Salah satu agen perubahan yang mahal adalah sastra. Buru-buru saya menyelesaikan tulisan ini ketika baru saja seorang anak tetangga berhasil memecahkan celengannya untuk membeli sebuah buku cerita. Harga dari buku yang diidamkan anak itu ternyata harganya semakin melambung tinggi ke langit. Seluruh hasil tabungannya kemudian ludes hanya untuk sebuah buku. Tapi anak itu senang. Buku itu berhasil dibelinya tanpa harus meminta uang kepada ayahnya yang hanya berprofesi tukang becak.
Apakah masih akan terus terus ditulis karya-karya sastra yang diyakini bisa meningkatkan kemanusiaan manusia? Sastra memiliki potensi besar untuk membawa masyarakat ke arah perubahan, semacam perubahan sosial dan budaya. Sastra diakui dapat menjadi sumber spirit kebangkitan suatu bangsa, spirit cinta pada tanah air, dan sumber semangat patriotik untuk melawan segala bentuk penjajahan. Sastra adalah kekuatan moral bagi proses perubahan sosial-budaya dari keadaan yang terpuruk dan ‘terjajah’ ke keadaan yang mandiri dan merdeka. Lalu siapa saja yang yang mampu menikmati karya sastra ketika harga buku sastra semakin mahal saja, misalnya.
Abrams (1981) berdasarkan tujuan penciptaannya, mengelompokkan karya sastra ke dalam empat orientasi. Pertama, karya sastra sebagai tiruan alam atau penggambaran alam. Kedua, karya sastra sebagai media untuk mencapai tujuan tertentu pada pembacanya. Ketiga, karya sastra sebagai pancaran perasaan, pikiran, ataupun pengalaman sastrawannya. Dan, keempat, karya sastra sebagai sesuatu yang otonom, mandiri, lepas dari alam sekelilingnya, pembaca maupun pengarangnya.
Segala orientasi penciptaan karya sastra, karena merupakan sekumpulan sistem tanda yang menyimpan makna, maka ia akan memiliki kemampuan tersembunyi (subversif) untuk mempengaruhi perasaan dan pikiran pembacanya. Karya-karya besar seperti Max Havelar (Multatuli), Uncle Tom Cabin (Beecher Stower), dan sajak-sajak Rabindranat Tagore misalnya telah menginspirasi perubahan sosial di lingkungan masyarakat pembacanya masing-masing. Max Havelar menginspirasi gerakan politik etis di Hindia Belanda, sajak-sajak Tagore mendorong gerakan pembebasan bangsa India dari penjajahan Inggris, dan Uncle Tom Cabin menginspirasi gerakan anti-perbudakan di Amerika Serikat.
Sajak-sajak cinta tanah air Mohammad Yamin dan Ki Hajar Dewantara yang ikut memupuk rasa kebangsaan anak-anak muda generasi 1920-an dan 1930-an dan sangat mungkin menjadi salah satu sumber inrspirasi lahirnya Sumpah Pemuda. Sementara, sajak-sajak patriotik Chairil Anwar, seperti Diponegoro, Kerawang-Bekasi, Kepada Bung Karno, ikut menyemangati generasi 1940-an untuk merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda.
Di dalam khasanah sastra Islam, sajak-sajak Mohammad Iqbal juga disebut-sebut ikut mendorong proses rekonstruksi pemikiran Islam. Sedangkan sajak-sajak Jalaluddin Rumi, Ibnu Arabi, dan Hamzah Fansuri, ikut mendorong proses rekonseptualisasi tasawuf.
Apakah sastra Indonesia kontemporer telah dapat memberikan sumbangan atau menjadi sumber inspirasi bagi proses perubahan social-budaya ke arah yang lebih baik? Siapa tahu, sastra di Indonesia hanya untuk kepentingan kelompok liberal dan pasar industri penerbitan. Di hari- hari ini, harga buku semakin mahal saja. Sungguh, agen perubahan yang mahal.
Sungguh menyulitkan juga ya bila buku sastra harganya melambung tinggi.postingan bagus seperti biasa...sukses terus ya..
BalasHapusya, mbak. harga buku semakin tak terjangkau oleh mereka yg kurang mampu. lalu apakah pencerahan dari sastra harus dinikmatii oleh orang kaya saja?
BalasHapusBetul sekali buku sekarang mahal banget untung didunia pendidikan ada BSE
BalasHapusPostingan mantap. Kemahalan sebuah karya sastra, sebuah dilema. Di satu sisi adalah sebuah penghargaan kepada hasil karyua sastrawan, di sisi lain menjauhkan para pembaca kalangan menengah ke bawah. Bagi para pecinta buku, jalan keluar pasti ada. Ada internet, biasanya ada edisi lebih murah (kertas lebih jelek). Semoga jalan keluar yang lebih baik segera ada.
BalasHapusironis memang, saat seseorang (yg tak mampu beli buku) sangat menyukai membaca...
BalasHapussisi lain, seseorang yg sangat kaya, tak mampu menghargai sebuah buku, anak seorang teman (sangat mampu secara finansial), selalu merobek2 buku2nya saat keinginannya (main PS) tak terpenuhi... hhhh...miris...
tp, rasanya wajar harga buku2 mahal, lha wong.. bahan baku buku (yaitu..kayu) itu sdh ditebangi semua...jd menipislah bahan pembuat kertas tsb.
buku sekarang mahal mungkin ada jalan artenatif lain mungkin perpustakaan ,situs sastra,pembuatan ebook sastra garatis atau yang lainya
BalasHapusSaya lebih banyak membaca karya sastra dari perpustakaan daerah...
BalasHapusSory Van,... baru sempat mampir.
Saya lebih banyak membaca karya sastra dari perpustakaan daerah...
BalasHapusSory Van,... baru sempat mampir.
bagaimana menggalakkan budaya baca buku kalo harganya sudah selangit ini :)
BalasHapustapi buat saya, semahal-mahalnya harga buku, tetap akan saya beli kalo bagus daripada download e-booknya.
capek baca di monitor :)
nice posting..
Beruntunglah kita yg masih biSa menikmati karya sastra teman sendiri dari internet tanpa harus mecah celengan
BalasHapusseringkali harga buku yang melambung menjadi kendala bagi suburnya minat baca bagi anak-anak (juga orang dewasa)
BalasHapusSudah saatnya ditumbuhsuburkan perpustakaan2 keliling atau taman bacaan berkualitas.
Mantap, seperti biasa.
hmm... skg ada kok buku yg murah, sebenernya murah atau mahalnya tergantung cetaknya pake bahan kertas mahal atau murah.
BalasHapustapii emang sastra ind udah semakin terpuruk deh, udah mulai luntur nih karya sastra...
selamat malam
BalasHapuswah benar sangatlah bang
harga harganya sudah kemAHALAN
salam hangat selalu
terbitan mana nih... pengen!
BalasHapusharga buku sekarang emang mahal banget...
BalasHapusmembuat kita berpikir dua kali untuk membeli sebuah buku...
salam bang ivan...
@ All- Terimaaksih buat semua. Mungkin banyak solusi yg daapt kita rumuskan bersama. Tapi bukankah itikad baik saja, kadang tidak cukup?
BalasHapusmemang harga buku makin mahal padahal buku itu gudangnya ilmu lho
BalasHapus