Home » » Jejak Harimau Sastra di Sumatera

Jejak Harimau Sastra di Sumatera

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 02 Oktober 2009 | Oktober 02, 2009


Sumatera menjadi pulau yang paling sering disebut-sebut sejak beberapa hari ini. Peristiwa gempa telah meluluhlantakkan beberapa bagiannya di wilayah barat. Sumatera tidak hanya penghasil rempah. Sejarah telah membuktikan, swarnadwipa ini merupakan sokoguru budaya. Melayu, Minangkabau, Batak, Gayo-Alas-Singkil, Aceh, merupakan puak terbesar di samping kaum pendatang dari Jawa. Dalam sejarah, dua kerajaan besar pra Indonesia bermukim di sini: Samudera Pasai dan Sriwijaya. Gugusan pegunungan membentang dan menjulang dari utara hingga selatan: Bukit Barisan. Toba, Singkarak, dan Maninjau adalah danau yang menjadi ikon semenanjung Sumatera.


Deretan sastrawan besar Indonesia lahir di sini dan membesarkan Indonesia. Melacak nama mereka tidaklah sesulit melacak jejak harimau Sumatera yang semakin langka. Para harimau sastra Sumatera itu di antaranya adalah Agus Mulia, Ahmad Badren Siregar, Antonius Silalahi, Djamal, Elidawani Lubis, Herni Fauziah, Januari Sihotang, Lia Anggia Nasution, Pria Ismar, Pusriza, Embar T Nugroho, Indra Dinata SC. Ada pula nama Indra YT, Irwan Effendi, Richad Yanato, Rina Mahfuzah Nasution, Sumiaty KSM, Variati Husni, dan Yunita Sari. Itu semua dari Provinsi Sumatera Utara. Dari Sumatera Barat muncul sastrawan mudanya, seperti Anda S, Chairan Hafzan Yurma, Edo Virama Putra, Esha Tegar Putra, Pinto Anugrah, dan Yetti A.KA .

Konstelasi sastra itu menumbuhkan Kota Medan dan Kota Padang sebagai pusat sastra Indonesia yang utama di luar Pulau Jawa. Sastrawan dari kedua wilayah ini kemudian saling memberi warna sehingga muncullah Chairil Anwar dan Hamka sebagai orang Minang yang secara bersamaan melekat sebagai orang Medan. Sebaliknya, Sutan Takdir Alisjahbana dan Mochtar Lubis sebagai orang Medan yang merasakan atmosfer sastra Minang. Mereka merupakan bagian dari kelas menengah Hindia Belanda yang memperoleh pendidikan, sehingga terampil dalam mengekspresikan gagasannya, pandangan hidup sebagai subjek kolektif. Sedangkan Sumatera Utara, sebagaimana halnya Riau, tampaknya punya kedekatan sejarah dengan Semenanjung Malaysia. Karya-karya para sastrawan banyak yang terbit di sana. Setidaknya 12 novel telah dibukukan dan beberapa antologi puisi dan Cerpen.

Ada pula even “Dialog Utara” yang dilaksanakan sejak awal 1980-an yang pada mulanya diisi oleh para sastrawan dari Medan dan Pulau Pinang yang dianggap sebagai kota kembar karena kemiripannya yang sama-sama memiliki tradisi sebagai kota pantai.
Genre sastra yang banyak ditulis adalah puisi dan kemudian cerita pendek. Kurang diimbangi oleh penulisan novel.
Lampung menyumbang nama Isbedy Stiawan ZS. Peta sastra Indonesia tidak lengkap tanpa Lampung. Lalu Assaroeddin Malik Zulqornain Ch alias Amzuch. Lalu Iwan Nurdaya-Djafar, Sugandhi Putra, Hendra Z., Djuhardi Basri, dan Naim Emel Prahana. Bersamaan itu, dinamika sastra di Lampung kian bergolak dengan munculnya Syaiful Irba Tanpaka, Achmad Rich, serta yang berkiprah kemudian yaitu Panji Utama, A.J. Erwin, Iswadi Pratama, Ivan Sumantri Bonang, D.Pramudia Muchtar, Eddy Samudra Kertagama, Ari Pahala Hutabarat, Jimmy Maruli Alfian, Inggit Putria Marga, Diah Indra Mertawirana , Lupita Lukman dan Elya Harda.
Pada era 90-an muncullah Dimas Arika Mihardja, Acef Syahril (sekarang berdomisili di Indramayu), Iif Ranupane, Dimas Agus Pelaz, Iriani R. Tandi, Budi Veteranto, Ari Setya Ardhi, EM. Yogiswara, Nanang Sunarya, Suardiman Malay, Firdaus, Asro Al-Murthawy, Amri Suwarta dan Indriatno. Masih banyak lagi nama lainnya. Setelah peristiwa gempa, semoga eksistensi mereka tak menjadi langka seperti nasib harimau Sumatera.
Share this article :

12 komentar:

  1. Hehehe, harimau sastra dari Sumatera ya van. Istilah baru, kreatif. Nice posting sobat.

    BalasHapus
  2. wah para harimau sastra ,julukan yang keren dan cocok .

    siip...seperti biasa mas ivan.

    BalasHapus
  3. Wah mantap nih artikelnya jadi bisa tau nama 2 sastrawan di sumatra (juga melihatnya di internet)

    BalasHapus
  4. Jalan-jalan ke sini pasti dapet oleh-oleh bergizi. Istilah baru yang cerdas dan ...segaaar

    Salam

    BalasHapus
  5. Saya kira harimau tongeng,.... ternyata gelaran buat mereka yah?
    Artikel yang mantap sobat.

    BalasHapus
  6. kirain harimau beneran sob. hehe..
    wah pasti dulu nilai sejarahnya bagus ya? jadi masih ingat sama samudra pasai n sriwijaya.. :)
    zaman keemasa nenek moyang kita dulu ya sob. hehe...

    BalasHapus
  7. wuih, kirain harimau beneran. auummmm....

    BalasHapus
  8. Julukan yang unik dan garang karena simbolnya singa. Saya pernah dengar dari teman saya seorang guru. Waktu itu ada lomba dongeng nasional pesertanya guru-guru PAUD dari seluruh Indonesia. Dan yang menempati posisi jawara dan runner up adalah guru-guru dari Sumatra. Ternyata orang sumatra itu sangat lihai dalam mendongeng. Warisan turun-temurun kali ya, dari nenek moyang mereka. Pantesan para sastrawan lahir dari sana.

    BalasHapus
  9. julukannya keren tuh "harimau sastra"

    BalasHapus
  10. kok aku baca yg sastrawan lampung ya... blom pernah denger atupun.. hehe.. secara dr tk - sma di lampung...

    eniwei, smoga mrk emang tdk punah yah van

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday