Mungkin ada benarnya jika seorang sastrawan didefinisikan sebagai manusia yang berusaha lari dari realitas di lingkungannya dan berusaha membangun sebuah realitas baru yang ia yakini sebagai realitas yang ideal. Dari sastrawan ini lahir sebuah realitas baru dalam dunia sastra yang diyakini oleh semua orang sebuah realitas yang ideal dan mungkin saja sebagai sebuah kebenaran. Sastrawan-sastrawan Bugis kuno juga telah menunjukkan sisi penting ini.
Keberadaan La Galigo dalam masyarakat Bugis telah menjadi pegangan dalam kehidupan masyarakat Bugis sejak dahulu. Sebagai sebuah karya, sebagian para ahli melihat La Galigo dalam berbagai perspektif, antara lain sebagai karya sastra dan ada juga yang menganggapnya sebuah tulisan sejarah. Terlepas dari semuanya, La Galigo telah menempatkan dirinya sebagai sebuah karya yang menjadi pedoman hidup sebuah komunitas masyarakat yang hidup sampai saat ini.
Dalam bukunya Catalogus van de Boegineesche tot de I La Galigocyclus Behoorende Handschriften der Leidsche Universiteitbibliotheek yang diterbitkan oleh Universiteitbibliotheek Leiden (1939 : 1), penulisnya, R.A. Kern menempatkan La Galigo sebagai karya sastra terpanjang dan terbesar di dunia setaraf dengan kitab Mahabarata dan Ramayana dari India, serta sajak-sajak Homerus dari Yunani. Kenyataan ini pula diungkapkan Sirtjof Koolhof pada pengantarnya dalam buku I La Galigo yang diterbitkan atas kerjasama Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) dan Penerbit Djambatan. (1995 : 1) mencapai lebih 300.000 baris panjangnya. Sementara Epos Mahabarata jumlah barisnya hanya antara 160.000-200.000 halaman. Keunggulan La Galigo sebagai karya sastra bukan hanya dalam bentuk tulisan, namun juga telah menyebar dalam bentuk lisan ke berbagai daerah, sebab terbukti tokoh utama dalam La Galigo, Sawerigading, secara mitologis dikenal pada berbagai etnik di Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia.
Sebagai karya sastra, La Galigo memiliki konvensi-konvensi yang terealisasi dalam estetika dan muatan etikanya. Keindahan La Galigo termanifestasi pada konvensi bahasa, sastra, metrum serta alurnya. Isinya meliputi berbagai macam sumber tradisi, norma-norma, serta konsep-konsep kehidupan masyarakatnya. Peristiwa-peristiwa dan tokoh-tokoh dalam La Galigo bagaikan suatu pertunjukan tentang suasana kehidupan manusia Bugis beserta aktifitas sosial dan kulturalnya pada suatu zaman.
La Galigo adalah realitas baru dari idealisme leluhur. Selama berabad-abad terbukti La Galigo telah berfungsi sebagai realitas baru yang dianggap ideal yang dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan oleh masyarakatnya. Telah saatnya kesadaran akan kekayaan budaya sendiri dibangun sedemikian rupa agar mampu melihat diri kita sendiri. Kesadaran akan tingginya peradaban dan kebudayaan leluhur di sisi lain juga tak seharusnya sekedar menjaga teks, literatur dan kitab kuno melainkan penjagan terhadap kandungannya dalam keseharian.
wah,, pertamax nih.... agak terabaikan juga yah... zamans sekarang...
BalasHapusseperti biasa ,info yg bagus dan selalu memberi pengetahuan tentang sastrawan ..
BalasHapusHappy birthday...Waktu telah memanjakanmu, dengan belaian dan kasih sayangnya , dari tahun ketahun ,...dan tahun ini dihari jadimu, semoga waktu lebih memanjakanmu untuk menjadikan hari mu lebih indah dan bermakna..amin Allahumma Amin. Hanya doa, kado dariku ..
wah, makasih MAS info LA GALIGO nya....
BalasHapusthenkyu....selalu kritis neh...
BalasHapusSelamat ultah mas Ivan.. semoga info2 yang di bagikan di sini bermanfaat. Insya Allah..
BalasHapusSelamat ultah mas Ivan.. semoga info2 yang di bagikan di sini bermanfaat. Insya Allah..
BalasHapus@ Arfi- Ya, benar. La Galigo agak terabaikan di zaman sekarang. Saya mempostingnya untuk ketiga kalinya dari perspektif yg berbeda-beda di sastra radio.
BalasHapus@ Ateh75- Terimakasih mbak. Doa dari mbak adalah kado indah buat saya. Amin ya Rabb..
BalasHapus@ buwel- Makasih mas. Maaf nih kalo jarang bertamu lagi di blog cikrik. Di kotaku seringkali pemadaman bergilir. Inet pun lemot melulu.
@ a-chen- kritis? sepertinya biasa aja tuh he he..
@ anazkia- Insya Alah. Makasih ya..
lho, kamu ultah ya..??
BalasHapusselamat yaa...
La ga ligo..ceritanya sangat panjang ya..
maaf nih baru bertandang, terseok2 koneksinya :(
sory Ivan... baru sempat mampir, kenapa selalunya mati lampu disini? 2 x 5 jam sehari.
BalasHapusInfonya bagus sekali,... banyak dari kita suku bugis yang kurang memahami tentang La Galigo termasuk saya. Makasih.
Selamat ulang tahun yah...
La Galigo tidak akan surut alirannya, malah akan semakin deras dan mengental dengan orang-orang penuh semangat memahami dan menghargai seni daerahnya seperti Ivan. Mantap. Dan he, selamat milad van. Semoga setiap detiknya bermanfaat dan barokah. Sukses terus ya.
BalasHapusMet ultah dulu deh....
BalasHapusWarisan-warisan leluhur seperti ini sebenarnya sangat banyak di Indonesia. Karena awamnya masyarakat yang memiliki atau menyimpan barang-barang tersebut, ditambah dengan iming-iming rupiah dari orang-orang yang memiliki kepentingan pribadi dengan peninggalan-peninggalan sejarah seperti ini, membuat banyak naskah-naskah kuno di Indonesia dibawa ke luar negeri dan pada akhirnya di klaim oleh bangsa lain.
Ini menjadi PR besar bagi bangsa Indonesia.
udah pernah juga dengar dan baca soal LA GALIGO tapi dapet yang lumayan lengkap juga disini...
BalasHapusMET SIANG MAS IVAN...
BalasHapusMAMPIR DOANG... :_)
BalasHapus@ all- Terimakasih banyak. Oh ya, silahkan dicicipi kuenya he he, buatan ibundaku lho..
BalasHapussore bang.............
BalasHapussenang dech kalau datang berkunjung pasti ada info terbaru.......makasih ya
salam hangat selalu
Met milad ya bang .....
BalasHapusLa Galigo,
BalasHapuskayaknya sudah banyak orang yang "melupakannya"
Namun ternyata disini masih ada yang peduli ....
NICE INFO ...
HIDUP BUGIS HIDUP SEJARAH HIDUP BANGSA INDONESIA
BalasHapus