Seorang laki-laki bertopeng dengan setelan jas abu-abu itu berada di
sungai. Air hitam merendam bagian pinggang ke bawah. Tangannya memegang
topi jenis fedora yang senada dengan warna jasnya. Topi itu
dipasangkan ke pria lain di sebelah kirinya, yang juga terendam air
hingga dada. Laki-laki bertopeng itu seolah sedang menahbiskan pria
tersebut. Senyum bangga pun terlihat dari si tertahbis. Tapi dia tak sadar. Di bagian atas topi itu tergambar cross hair target. Dari balik sebuah pohon, seorang lelaki mengarahkan shotgun ke arah cross hair
itu. Posisinya siap tembak. Sekali tembak, tentu kekuasaan yang baru
diraihnya lenyap seketika. Anehnya, senyum dan arah mata dalam topeng
sang penahbis seperti menyetujui tindakan si pengintip.
A Real Power Can't be Give, It Should be Take,
judul lukisan tersebut. Sang pelukis, M. Lugas Syllabus, seolah
menggambarkan kekuasaan yang siap direbut pihak lain. Dunia kekuasaan
inilah yang digambarkan perupa kelahiran Bengkulu, 23 tahun lalu, itu
dalam pameran tunggal di galeri Art Seasons, Permata Hijau, Jakarta,
sejak 24 Maret lalu hingga 24 April mendatang.
Mengusung tema
"Welcome to The Family", Lugas menggambarkan kekuasaan dalam dunia
keluarga mafia dengan akrilik di atas kanvas. Lugas seperti
terinspirasi oleh Don Corleone, tokoh fiksi gembong mafia dalam novel The Godfather karya Mario Puzo.
Dalam The Don Dinner,
Lugas menampilkan pemimpin mafia itu dengan tatapan tajam dan tangannya
terkatup di atas meja makan. Tiga lelaki anggota keluarganya berdoa
dengan tangan memegang pistol terangkat ke dagu. Seperti berharap Don
membagikan peluru dari piring di depannya. Kreativitas Lugas ditambah
suasana kelam melalui tembok kecokelatan plus hijau lumut terlihat
nakal, menarik, sekaligus menunjukkan gairah ide yang meluap.
Lugas juga merefleksikan kepicikan pertemanan seperti yang terjadi dalam dunia mafia. Dalam Never Trust The Goldhand, digambarkan dua orang tengah berjalan bersama. Tangan lelaki yang satu menempelkan tanda target--pengulangan dari A Real Power Can't be Give, It Should be Take--di punggung lelaki lainnya. Simak juga XOXO
(peluk-cium), yang menampilkan satu orang memandangi temannya, yang
membuka jaket sepanjang lutut. Si teman ternyata membawa senapan,
granat, dan bom waktu.
Selain memajang lukisan, Lugas memamerkan karya tiga dimensi yang tak lepas dari dunia kekuasaan, misalnya I Ki$$ Your Hand,
yang menunjukkan seekor kucing dengan kaki depan terangkat tengah
menjilat tangan manusia berkepala anjing yang berdiri pongah. Berbahan fiberglass,
karya ini mencerminkan kondisi permusuhan yang kerap dibungkus
kepatuhan. Tanda "$" dalam judul menunjukkan jilatan dilakukan kepada
mereka yang punya uang dan kuasa.
Begitu juga dengan We Got Company,
yang menampilkan satu pria berjas dengan dasi merah tengah disambut
tulang tangan yang saling berangkulan. Tapi tangan-tangan itu setiap
saat siap mencekik si pria. Dari dua karya nonlukisan ini, Lugas
terlihat sangat sinis menyoroti kepalsuan dan perilaku jilat-menjilat.
Hampir di semua lukisan, Lugas menghadirkan gambar lain berukuran mini. Dalam Self Decision, misalnya, ditampilkan satu dari empat Dalton dalam komik Lucky Luke.
Ia seperti menari di atas pundak seorang hakim, yang kedua tangannya
berjabat di pinggang belakang. Gambar mini ini tentu bukan sekadar
hiasan, melainkan membantu penyampaian pesan lukisan. "Saya menggunakan
tokoh-tokoh yang hidup di zaman saya," ujar Lugas.
sumber: www.tempointeraktif.com
Terimakasih ya, bang Pendi. Bagi yang belum kebagian award ini, silahkan diambil. Tentunya jika berkenan.