Home » » Ketika Sastra Cetak Terusik Oleh Sastra Cyber

Ketika Sastra Cetak Terusik Oleh Sastra Cyber

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 02 Desember 2009 | Desember 02, 2009


Sastra cyber atau sastra yang diposting di internet sangat berbeda sama sekali jika dibandingkan dengan tulisan purba Mesir yang terdapat di dinding piramid maupun buku-buku di zaman modern. Pada 10 tahun lalu sastra cyber masih dianggap baru. Lantas, sesuatu yang baru itu pernah dianggap "asing" (alien) dan mengerikan atau menjadi "hantu baru" dalam ranah sastra. Sekarang saja bagi sebahagian kalangan, berkarya di internet masih dianggap non-konvensional. Lalu pernahkah para penikmat sastra membayangkan sebuah zaman di mana kertas dan bahan bakunya telah habis di planet ini? Kira-kira di manakah letak sastra cetak di tengah kondisi seperti itu?

Mungkinlah sastra akan menemui kesunyian gara-gara segelintir sastrawan zaman sekarang mendewakan apresiasi "hanya" pada sastra cetak? Ketika sastra cyber dianggap mengancam stabilitas sastra cetak, maka sejak 2 tahun terakhir muncullah tandingan situs-situs yang mengatas namakan sastra internet yang resmi. Situs-situs itu mengadopsi tradisi sastra cetak di mana karya-karya disaring selayaknya redaksi koran atau penerbit di dunia nyata. Padahal sejatinya sebuah karya di internet tidak memerlukan dewan penyeleksi yang jumlahnya tidak akan bisa mewakili jumlah maupun selera pembacanya. Di internet, yang menjadi penilai adalah para pembacanya sendiri.

Bilamanakah sastra menjadi sunyi? Yang jelas bukan ketika para sastrawan senior telah meninggal dunia semua. Sastra bisa jadi adalah tugu kematian di dalam sebuah festival, kampung budaya dan semacamnya jika memang sastra kebetulan hanya berupa ruh gentayangan. Secara fisik mungkin dia tak ada lagi. Tapi syukurlah, masih banyak yang mau berbuat. Bahkan mampu berdarah-darah untuk itu semua. Ajaib, yang mau berdarah-darah justru adalah kebanyakan mereka yang mengunakan internet.

Sastra di Indonesia juga tak akan menjadi sunyi selama masih ada anak-anak muda yang paling tidak tetap rajin menulis karya sastra meski tak kunjung dimuat juga oleh penerbit manapun. Yang tidak bisa disepelekan adalah sastra cyber yang sebahagian besar malah tak mau bergantung kepada sastra cetak sebab internet adalah rumah yang nyaman bagi mereka.

Menulis di mana saja dan menggunakan media apa saja adalah sastra yang sebenarnya. Selalu ada saja yang mau membaca bahkan menilai karya-karya itu. Paling tidak, seorang penulis adalah pembaca pertama dari tulisannya sendiri. Dengan demikian sastra tak akan menjadi sunyi. Hari ini tidak seorang pun membaca tulisan ini tapi siapa tahu 10 tahun yang akan datang ada seseorang yang tersesat di blog ini dan terdampar membaca tulisan ini. Para pendiri situs-situs "resmi" sastra yang mengklaim diri sebagai dewan penyeleksi itu mungkin akhirnya akan terdampar juga di sini. Entah. (^_*)

Share this article :

28 komentar:

  1. weh ternyata pertamax..... koment dulu akh,....

    BalasHapus
  2. betul pak... mau klasik, tulis maupun cyber... semoga sastra tidak menghilang dari kehidupan jiwa jiwa muda.... karena dengan sastra dunia akan lebih indah....

    BalasHapus
  3. lumayan..... boleh nyepam kan pak...

    BalasHapus
  4. sekalian kelimaxnya deh... hihihihih

    BalasHapus
  5. @RanggaGoBloG- hehehe, selamat ya..pertama sampe kelima.

    BalasHapus
  6. bayangan akan makin ditinggalkannya dunia cetak mencetak dgn kertas sbg medianya sudah ada dibenak para penerbit surat kabar. sbg indikasi, kini beberapa surat kabar sdh membuat website sebagai langkah antisipatif dan untuk memanjakan sebagian pembacanya yang sudah terbiasa dgn dunia cyber. Sy setuju dgn mas ivan, dimanapun dan apapun media tempat kita menulis akan selalu ada yang akan membacanya tanpa harus melewati seleksi namun untuk menjaga kwalitas sebuah tulisan diharapkan penilaian yang jujur dari para pembaca agar seorang penulis dapat lebih terpacu membuat karya yang lebih baik lagi. wekk..! klo lg ngantuk2 gini ko malah bisa panjang ya komennya, mudah2an ga ngelantur ya mas...he..he

    BalasHapus
  7. selama manusia masih mau menulis,sastra ngga akan hilang cuma pindah tempat dari kertas ke cyber

    BalasHapus
  8. Tidak usah nunggu 10 tahunpun ,sekarang saja sudah pada terdampar kesini membaca tulisannya .Karena tulisannya yang inspiratif dan penuh wawasan tentang sastra.

    .Semoga sastra terus hidup walau pindah haluan kecyber

    BalasHapus
  9. setuju banget mas... untuk saat ini menulis di internet sepertinya lebih menyenangkan karena kita nggak harus memikirkan apakah hasil tulisan kita ini 'layak muat' atau tidak... yang penting terus berkarya dan menghasilkan tulisan yang bermanfaat... thanks atas sharingnya mas...

    BalasHapus
  10. baru denger sastra ciber Thanks infonya

    BalasHapus
  11. baru denger sastra ciber Thanks infonya

    BalasHapus
  12. baru denger sastra ciber Thanks infonya

    BalasHapus
  13. Sastra sebagai sebuah nilai, sebuah jiwa, tidak pernah terusik. Meski kini ia menemukan bentuknya dalam berbagai rupa. Tidak hanya satra cetak, sastra cyber, sastra ada di warung kopi. Bahkan sastra ada di dalam jiwa siapa saja, juga dalam sehembusan angin atau sehelai daun yang jatuh ke bumi. Cuma pendapat pribadi ya van. Tulisanmu, tentu saja selalu mantap. Tentu juga saya menemukan nilai/jiwa sastramu disini.

    BalasHapus
  14. iyah nih kang
    sekarang udah pada ganti ama namanya maya
    tulis menulis pun makin jarang, kecuali di kelas (sekolah)
    hehehe
    transformasi teknologi inpormasi mungkin namanya, ato apalah aq juga gak paham
    hehehehe

    BalasHapus
  15. sastra tidak akan sunyi...karena ada ivan :) saya baru ketemu satu anak muda nih yg bersastra di internet..
    ga usah nunggu 10 tahun, mungkin 1 jam dari sekarang :)

    BalasHapus
  16. tapi org lebih menilai karya yg diterbitkan di media cetak. buktinya, lbh bnyk yg bertanya kepada saya, udah terbitin novel blm? sampai capek deh.

    BalasHapus
  17. cyber sastra merupakan media ke sekian saat sastra cetak kurang diapresiasikan.
    Sekarang liat aja sastra yan tercetak!! jarang sekali ada nama baru kalaupun ada pasti "plusminus" nya.
    Cyber sastra adalah media yang tak perlu redaktur. Tak perlu seleksi. Dan aku yakin Cyber sastra isinya lebih bermutu dari pada cyber cetak. Lagian juga lebih murah!
    apapun medianya Hidup Sastra!

    BalasHapus
  18. Yang penting sudah menyalurkan apresiasi, kreasi, dan tidak menyadur.

    Yang penting sudah bisa nulis, tetap belajar, tetap latihan.

    Yang penting tetap terdampar di blog ini, dan melanjutkan membaca, dan menulis.

    Karena hanya itu alat untuk memberantas kebodohan.

    Hidup Guru!

    (ga nyambung ya Bang?)

    BalasHapus
  19. wah blog yg penuh dengan berita hot
    trlebih post yg satu ini: sastra
    ajib!!!

    keren om artikelnya ^_^

    BalasHapus
  20. sebenarnya malah menambah keanekaragaman sastra, karena dengan begitu ruang untuk para penikmat dan pelaku sastra menjadi luas. sehingga akses akan mudah ditempuh dan diproses dengan sangat mudah..luas bgt kan..hehhe, semoga nyerempet ma judulnya..

    BalasHapus
  21. Tapi lebih nyaman baca buku kok daripada baca lewat layar monitor... enaknya ya itu.. tidak perlu tempat penyimpanan ekstra di rumah, gak takut rusak dimakan ngengat atw tikus..

    BalasHapus
  22. sekarang semua orang pada dibutakan oleh yang namanya tulisan Cyber... namun saya percaya ada suatu saat dimana pada akhirnya orang kembali menginginkan membaca koran yang dicetak dikertas... atau membaca buku yang dicetak dikertas...

    BalasHapus
  23. bener sekali ada saatnya nanti kertas sudah tidak ada dan kita hanya menulis dan menyimpan dokumen di internet

    BalasHapus
  24. halo bos ketemu lagi dengan eagleval..
    aku ganti nama blog jadi ilang deh kemaren..
    kunjungi lagi ya..
    di
    http://harijogja.blogspot.com/

    salam sobat..

    BalasHapus
  25. hidup sastra ...hehehe

    BalasHapus
  26. waaaaw..,sumpah, nice artikel bro..!

    setuju saya dengan artikel ini. sastra akan terus berkembang, begitu juga dengan medianya. Jadi tidak ada alasan untuk menganaktirikan atau pun memandang remeh sastra cyber. Tentu kita berkarya karena ingin tulisan kita dibaca. sekarang sumberbacaan tidak hanya diatas kertas, tappi lewat monitor juga bisa bahkan lebih muarah.

    Sastra cyber juga memiliki keunggulan dari sastra cetak, dimana lebih fresh dan berragam...

    BalasHapus
  27. cybersastra.org sudah terbit lagi

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday