-prosa kecil buat thantri
terbangun pada pagi hari di negerimu adalah terbangun karena aroma khas sepiring nasi goreng yang diracik dari puisi yang belum habis dikunyah pada mimpi semalam. secangkir kopi susu yang kau hidangkan di depan hidungku adalah sisa beberapa lembar halaman dari sebuah novel yang pernah kita perbincangkan saat matahari tenggelam. thantri, pelajaran apa lagi yang telah kau siapkan untuk anak-anak muridmu hari ini?
“sekeranjang nyanyian dan judul-judul puisi yang belum selesai,” jawabmu sederhana dan segera berlalu.
“apakah sekeranjang soundtrack film yang kau anggap sama membiusnya dengan novel-novel di kamar kosmu itu?” tanyaku menggumam tidak jelas tapi memang tidak ingin aku perdengarkan sebab langkahmu telah sampai di koridor kampus. disana telah banyak bergerombol para penyair yang belum cuci muka dan kumur-kumur. kebetulan mereka hanya lusuh karena waktu.
thantri, hari ini entah kenapa aku sangat merindukan mulut dan hatimu mendongeng sambil berteka-teki saja. sebab itu adalah negeri-negeri kenyataan bagi gagasan. bukannya mencintai puisi, cerpen, atau pun film yang kadang menghancurkan para penulisnya sendiri sebelum karya mereka sampai kepada penikmatnya. aku tidak bermaksud mengguruimu di negerimu sendiri. sebab bahkan kita telah terlanjur mencintai gagasan-gagasan dari karya-karya besar itu. walau tak kunjung menjadi nyata, sekalipun pada benak para penciptanya.
pulanglah sewaktu-waktu untuk membuat sepiring lagi nasi goreng atau secangkir kopi susu dengan gagasan yang tidak pernah pura-pura. sebab telah kau tulis dengan puisi-puisi yang nyata. bukan puisi religius yang ditulis oleh penyairnya seusai meniduri salah seorang kekasih gelapnya. bukan puisi cinta yang ditulis oleh penyairnya sembari mengunyah-ngunyah paham hedonisme. bukan puisi pemberontakan terhadap segala ketimpangan termasuk kolusi. dimana justru puisi itu dimuat di koran tapi setelah melalui proses kolusi setidaknya hubungan pertemanan dengan redaktur koran. bukan puisi-puisi pengkhianatan!
pulanglah sewaktu-waktu untuk membuat sepiring lagi nasi goreng atau secangkir kopi susu dengan gagasan yang tidak pernah pura-pura. sebab telah kau tulis dengan puisi-puisi yang nyata. bukan puisi religius yang ditulis oleh penyairnya seusai meniduri salah seorang kekasih gelapnya. bukan puisi cinta yang ditulis oleh penyairnya sembari mengunyah-ngunyah paham hedonisme. bukan puisi pemberontakan terhadap segala ketimpangan termasuk kolusi. dimana justru puisi itu dimuat di koran tapi setelah melalui proses kolusi setidaknya hubungan pertemanan dengan redaktur koran. bukan puisi-puisi pengkhianatan!
aku tidak ingin kau menulis seperti mereka.
pulanglah sewaktu-waktu untuk menemaniku menempelkan puisi-puisi pada batang-batang padi di sawah. setiap pagi dan sore hari dibaca oleh nurani anak-anak petani desa setiap menggiring ternak pulang ke kandang. aku ingin segera terbangun pada pagi hari di negerimu. selalu. tanpa pura-pura. sebab disini, beberapa lembar puisi darikota tak lagi renyah saat kita baca dalam hati.
pulanglah sewaktu-waktu untuk menemaniku menempelkan puisi-puisi pada batang-batang padi di sawah. setiap pagi dan sore hari dibaca oleh nurani anak-anak petani desa setiap menggiring ternak pulang ke kandang. aku ingin segera terbangun pada pagi hari di negerimu. selalu. tanpa pura-pura. sebab disini, beberapa lembar puisi dari
bulukumba, 23 maret 2008.
indah bang... tapi jenis hurufnya agak menyulitkan...
BalasHapusMaaf mas. Baiklah, sekarang saya ubah jenis tulisannya.
BalasHapuswah....gila...indah banget....
BalasHapusselamat tahun baru
BalasHapusTantri, jangan katakan sepucuk surat itu bukan dari sang penyair kita. Sebab ia tak hanya indah tapi juga mewakili segenap harapan akan perubahan. Aroma kampus, sebincangan diskusi hangat tentang seni, dilingkupi aroma nasi goreng dan secangkir kopi susu. Tantri, saya menunggu surat berikutnya. Sekedar numpang baca saja, hehe.
BalasHapussepucuk surat yang beautiful.
BalasHapusRangkaian kata kerinduan yg indah ,tentang semua apa yg Tantri lakukan untkmu.Hmmm sepertinya nasi goreng Tantri lezat ya hehe.
BalasHapusindah sekali sahabat
BalasHapusRangkaian kata-katanya, sip tenan!
BalasHapusnice prosa. kereeen
BalasHapusDuh...saya tak tahu lagi mau ngomong apa, pilihan kata yang begitu indah..tapi kalau boleh titip salam pada Tantri..
BalasHapusThantri...ijinkan aku datang dalam duniamu, ajarkan aku buat puisi-puisi nyata dan ajak aku tempelkan puisi pada batang-batang padi karena disini aku hanya bisa menggenggam butir2 beras yang tak bisa kusematkan sebait puisi...
thantri ^_^... aku mau dunk nasi gorengnya, xixixixiix ama kopi susunya juga yah,
BalasHapusberapa ? :-P
keren mas !!
prosanya cantik.. secantik penggambaran thantri
BalasHapusLikes this.
BalasHapusMas ivan berkunjung saja ke negeri tantri sebelum ia datang dan menemani menempelkan puisi pada batang padi :)
i love it. dalem banget...
BalasHapustentang kejujuran berkarya ?
so sweeettttt
BalasHapusmet tahun baru 2010 mas iwan kavalera....moga cepet bisa pulang ke desanya ya....pada kangen tuh....
BalasHapusUntuk semua. Terimakasih kunjungan, komentar dan segalanya. Selamat tahun baru masehi 2010. Selamat, semangat. Salam hangat.
BalasHapusSebuah proisi yang sangat indah, menyentuh, dan sarat makna. Jd malu pada karyaku sendiri.
BalasHapusMungkin sebaiknya ditempel di batang padi, bukan di blog ya? Hehe...
Met Tahun Baru aja sob. Smoga tahun ini membawa berkah bagi kita semua. Amien...
uhmmm..indahnya :)
BalasHapusmet taun baru yah mas ^^
indah......semoga selalu indah.....
BalasHapussuka banget mas ivan,... *)*
BalasHapussaluttt....
selamat tahun baru 2010 ya ^_^
tantri,..ayo buatlah sebuah puisi dan nasi goreng,lalu kita berbincang dgn hangat di serambi.
luar biasa, sobat...
BalasHapussungguh perenungan yang dalam...
"dimana justru puisi itu dimuat di koran tapi setelah melalui proses kolusi setidaknya hubungan pertemanan dengan redaktur koran. "
Kalimat yang paling saya sukai, sobat...