Latest Post

Gadis Berjaket Merah dan Takut Hujan Luncurkan Nisan

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 29 April 2010 | April 29, 2010


Salah satu perempuan penulis yang termasuk paling produktif di Sulsel, alumnus Jurusan Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin, Pratiwi Syarief, bakal meluncurkan buku barunya pada 2010 ini. Buku ketiganya ini diberi judul Gadis Nisan.

Sebelumnya gadis cantik ini sudah meluncurkan buku Gadis Berjaket Merah, buku yang memuat sembilan belas karya yang terdiri dari tujuh belas cerpen, satu essai dan satu kumpulan puisi. Lalu bukunya yang kedua, Gadis Takut Hujan. Ketiga kumpulan cerpen tersebut yang menjadi editornya adalah Kepala Humas Unhas M Dahlan Abubakar.

Kemampuan menulis Pratiwi Syarif telah muncul ketika dia masih di SMP dimana saat itu kisah-kisah dan pengalamannya ditulisnya melalui  Buku diary. Kemudian untuk memperdalam kemampuan menulisnya ia memilih kelas Bahasa sewaktu  masih di SMA negeri Barru.  Bakat menulisnya  menurun dari  sang ayah Syarif  Longi Wartawan Harian Pedoman Rakyat  yang  juga  Pimpinan Redaksi  “Tabloid “Pijar”. 

Karya-karya Pratiwi memiliki kekhasan setting cerita yang menawarkan keakraban dengan kehidupan sehari-hari, bahkan terasa akrab mengalir saja tanpa tedeng aling-aling tapi tetap bernas.

Dalam berbagai kesempatan Pratiwi selalu mengungkapkan bahwa dirinya memang menargetkan bisa melahirkan sebuah karya baru setiap tahun.  Buku ketiganya ini memuat 22 judul cerpen dan dijadwalkan diluncurkan di kampung halamannya, Barru, Sulsel.

(berbagai sumber)

Hujan Kali Ini

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 28 April 2010 | April 28, 2010


semestinya rindumu bertangkupan dengan musim hujan
kali ini.
dawai-dawai gitarmu juga  tidak sedang memainkan malam yang murung 
dan pecah.
tidak sengaja aku menuliskan sajak  selama berhari-hari
hanya untuk mengutip sedikit kalimat yang pernah kau  titipkan 
di bawah hujan, "akhirnya tak ada yang bisa membaca arah angin,"
katamu 
untuk musim berikutnya.


bulukumba, 28 april 2010


Gandrang Bulo

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 26 April 2010 | April 26, 2010

Lukisan Pasir Kseniya Simonova dari Ukraina

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 25 April 2010 | April 25, 2010

Aku Bukanlah Gitar Yang Tiap Hari Selalu Kau Peluk

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 24 April 2010 | April 24, 2010


Lelaki tampan dengan suara merdu dan kemampuan memetik gitar. Perempuan mana tak jatuh hati? Semua begitu indah di awal. Belakangan sang perempuan sadar, kekasihnya lebih memilih yang lain. Bukan wanita idaman lain, tapi yang dipilih sang pria: gitarnya sendiri. Ditambah kelakuan playboy si pria, perempuan itu pun termehek-mehek di akhir cerita.

Cerita klasik dan sederhana itu menjadi plot lukisan komik Bambang “Toko” Witjaksono. Tema Titian Muhibah diusung Bambang dalam pameran lukisannya yang digelar di Langgeng Gallery di Jakarta Art District, Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta, sepanjang 8-30 April ini.

Karya Bambang merupakan reproduksi dari komik Akhir yang Tragis karya Jan Mintaraga. Bambang, pengagum berat Jan, memproyeksikan komik itu di atas kanvas berukuran lebih dari 1 meter persegi. Sapuan akrilik digunakan untuk mempercantik 12 lukisan yang dipamerkan. “Saya meminjam visual komik, tapi ceritanya saya bikin sendiri,” katanya. Penekanan cerita ala Bambang pada gitar dan perjalanan cinta sepasang kekasih.

Nostalgia komik roman mampu dimunculkan dosen Institut Seni Indonesia Yogyakarta tersebut. Pencapaian yang cukup mengagumkan karena mampu menyeleksi satu buku komik menjadi tinggal 12 frame. Sayang, keterbatasan ruang di Langgeng Gallery membuat tak semua lukisan dipajang. Bahayanya, penikmat lukisan akan kehilangan alur cerita.

Keklasikan komik dijaga dengan mempertahankan sosok-sosok pada 1970-an, seperti tergambar dalam Akhir yang Tragis. Sang perempuan kerap digambarkan dengan rok di bawah lutut, rambut terkepang, atau berbandana besar. Adapun prianya dihadirkan dengan rambut berjambul dan kemeja lengan panjang dengan kancing atas terbuka.

Bambang juga menampilkan warna-warna pastel nan lembut dalam lukisannya. Misalnya, dalam lukisan berjudul Merdunya, Bambang menggunakan warna oranye pada gitar si pria, termasuk barisan fret-nya. Kemeja lelaki itu berwarna pink menyala. Begitu juga dengan rok terusan sosok perempuan yang terlihat jauh. Latar belakang langit biru cerah menambah ngejreng lukisan tersebut.

Layaknya komik, Bambang pun menghadirkan teks dalam lukisannya. Beberapa kali dialog tercipta antara laki-laki dan perempuan. Tapi tak jarang monolog. Teks dalam lukisan Bambang berhuruf kapital dan cenderung sama dengan judul lukisan. Terkadang panjang, terkadang singkat. Bambang sebenarnya bisa memilih salah satu, judul saja atau lukisan saja.

Pada beberapa gambar, penghilangan itu akan tetap mampu menjaga pesan visual dalam lukisan. Ini terlihat pada lukisan Tangannya Selembut Salju, yang menggambarkan pasangan kekasih sedang berpegangan tangan. Dengan membaca judul saja, pesan lukisan mampu ditangkap dengan mudah.

Bambang tak jarang menyisipkan unsur puitis dalam teks. Contohnya, dalam Aku Bukanlah Gitar, teks yang dibuat Bambang untuk menunjukkan suasana hati sang perempuan berbunyi: “Aku bukanlah gitar yang tiap hari selalu kau peluk”.

Dalam lukisannya, Bambang terlihat sangat memperhatikan angle. Dalam lukisan Mulailah Kejengkelan Itu, misalnya, pertemuan dua kekasih digambar dari luar rumah dengan posisi agak ke atas. Pohon yang beberapa rantingnya tak berdaun lagi menjadi latar depan, berpadu dengan terali rumah yang tergambar hitam. “Saya tak ingin menggambarkan karakter komik dari depan saja,” kata pendiri grup komik Apotik ini.

sumber: www.tempointeraktif.com

Maksud Baik Saudara Sebenarnya Untuk Siapa?

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 23 April 2010 | April 23, 2010



WS Rendra, kampus UI, 1977

Pameran Lukisan Lima Perempuan Di Hari Kartini

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 22 April 2010 | April 22, 2010


Pameran lukisan karya lima perempuan, terdiri dari Yuni, Anggi, Santi, Marledi dan Ana mewarnai peringatan Hari Kartini di Makassar. Pameran lukisan  yang digelar selama tiga hari, mulai 21 April hingga 23 April itu, selain dipamerkan juga dijual, ada sekitar 21 lukisan hasil karya lima pelukis yang tergabung dalam Makassar Art Gallery yang dipajang di salah satu hotel berbintang di Makassar, Rabu.

Lukisan yang dipamerkan mengandung unsur alam, abstrak bahkan lukisan yang dipadukan dengan sulaman juga ditampilkan dalam pameran ini. Menurut Ketua Panitia Pameran Lukisan Lima Perempuan, Gunawan Monoharto di Makassar, Rabu, karya lima pelukis wanita ini di pamerkan untuk mendorong perempuan-perempuan di Indonesia agar tetap menghargai perjuangan RA Kartini yang telah mendongkrak kemampuan perempuan untuk berkarya.

Keterangan dari panitia, hasil penjualan lukisan ini akan diberikan ke panti jompo, panti asuhan dan orang-orang yang memang layak membutuhkan. Masing-masing lukisan memiliki harga bervariatif, mulai Rp1 juta hingga Rp12 juta, namun harga itu bisa ditawar sehingga masyarakat bisa menjangkaunya .

Sebagian besar lukisan tidak jauh dari kebudayaan dan nilai-nilai luhur masyarakat Sulsel pada umumnya, seperti lukisan "Pa Pui pui" yaitu seni meniup seruling khas Bugis, Makassar dan lukisan busana pengantin khas Mandar dan Suku Kajang Bulukumba.



Sajak Cinta Seorang Tua Untuk Istrinya

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 20 April 2010 | April 20, 2010

sajak cinta WS Rendra untuk istrinya

Sajak Sebatang Lisong

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 19 April 2010 | April 19, 2010


Sajak Sebatang Lisong WS Rendra, Kampus ITB, 1977.

Aroma Musim Hujan

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 18 April 2010 | April 18, 2010


Prosa puitik "Aroma Musim Hujan" karya Amri Ibrahim, penyair dan blogger Makassar. Aku memanggilnya brother. 

 

Refleksi Mafia Dalam Kekuasaan

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 17 April 2010 | April 17, 2010


Seorang laki-laki bertopeng dengan setelan jas abu-abu itu berada di sungai. Air hitam merendam bagian pinggang ke bawah. Tangannya memegang topi jenis fedora yang senada dengan warna jasnya. Topi itu dipasangkan ke pria lain di sebelah kirinya, yang juga terendam air hingga dada. Laki-laki bertopeng itu seolah sedang menahbiskan pria tersebut. Senyum bangga pun terlihat dari si tertahbis. Tapi dia tak sadar. Di bagian atas topi itu tergambar cross hair target. Dari balik sebuah pohon, seorang lelaki mengarahkan shotgun ke arah cross hair itu. Posisinya siap tembak. Sekali tembak, tentu kekuasaan yang baru diraihnya lenyap seketika. Anehnya, senyum dan arah mata dalam topeng sang penahbis seperti menyetujui tindakan si pengintip.

A Real Power Can't be Give, It Should be Take, judul lukisan tersebut. Sang pelukis, M. Lugas Syllabus, seolah menggambarkan kekuasaan yang siap direbut pihak lain. Dunia kekuasaan inilah yang digambarkan perupa kelahiran Bengkulu, 23 tahun lalu, itu dalam pameran tunggal di galeri Art Seasons, Permata Hijau, Jakarta, sejak 24 Maret lalu hingga 24 April mendatang.

Mengusung tema "Welcome to The Family", Lugas menggambarkan kekuasaan dalam dunia keluarga mafia dengan akrilik di atas kanvas. Lugas seperti terinspirasi oleh Don Corleone, tokoh fiksi gembong mafia dalam novel The Godfather karya Mario Puzo. 

Dalam The Don Dinner, Lugas menampilkan pemimpin mafia itu dengan tatapan tajam dan tangannya terkatup di atas meja makan. Tiga lelaki anggota keluarganya berdoa dengan tangan memegang pistol terangkat ke dagu. Seperti berharap Don membagikan peluru dari piring di depannya. Kreativitas Lugas ditambah suasana kelam melalui tembok kecokelatan plus hijau lumut terlihat nakal, menarik, sekaligus menunjukkan gairah ide yang meluap.

Lugas juga merefleksikan kepicikan pertemanan seperti yang terjadi dalam dunia mafia. Dalam Never Trust The Goldhand, digambarkan dua orang tengah berjalan bersama. Tangan lelaki yang satu menempelkan tanda target--pengulangan dari A Real Power Can't be Give, It Should be Take--di punggung lelaki lainnya. Simak juga XOXO (peluk-cium), yang menampilkan satu orang memandangi temannya, yang membuka jaket sepanjang lutut. Si teman ternyata membawa senapan, granat, dan bom waktu.

Selain memajang lukisan, Lugas memamerkan karya tiga dimensi yang tak lepas dari dunia kekuasaan, misalnya I Ki$$ Your Hand, yang menunjukkan seekor kucing dengan kaki depan terangkat tengah menjilat tangan manusia berkepala anjing yang berdiri pongah. Berbahan fiberglass, karya ini mencerminkan kondisi permusuhan yang kerap dibungkus kepatuhan. Tanda "$" dalam judul menunjukkan jilatan dilakukan kepada mereka yang punya uang dan kuasa.

Begitu juga dengan We Got Company, yang menampilkan satu pria berjas dengan dasi merah tengah disambut tulang tangan yang saling berangkulan. Tapi tangan-tangan itu setiap saat siap mencekik si pria. Dari dua karya nonlukisan ini, Lugas terlihat sangat sinis menyoroti kepalsuan dan perilaku jilat-menjilat.

Hampir di semua lukisan, Lugas menghadirkan gambar lain berukuran mini. Dalam Self Decision, misalnya, ditampilkan satu dari empat Dalton dalam komik Lucky Luke. Ia seperti menari di atas pundak seorang hakim, yang kedua tangannya berjabat di pinggang belakang. Gambar mini ini tentu bukan sekadar hiasan, melainkan membantu penyampaian pesan lukisan. "Saya menggunakan tokoh-tokoh yang hidup di zaman saya," ujar Lugas.


sumber: www.tempointeraktif.com



 Award Api Semangat dari Bang Pendi


Terimakasih ya, bang Pendi. Bagi yang belum kebagian award ini, silahkan diambil. Tentunya jika berkenan.

Patung Ingin Bunuh Diri Di Empire State Building

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 16 April 2010 | April 16, 2010



Sejak dua hari ini warga kota New York geger sejak Kamis (15/4) kemarin. Banyak yang langsung angkat telpon dan putar nomor 911. Panik melanda warga. Ada orang bertengger di sebuah birai tinggi dari Empire State Building dan bersiap-siap untuk melompat. Semuanya hampir terkecoh. Polisi menyadari bahwa adegan ingin bunuh diri itu hanyalah sebuah patung besi tak bernyawa. Patung seukuran manusia adalah salah satu dari 31 patung manusia realistis karya seniman Inggris Antony Gormley.

Patung-patung ini sengaja dipasang di atap-atap gedung berbahaya dan tepian bangunan kota yang paling terkenal awal bulan lalu. Empat dari mereka ditempatkan di sisi jalan, termasuk satu di Fifth Avenue. Seni instalasi "Even Horizon" ini dianggap salah satu pejabat, "Buang-buang tenaga polisi. Kami tidak memiliki cukup polisi untuk menjawab panggilan sebuah patung yang ingin bunuh diri."

Sebenarnya, polisi telah diberitahu tentang proyek seni, yang juga didukung oleh Wali Kota New York Michael Bloomberg itu. Tapi, pejalan kaki dan polisi mungkin punya alasan untuk khawatir: Sejak dibuka pada tahun 1931, 34 orang telah melompat dari dek pengamatan dari lantai 86 Empire State Building, yang merupakan gedung pencakar langit tertinggi di Manhattan.

Patung laki-laki dari logam itu sengaja diletakkan di langkan gedung, dimana kejadian bunuh diri terakhir terjadi. Seorang mahasiswa Universitas Yale memutuskan melompat untuk bunuh diri pada tanggal 30 Maret lalu.

Juru bicara Polisi New York Paul Browne menyatakan pihaknya sudah menerima sepuluh kali panggilan ke 911 tentang "Event Horizon" - termasuk tiga panggilan ke Empire State Building - meskipun sumber polisi sudah bersikeras itu adalah kejadian biasa. Tak hanya warga, petugas patroli juga ada yang terkecoh. Polisi lokal sudah diingatkan bahwa patung itu dijadwalkan untuk tetap berdiri sampai 15 Agustus.

sumber: www.tempointeraktif.com


Pameran Seni Rupa Mainan Anak

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 15 April 2010 | April 15, 2010


Anak-anak telah kehilangan banyak ruang. Salah satu ruang itu adalah humanisme. Contoh paling memiriskan adalah tayangan media mengenai anak-anak yang dihajar aparat satpol PP. Bahkan ada pula  di antara mereka ikut bahu membahu bersama orang dewasa mengamuk melawan petugas dalam peristiwa kerusuhan Tragedi Koja, Jakarta Utara kemarin. 

Ruang lainnya bagi anak-anak yang  lebih tergerus lagi yakni ranah seni budaya . Untuk itu seniman muda Musfiq Amarullah menggelar pameran tunggal bertajuk Chilhood Toys di Tembi Rumah Budaya di Jalan Gandaria I/47, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pameran seni rupa yang menampilkan karya-karya lukisan tentang permainan tradisional anak itu berlangsung sepanjang 8 – 27 April 2010.

Dalam karya-karyanyan, Musfiq menyuguhkan permainan tradisional anak, yang kini keberadaannya sudah mulai tenggelam. Dunia anak-anak digambarkan terdiri dari seperangkat permainan beserta beberapa simbol pendukung yang menggugah ingatan para pengunjung untuk kembali ke masa kecilnya dulu.

Menurut Musfiq, konsep karya-karyanya itu berawal dari ingatan pengalaman masa kecilnya dengan permainan yang dimainkannya, yang keberadaannya sekarang sudah hampir punah. “Saya ingin mengingat kembali permainan waktu kecil dulu,” katanya. “Permainan tradisional kini sudah jarang dimainkan lagi oleh anak-anak, karena mainan anak sekarang bentuknya lebih canggih dan modern.”

Dalam pameran tunggal perdananya itu, Musfiq menampilkan sekitar 13 karya lukisan, di antaranya berjudul Lempar Gasing, Bola Bekel, Kelereng, Hompimpa, Halo-haloan, Yoyo, dan Egrang.

Dalam salah satu karya lukisannya Musfiq bercerita bagaimana permainan tradisional sekarang ini tergantikan karena perkembangan jaman yang selalu berubah hingga memunculkan variasi permainan yang lebih modern.

“Kalau dulu mainan anak bisa kita buat dengan bahan-bahan seperti bambu, batang pohon, kaleng bekas dan sebagainya, tapi kalo sekarang semuanya serba instan,” ujarnya menjelaskan.

Hal itu ia gambarkan dalam lukisan bertajuk Tergantikan. Dalam lukisan itu digambarkan beberapa permainan tradisional dengan latar belakang gedung-gedung bertingkat dan sebuah stick Playstation. ”Ini menggambarkan permainan tradisional yang kian tergerus jaman,” kata Musfiq.

sumber: www.tempointeraktif.com


Ratusan Naskah Kuno Aceh Tersimpan di Brunei Darussalam

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 14 April 2010 | April 14, 2010

Ratusan naskah kuno Aceh, yang tersimpan rapi di Brunei Darussalam sekitar lima tahun lalu, menunggu tindakan pemerintah Indonesia untuk mengambilnya agar menjadi koleksi bagi generasi muda dan masyarakat yang peduli terhadap peninggalan sejarah langka tersebut

Seorang kolektor naskah kuno Aceh, Tarmizi A. Hamid SP, di Banda Aceh, mengatakan, semua naskah kuno bernilai sejarah tersebut milik masyarakat yang dibawa saat mengikuti pameran dunia Islam di Brunei Darussalam sekitar akhir tahun 2004.

"Naskah itu milik saya dan milik kita masyarakat. Ketika itu kita ikut pameran dunia Islam. Pameran itu sendiri diikuti dari berbagai negara, termasuk dari Provinsi Aceh," kata Tarmizi, yang kini sedang berupaya mengembalikan ratusan naskah kuno itu ke Aceh.

Menurut Tarmizi, upaya mengembalikan naskah tersebut dapat dilakukan karena ketika benda bernilai sejarah itu diserahkan bersifat sementara. Itu terkait dengan bencana alam gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 yang meluluhlantakkan Aceh dan menghilangkan ratusan ribu nyawa masyarakat.

"Sangat dimungkinkah naskah itu kita kembalikan ke Aceh. Saya mengharapkan dukungan untuk mengembalikan naskah ini sesegera mungkin ke Aceh. Saya membantu melakukan hubungan dengan Pemerintah Kerajaan Brunei Darussalam karena memang saya yang bawa ke sana," Tarmizi menjelaskan.
Upaya mengembalikan sekitar 150 naskah kuno Aceh itu penting dilakukan mengingat ribuan naskah yang tersimpan rapi di Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA) hancur dan hilang ditelan bencana tsunami yang melanda sebagian wilayah provinsi tersebut.

"Naskah kuno ini menjadi penting artinya bagi masyarakat Aceh karena tidak sedikit naskah yang tersimpan di PDIA kini sudah dibawa tsunami. Saya berharap semua naskah kuno Aceh yang sekarang tersimpan di Brunei Darussalam dapat segera kembali ke daerah ini," ujar Tarmizi.

Tarmizi mengatakan, berbagai naskah kuno Aceh di Brunei Darussalam itu bisa dijadikan koleksi berharga bagi generasi muda dan pemerhati sejarah, karena memiliki nilai Islami dan sangat relevan dan mendukung pemberlakuan syariat Islam di provinsi tersebut.

Mayoritas naskah kuno tersebut ditulis dalam bahasa Arab melayu dan sebagian lainnya berbahasa Arab. Pengetahuan dalam naskah kuno itu juga aneka ragam, termasuk masalah kajian perkembangan masa depan yang diprediksi penulis naskah tersebut.

Tarmizi menambahkan, tak sedikit kandidat doktor negeri jiran Malaysia yang melakukan kajian dan penelitian bagi penulisan disertasi untuk menyelesaikan program studi S3. Mereka rata-rata datang untuk mengkaji sekitar 200 naskah kuno yang kini tersimpan di rumahnya.

(berbagai sumber)

Sketsa Drama Surat-Surat Kartini di Goethe Malam Ini

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 13 April 2010 | April 13, 2010


Ratusan surat-surat Kartini dibaca ulang menjadi sebuah sketsa drama, Selasa malam ini (13/4)  pukul  20.00 WIB di Goethe Haus, Jakarta. Oleh Laksmi Notokusumo, sutradara sekaligus koreografer tari, garapan teater ini ia beri judul "Panggil Aku Kartini Saja"

Laksmi, dalam garapan ini akan menghidupkan potongan-potongan kutipan surat Kartini dalam adegan lakuan kegiatan Kartini dengan kedua adiknya, Kardinah dan Rukmini. Nampaknya Laksmi tak hanya menyoroti peran tunggal saja, namun ingin menghadirkan kehidupan Kartini secara kompleks.

Skesta lebih ditampilkan secara narasi dan minim adegan percakapan. Selain itu, sketsa juga diperindah dengan gerak tari dan tembang baik jawa maupun kontemporer.

Dibantu oleh Umi Lasmina sebagai kurator surat-surat Kartini, Laksmi mulai mengambil bagian-bagian yang menarik untuk dijadikan naskah. "Seluruh dialog yang ditampilkan oleh pemain tak lain adalah kata-kata Kartini dalam surat. Saya tidak mengubahnya sedikitpun," ujar Laksmi.



La Galigo dan Babad Diponegoro

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 12 April 2010 | April 12, 2010


Naskah  La Galigo dan Babad Diponegoro  telah resmi diajukan sebagai warisan dunia pada 9 Maret lalu ke PBB, UNESCO. Namun bangsa Indonesia masih harus menunggu lagi sebab sidang UNESCO di Paris baru akan memutuskan pada Oktober tahun ini.

Babad Diponegoro merupakan otobiografi Pangeran Diponegoro. Naskah asli berjudul Babad Dipå Nĕgårå sudah tak jelas keberadaannya. Tapi, Perpustakaan Nasional masih menyimpan salinan Babad yang kondisinya saat ini sudah memprihatinkan tersebut. Sedangkan La Galigo merupakan legenda rakyat Bugis, Sulawesi Selatan.

Jika keduanya diterima sebagai warisan dunia berarti Indonesia merupakan pemilik sah naskah tersebut. Negara lain tak bisa mengklaim naskah itu sebagai miliknya. Babad Diponegoro dan Ilagaligo akan menyusul Negarakertagama yang telah lebih dulu menjadi warisan dunia.

(berbagai sumber) 

Lukisan Indian Amerika

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 11 April 2010 | April 11, 2010


Suku Indian Amerika adalah salah satu bangsa yang dikenal memiliki kegemaran luar biasa terhadap seni musik dan lukisan.  Picturing America digelar untuk merekonstruksi dan mereproduksi kembali cita rasa seni bangsa Indian. Bertempat di Galeri Salihara, Jalan Salihara No.16 Pasar Minggu, Jakarta Selatan berlangsung pada tanggal 9 – 23 April 2010.

Pameran Picturing America menampilkan 40 lembar reproduksi, antara lain, lukisan yang dibuat pada abad 18 sampai 20. Kita bisa melihat karya-karya awal sejumlah pelukis Indian Amerika hingga karya-karya perupa modern Amerika, seperti Mary Cassatt, Joseph Stella, George Caleb Bingham, Winslow Homer, dan pelukis Amerika yang termasyhur Norman Rockwell.

Pameran ini juga menampilkan foto- foto keramik dan wadah yang dibuat sejak abad 12 - 20. Ada juga foto-foto arsitektur dari bangunan modern abad 20, seperti gedung Chrysler yang bergaya Art Deco di Manhattan karya William Van Alen. Dibangun pada dekade 1920-an, gedung ini melampaui tinggi Menara Eiffel. Pameran ini menyiratkan sejarah, budaya, dan aspirasi bangsa Amerika.




Sekuntum Nyanyian

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 10 April 2010 | April 10, 2010


seperti teatrikal hujan
tiba-tiba saja kau berkunjung diam-diam ke hatiku
mencuri sekuntum nyanyian namun tidak mengembalikannya
hari yang menggemaskan.
aku lupa reffrain pada notasi lagumu
kita hanya saling menuliskan aksara
tapi tak sempat terbaca.
ah, diam-diam ke hatiku,
tapi tidak usah mengembalikannya

makassar, 10 April 2007



"sebuah puisi lama di utara kota"



Sunyi Itu Batu

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 09 April 2010 | April 09, 2010

sewaktu-
waktu
sunyi itu
adalah
kelopak bunga
seperti
kata ibuku.
tapi
sudahlah
sunyi itu
lebih sering menjadi
batu
ketika
aku
dan kamu
melingkari
api unggun 
yang tenyata 
memang  
dinyalakan 
rindu. 

bulukumba, 09 April 2010



Seni Instalasi Efek Tiga Dimensi

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 08 April 2010 | April 08, 2010


Seni Instalasi belum mati di Indonesia. Terbukti dalam ruang pameran Kedai Kebun Forum di Jalan Tirtodipuran No. 3, Yogyakarta. Garis-garis dari pensil yang membentuk bidang bujur sangkar kecil-kecil memenuhi dinding putih. Lalu, bayangan yang membentuk sosok manusia seperti “membelok” antara lantai dan dinding. Juga bayangan satu set meja-kursi. Semuanya berwarna putih dipenuhi garis-garis pensil yang membentuk bidang kotak-kotak.

Di beberapa titik lantai ruang pamer diletakkan trap-trap kayu dengan jarak dan ketinggian tertentu. Di atas tangga kayu inilah pengunjung bisa menikmati karya Kokok P. Sancoko, 36 tahun, dalam pameran bertajuk Myth, sepanjang 7-30 April ini.

Dari atas tangga itu pula pengunjung memperoleh “keajaiban”, karena bayangan orang dan benda yang pada awalnya dua dimensi itu tiba-tiba berubah bentuk menjadi tiga dimensi. “Inilah yang disebut sebagai optical art,” kata Kokok.

Perupa, yang pernah menjadi mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta angkatan 1992 ini, tak perlu repot-repot mencari model untuk karyanya. Sebab, bayangan orang pada karyanya itu tak lain adalah Agung Kurniawan, Neni, dan Imelda. Mereka adalah pemilik dan pengelola Kedai Kebun Forum. Agung dalam posisi jongkok, Neni dalam posisi berdiri sembari memegang rokok, dan Imelda dalam posisi melangkah.

Garis kotak-kotak pada tembok ruang pamer maupun pada bayangan orang dan benda, memiliki dua fungsi. Pertama, berfungsi ilusif serta matematis dan logis. Menurut Kokok, garis kotak-kotak di dinding ibarat layar atau memberi ilusi ada sebuah ruang di belakangnya. “Itu artinya, karya ini sebenarnya bisa diletakkan di mana saja, tidak harus di ruangan,” katanya. Pameran ini juga menghadirkan karya Dedi D. Hermawan, 32 tahun, mahasiswa IKP Bandung, Jawa Barat.


Tunrung Tumpaka Di Unhas Hari Ini

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 07 April 2010 | April 07, 2010


Sendratari Tunrung Tumpaka yang dimainkan kelompok seniman Komunitas Pakampong Tulen (Komplen) Kabupaten Bantaeng akan meramaikan pelantikan Rektor UNHAS hari ini, Rabu 7 April 2010. Tari dan musik yang bercerita tentang kebersamaan ini naskahnya ditulis Bahruddin S.Sos (Dion) dengan arransemen musik digarap Haedir, A.Md tersebut siap mengetuk ego manusia untuk menghilangkan perbedaan (perseteruan) yang tidak jelas dan tak bermuara.

Koordinator Komplen, Dion menyebutkan, kelompok seni binaan Tim Penggerak PKK Kabupaten Bantaeng ini akan memaniskan perseteruan hingga berbuah perdamaian. Masih menurut Dion, melalui alat musik tradisional yang disertai gerak lincah pemain gandrang dan lagu Makassar khas Bantaeng akan membawa penonton hanyut menyatukan rasa dan mengajak kita semua untuk satu persepsi, satu tujuan bersama menuju The New Bantaeng.

Kelompok seni yang menampilkan 13 pemain pada pelantikan Rektor Unhas ini lahir disebuah kampung Bissampole. Pendeklarasiannya dilakukan di Benteng Somba Opu pada 25 Juli 2005 silam. Komplen hingga saat ini masih tetap melakukan apresiasi dan eksplorasi pada Pentas-pentas yang telah dihasilkan. Kelompok yang terdiri atas berbagai multitalen dan dari sebuah kealamian (Otodidak ) tetap konsisten mengangkat budaya dan tradisi lokal Bantaeng.



Makkunrai Project di Festival April di Jakarta

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 06 April 2010 | April 06, 2010

Seniman monolog asal Papua, Luna Vidya dari Makkunrai Project, akan tampil di hari ketiga perayaan Festival April 2010 di Jakarta, Rabu 15 April mendatang. Tak hanya membawakan monolog, Luna sekaligus mejadi penulis dan sutradara naskah dalam karya berdurasi 50 menit ini.

Makkunrai terpilih bersama Teater Sakata, Padang Panjang, Sumatera Barat, untuk mengisi hari ketiga perayaan ekspresi budaya dan seni perempuan Indonesia ini, pada Kamis 15 April 2010, di Goethe Haus. Monolog berjudul Makkunrai disadur dari cerita pendek karya Lily Yulianti Farid.

Festival April didedikasikan sebagai momentum kelahiran tokoh feminis Indonesia, RA Kartini. Hajatan  seni berlevel internasional ini kali pertama diselenggarakan Institut Ungu, tahun 2003 lalu. Pelaksanaan festival kedua di tahun 2010 mengusung tema Gemakan Suara Perempuan yang secara khusus menyoroti masalah pembebasan perempuan.

Pameran Seni Rupa Face to Face (book)

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 05 April 2010 | April 05, 2010


Dunia maya telah mengalami perkembangan sedemikian pesat. Dunia telah dapat digambarkan terdiri dari seperangkat komputer beserta situs-situs yang selalu menghipnotis manusia untuk menjelajahinya saban hari. Manusia mengembangkan pertemanannya secara virtual, yang juga bisa berguna mendukung pertemanan yang konvensional.

Fenomena itulah yang kemudian dituangkan tiga seniman perupa dari Semarang, Jawa Tengah – Koko Hari Subandi, Ham Ngien Beng, dan Atie Krisna – menggelar pameran bersama bertajuk Face to Face(book). Pameran yang menampilkan karya-karya lukisan dua dimensi (2D) itu digelar di Cemara 6 Art Gallery, Jalan Cokroaminto, Menteng, Jakarta Pusat, sejak 24 Maret hingga 8 April mendatang.

Karya Ham yang berjudul Update Profil # 1 Hingga # 4 secara konseptual lebih menonjolkan wajah-wajah dan teks-teks untuk menyampaikan sebuah pesan kepada masyarakat tentang dampak sosial yang dapat ditimbulkan oleh situs-situs dari Internet pada umumnya. “Seperti sebuah fenomena yang sering terjadi di dunia maya, bahwa apa dan siapa jati diri mereka kita tidak pernah benar-benar tahu,” Ham menerangkan.

Hari memberikan konsep karyanya Reuni Badut-badut, yang mengeksplorasi tubuhnya sebagai media ekspresi. Figur gemuk tubuhnya ditampilkan sedemikian rupa, dengan riasan coreng-moreng pada wajah seperti layaknya badut, sebagai sebuah identitas kelompok yang menebar tawa dengan mulut tertawa lebar.

Atie Krisna dengan judul karya "Akun Aku" menangkap fenomena dunia maya yang terjadi belakangan ini sebagai ritual dalam membangun pertemanan dengan cara virtual. Menurut Atie, begitu banyak cara praktis dalam menemukan kembali saudara atau teman semasa kecil, berbagi cerita serta ruang untuk menebar narcissism.


Beautiful Sunset Seniman Tua Yogyakarta

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 04 April 2010 | April 04, 2010


Puluhan seniman tua Yogyakarta yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Wedhangan (FSW) menggelar pameran lukisan bertajuk "Beautiful Sunset" di Galeri Biasa, Jalan Suryodiningratan, Kota Yogyakarta, 3-10 April 2010.

Ketua panitia penyelenggara pameran Azf Tri Hadiyanto mengatakan pameran ini bukan tanpa makna, dan bukan pula menandakan berakhirnya karya pelukis tua.

"Sunset juga bukan simbol berakhirnya masa terang yang sekejap berubah, dan tinggallah gelap hari-hari kreatif seniman tua," katanya.

Menurut dia justru sebaliknya, pameran ini dipenuhi semangat hidup dengan rasa cinta bagaikan semangat bayi yang sedang dilahirkan.

"Bayi ini berjuang antara mati dan hidup, serta berusaha memenuhi paru-parunya dengan udara, karena ingin hidup 1.000 tahun lagi," katanya.

Ia mengatakan para seniman tua yang rata-rata telah berusia setengah abad lebih itu, memang baru sekarang ini memamerkan karya mereka. Mereka  antara lain Agus Supartomo, Adiyanto Wijarnoko, Arminati, Artha Pararta Dharma, Azf Tri Hadiyanto, Bambang Sukono Wiyono, Sohartopo PR, Soegeng S, Naima Fari, Soepono PR, dan Sugiyanto.

Karya yang dipamerkan para seniman gaek ini berupa lukisan dengan cat minyak dalam berbagai ukuran, di antaranya berjudul Lahirnya Betara Kala, Ki Ageng Mangir Ksatria Sejati, Penantian Argosoka, Pemburu penjahat, Reunion 8, Cinta Tanah Air, Di balik celah retak beton, dan Tegal.


Setan-setan Berkepala Kelinci Karya Kyre

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 01 April 2010 | April 01, 2010


Tidak semua yang hitam kelam harus diekspresikan ke dalam bentuk-bentuk buram. Perupa Oky Rey Montha Bukit alias Kyre, 24 tahun, mengungkap kisah getir masa lalunya justru dalam bentuk lukisan bergaya komikal dengan warna-warna cerah. Ekspresi kemarahannya dipersonifikasikan ke dalam figur kelinci yang lucu.

Setan-setan Berkepala Kelinci” karya Kyre ini bisa disaksikan dalam pameran tunggalnya bertajuk Evorah (Evil of Rabbit Head) di Tujuh Bintang Art Space, Yogyakarta, mulai hari ini  hingga 13 April mendatang. Tak hanya menampilkan belasan karya dua dimensi, Kyre juga menghadirkan karya tiga dimensi berupa kereta-kereta terbang bertanduk yang acap muncul dalam lukisan-lukisannya.

Mahasiswa semester VIII jurusan Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, ini memang punya masa lalu yang kelam pada masa kanak-kanak saat masih tinggal bersama orangtuanya di Sumatera Utara. Sebagai anak sulung, ia harus kehilangan masa kanak-kanaknya untuk mengurus dua adiknya. Waktunya hampir habis untuk mengurusi kelinci, hewan piaraan adik-adiknya.

Tak hanya kehilangan masa kanak-kanak, Kyre juga sering mengalami kekerasan fisik. “Susah diceritakan sejauh mana kisah getir masa lalu saya. Yang jelas, sudah dalam bentuk (kekerasan) fisik,” katanya.

Toh Kyre tak mau masa lalunya yang kelam itu muncul kembali ke atas kanvas. Pada karyanya yang berjudul Trip of Trap, misalnya, Kyre menghadirkan “setan berkepala kelinci” sedang mengendalikan kereta terbang bertanduk rusa dengan penumpang seorang gadis berkacamata. Kereta itu melintas di atas ombak menuju sebuah jebakan. Meski terasa getir, bentuk visualnya tetap terasa indah dengan pilihan warna-warna cerah.

Juga karya lain, Between Luck, Faith, and Dangerous yang mengisahkan tentang pertarungan hidup yang berbahaya, namun tetap indah dipandang. “Meski setan, kalau berkepala kelinci akan tereduksi wujud dan watak seramnya. Mungkin itulah yang akan dikatakan Kyre bahwa dirinya tetap manis, lucu, menggemaskan bak kelinci meski menyimpan nafsu seram,” tulis kurator Soewarno Wisetrotomo dalam katalog pameran.

Ihwal lukisannya yang terkesan ceria dengan pilihan-pilihan warna cerah, Kyre punya pengakuan tersendiri. “Saya ingin menciptakan dunia baru. Boleh dikatakan pelarian saya dari kenyataan,” ujarnya.

Menurut kurator Soewarno Wisetrotomo, karya-karya dengan genre komik seperti yang dilakukan Kyre ini sebenarnya sudah banyak dilakukan perupa lain, baik di dalam negeri seperti Bambang Toko Wicaksono, Uji Hahan Handoko dan Terra Bajraghosa, maupun perupa luar negeri seperti Bae Yoo Hwan dari Korea serta Jinten Tukral dan Sumir Tagra dari India. Namun, apa kata Kyre tentang pilihan gaya komikalnya? “Sejak kecil saya menikmati komik, menikmati kisah-kisah yang tidak nyata,” katanya.


 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday