“barangkali kepada angin saja aku akan menyampaikan perasaan ini jika waktu telah berkenan,” akhirnya perempuan itu mengucapkan kalimatnya di awal januari. perempuan yang kini menggigil dan memeluk tubuhnya sendirian. perempuan yang dilarutkan malam-malam seperti desember kemarin.
para lelakinya telah bergantian datang dan pergi selama bertahun-tahun ini. waktu telah berkenan memberinya kesempatan untuk dicintai. beberapa dari kekasihnya mendapatkan bagian-bagian cinta dari tubuhnya. beberapa dari kekasih-kekasihnya yang lain berkenan memberikan cinta kepada nafasnya. tapi perempuan itu masih saja merasa sendirian. angin pun tak dapat menjelaskan kepadanya tentang makna-makna yang dihilangkan waktu.
tahun-tahun akan segera bergantian melumat usia dan tubuhnya. musim-musim telah mencabik-cabik wajahnya yang jelita. perempuan itu begitu menyadarinya. kekasih-kekasihnya pasti akan meninggalkannya sendirian ketika waktu itu tiba. dan ia tak akan lagi dipanggil dengan sebutan pelacur.
tahun-tahun akan segera bergantian melumat usia dan tubuhnya. musim-musim telah mencabik-cabik wajahnya yang jelita. perempuan itu begitu menyadarinya. kekasih-kekasihnya pasti akan meninggalkannya sendirian ketika waktu itu tiba. dan ia tak akan lagi dipanggil dengan sebutan pelacur.
perempuan yang mendesah sendirian di bawah bulan. rambutnya kini menjadi hutan. wajah dan tubuhnya tidak lagi jelita. ia berusaha menikmati saat-saat waktu menjemput peristiwa-peristiwa berikutnya. hari-hari misterius yang tidak akan pernah bisa dibayangkan olehnya. dengan tubuh dan usia yang tidak lagi bisa dicintai oleh siapapun. bahkan olehnya sendiri.
Bulukumba, 11 Januari 2010
Mohon maaf izinkan pertamaya dulu. Hehe...
BalasHapusSebuah perenungan yang dalam, Mas. Bahasanya santai, tapi dalam.
BalasHapusPerempuan di awal Januari, sungguh betapa tabah nasibmu....
Kenapa disebut seonggok, karena dia pelacurkah...? Selamat pagi van.
BalasHapusSemoga dimusim yang tersisa,hilang semua sebutan hitam itu.
BalasHapusperempuan itu masih saja merasa sendirian.... dan perasaan ini akan terbawa sampai di ujung penyesalan dan akhirnya akan menjadi onggokan kisah yang tidak seharusnya terjadi.
BalasHapusHmm....seonggok perempuan?!
BalasHapusIa selalu merasa sendiri berteman sunyi sembari terpaksa menikmati rintih. Berharap sinar bulan membawa keindahan dan merubah keadaan yang selalu saja menjadikannya sebagai korban. Ia hanya seorang perempuan.
Salam.
selalu dan selalu ada kesempatan tuk berubah ya...
BalasHapusAwal januari..yang mempesona...
BalasHapusassalamu alaikum
BalasHapuswacana ini membuat saya merenung
wacana yang bermanfaat
salam sejahtera
BalasHapusberkunjung lagi mas
seperti biasa
blog ini selalu menghadirkan tulisan yang bermanfaat
kisah tentang wanita yang
menarik untuk dibaca
dan membuat semua orang merenung
Sebuah prosa yang indah. Semoga sang tokoh kembali ke jalan yang benar sesudahnya.
BalasHapuskisah pilu di awal januari.
BalasHapusslalu ada jalan untuk kembali agar tak lagi terpateri sebutan "seonggok perempuan"
Maaf, saya baru kembali
perenungan yang indah mas... sayang... kenapa harus seonggok perempuan?
BalasHapussalam sobat
BalasHapuswah seperti ini prosanya ya,,
seonggok perempuan,,yang memilukan.
semoga perempuan2 kita semua tidak seperti ini...ya...
wanita paling banyak menjadi korban kasihan banget
BalasHapusintonasi dalam berkarakter ini memang milik dan hanya milik abangku tercinta......
BalasHapussalam hangat dari blue
keren
cinta yang datang dari tubuh untuk tubuh tak akan abadi, kini tak lagi bermakna dan berarti..
BalasHapusProsa yang keren mas...!!
akh, kasihan sekali perempuan itu.
BalasHapusapa semua pelacur memiliki perasaan seperti itu? kesepian. dan tanpa harapan.
BalasHapusUntuk Semua. Terimakasih kunjungan dan komentarnya. Puisi di atas sengaja diberi judul dengan embel-embel Prosa. Bentuknya memang agak prosaime. Perempuan dalam puisi ini hanya simbol.
BalasHapus