karya-karyanya, langsung saja menuju ke sarangnya di http://penyairgunung.blogspot.com/
hmm begitu ya guna ijazah dan apa yg disebut penyair itu.
BalasHapusbukan penyair kalu hanya bisa membuat puisi mellow...
memang diriku masih jauh dari sebutan penyair bang....
weh keren ya karyanya...
BalasHapushum.. kadang kalo sakit baru inget deh... hehe
Duh bener2 lugas dan tegas ya karya2 penyair gunung unu....Mantabbb mas reviewnya....
BalasHapusDiksi2 yang mantap.....setuju emang kereeeennnnn
BalasHapuskaryanya sangat menarik terimakasih artikelnya
BalasHapusPostinganmu selalu memperkenalkan orang-orang besar dunia sastra. Ada yang sudah saya tahu, sebagian bahkan sayapun baru mengenalnya di blog-mu, Van.
BalasHapusTerima kasih sudah berbagi.
Teruslan menulis tentang orang-orang di dunia keindahan ini (bahkan di tangan mereka, kepahitan menjelma kata2 indah meski tetap menyiratkan rasa kesat). Untuk itulah mereka hidup.
Biasanya buat puisi kalau hati sedang gundah dan terkesan curhat ,itu aku lho hehe..karena aku bukan penyair tapi hanya menumpahkan kegundahan lewat puisi ..
BalasHapusTapi Indra Usman menuangkan kata dengan syairnya untuk kepedulian lingkungan ,sungguh penyair yg sejati...
makasih ya udah share ,mantap seperti biasa...(^_^)
Wow.... puisinya keren-keren, muantab.
BalasHapusMas Ivan pengetahuan sastranya segudang nih
BalasHapus=O
kenapa seh sastrawan tuh kebanyakan berambut panjang?
BalasHapusBeliau memang Penyair Gunung van. Lihat saja isi syairnya, seperti menimpuk, berat, kadang ujug-ujug juga (seperti batu gunung). Beliau penyair yang sangat peduli dengan tanah kelahirannya. Terimakasih sudah merekam jejaknya disini.
BalasHapusSatu lagi rekam jejak tokoh yang mantap.
BalasHapusSeorang penyair gunung yang nyentrik.
Karyanya keren abis
BalasHapusmakanya bisa disebut penyair
gak kaya aku
ini puisi lagi sedih apa seneng gak jelas sama sekali
hmm..nice posting mas
Hai Ivan,
BalasHapusKarakter Penyair ini sangat tegas...ini salah satu ciri dari wong sumatera selatan
Makin ke gunung makin tegas
Bukan sebaliknya
Salam
lha, ini aku malah baru kenal sosok penyair gunung..
BalasHapusmakasih bang...banyak info ttg sosok penyair yg aku baru kenal dr sini..
jejak rekammu memang keren!.. :)
Sama kek mbak Tisti, saya baru kenal penyair gunung ini. Salut, kepanadaiannya menulis fiksi tapi, di barengei dengan menulis resipi...
BalasHapusSama kek mbak Tisti, saya baru kenal penyair gunung ini. Salut, kepanadaiannya menulis fiksi tapi, di barengei dengan menulis resipi...
BalasHapus