Penyair dan teaterawan muda berambut gondrong kelahiran Bulukumba, 5 November 1984, Arie M. Dirgantara kembali menjadi tamu dalam program sastra dan budaya "Ekspresi" di RCA 102, 5 FM, edisi hari ini, Minggu 25 Oktober. Tidak kurang dari lima bongkah puisi dia bacakan secara ekspresif di studio RCA setelah saya interview beberapa menit untuk menguliti pikiran-pikiran liarnya yang paling anyar. Arie juga suka memakai nama samaran "Sang Kelam" dan telah menulis puisi sejak mengenal aksara di masa kecil. Arie adalah adik kandung dari cerpenis Anis K. Al Asyari.
Saya melihat Arie masih sebagai salah satu benteng terkokoh dalam gerakan Bulukumba Kota Penyair di mana dia menjadi salah seorang deklarator pada Maret 2009. Sampai hari ini tetap giat menggeliat di berbagai organisasi dan komunitas seni. Rajin melata di panggung-panggung teater melalui Sanggar Merah Putih Makassar. Pendiri Komunitas Mahasiswa dan Pemuda Kreatif (Kompak) Batukaropa Bulukumba. Berlompatan dengan energik kesana kemari melalui Selatan-Selatan Institut dan P31 Cultural Insitute bersama penyair Andhika Mapasomba. Kini masih menjabat ketua umum Komunitas Rumpun Seni Budaya Kanre Ana' (organisasi penggemar acara-acara seni di RCA).
- Membaca puisi-puisinya adalah seolah sedang membaca metafora tentang sunyi-sunyi yang dia rekam bersama jejak-jejak yang seringkali tak terendus oleh angin. Dia mengendusnya dengan caranya sendiri. Sangat khas. Di bawah ini salah satu puisinya yang diberi judul cukup sederhana. Tapi isinya mungkin tak dapat diendus oleh siapapun termasuk angin. Judul-judul puisinya kadang "menipu" bagi penikmat puisi polos.
Puisi Buat Sang Terkasih
aku bersamamu, hampir setiap waktu ini kita lewatkan
membelai angin, menidurkan kerinduan kita
semestinya, memang cinta adalah keinginan
keinginan atas semua yang sedang berlaku antara kau aku dan semesta
mencintaimu, bukan berarti menjadikan kau adalah pilihan
atau menjadikanmu hak atasku dan bagian dalam kisahku
tapi mencintaimu adalah kesetaraan istimewa terhadap penalaran hidup
saling berbagi, membelai dan mengecup kening
sebab aku tahu setelah mencintaimu akan ada luka
luka yang menjadikan semuanya indah
aku tuliskan puisi ini buatmu
saat-saat hatiku seperti sangat kecil
dan kau memilikinya utuh.
sang kelam cendana 2009
Cukup rindang di bawah terik matahari. Saya selalu membacanya seperti itu. Setiap kali mendengarkan Arie di bawah angin dan kemarau.aku bersamamu, hampir setiap waktu ini kita lewatkan
membelai angin, menidurkan kerinduan kita
semestinya, memang cinta adalah keinginan
keinginan atas semua yang sedang berlaku antara kau aku dan semesta
mencintaimu, bukan berarti menjadikan kau adalah pilihan
atau menjadikanmu hak atasku dan bagian dalam kisahku
tapi mencintaimu adalah kesetaraan istimewa terhadap penalaran hidup
saling berbagi, membelai dan mengecup kening
sebab aku tahu setelah mencintaimu akan ada luka
luka yang menjadikan semuanya indah
aku tuliskan puisi ini buatmu
saat-saat hatiku seperti sangat kecil
dan kau memilikinya utuh.
sang kelam cendana 2009
Memang van untuk penikmat puisi polos seperti sy susah untuk sy mengerti btw bulumba ternyata punya bnyak sastrawan selamat
BalasHapusWah sayang ya tadi ga dengerin acaranya,tapi ga apa2 deh disinipun sama saja dapat menikmati puisinya.
BalasHapus* seperti biasa mantap .
kenapa ya penyair selalu gondrong? he hehe.....
BalasHapusHidup Bulukumba ! ayo para sastrawan lestarikan budaya sastra...
BalasHapusWah... lagi ngebahas saudara gue nih....
BalasHapuspuisinya mantap...
puisinya mantab banget bang Ivan...
BalasHapus@ Munir Ardi~ Terimakasih apresiasinya mas.
BalasHapus@ ateh75~ ..padahal seru lho acaranya, mbak..he he
@ Mbak Fanny~ hemmm, iya ya..
@ semar~ Terimakasih dg semangatnya, mas.
@ Seti@wan Dirgant@Ra~ he he he, ya mirip nama belakangnya tuh dg nama daeng Iwan.
@ Ibnu Mas'ud~ ya, sepakat. Dia anak muda yg berbakat.
BalasHapusTadinya saya kira benar adeknya Stiawan Dirgantara, hehe. Senang membaca postingan ini van, menambah perbendaharaan soal sepak terjang penyair tanah air. Mantap.
BalasHapus@ Newsoul~ inetnya masih lemot, bunda? iya nih, inet di kotaku juga gitu dalam 2 minggu ini.
BalasHapuspuisi nya enak sangad huhiuhuh andai ada yang wat puisi wat sayah h ihihhi
BalasHapusnapa yah seniman itu pada suka gondrong???
met kenal yah
@ ranny~ he he minta ma Arie dibuatkan puisi. Add aja di facebook. Namanya "Sang Kelam" di FB tuh.
BalasHapuspenyair membawa semangan n perubahan,,jgn melihat siapa yg brsyair,,tp lihat isi makna yg ada,,bl semua tu dpt membangkitkan kita,,mari jdkan lah sebagai bahan refrensi
BalasHapusterimakasih infonya sob
BalasHapusOh iya ...ga apa2 kok ,lain waktu juga ga masalah.Dan kebetulan diradionyapun suaranya tidak jelas terdengarnya,padahal biasanya bagus dan jernih.Sebelumnya saya haturkan terimakasih banyak mas ivan...
BalasHapussalam sobat
BalasHapustrims artikel yang dipostingkan,,
saya disana bisa tahu dan menikmati puisi,dari penyair seperti ARIE DIRGANTARA ini.
saya beberapa kali dengar nama ini.Ternyata dia masih sangat muda...
BalasHapuskeren..
Bulukumba banyak sastrawan dan penyair ya, Van?
BalasHapusKayaknya asyik ya kalo dengerin juga acaranya.
saya penikmat puisi, walau kadang susah menerjemahkan arti puisi yang menggunakan kata2 sufi..
BalasHapusmet malam sobat,....
BalasHapusMampir,... mumpung tidak mati lampu.
kok penyair banyak berambut gobdrong ya?
BalasHapuslha aku cuma jenggotnya yang gondrong
Wuaaaah... benar-benar hebat ya Mas Ari ini, sudah menulis puisi sejak mengenal aksara.
BalasHapusBetapa beruntungnya Mas Ivan yg setiap hari bisa bertatap muka dng orang2 hebat
Hehehe..Agak malu juga berkomentar disini,secara saya tidak begitu 'melek' sastra. Tapi silaturahmi kesini sambil sekalian nambah ilmu ya mas? Salam kenal,terima kasih kunjungannya ^_^
BalasHapusBerkali-kali baca puisi ini, sebaris kalimat yangmengena di hati... :
BalasHapus"saat-saat hatiku seperti sangat kecil
dan kau memilikinya utuh."
Tabe', izinkan sy memuat ulang feature ini pada blog http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/, trims
BalasHapus