Home » » Batu Ketapel Penyair Palestina

Batu Ketapel Penyair Palestina

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 01 Juni 2010 | Juni 01, 2010


Puisi-puisi yang ditulis untuk Palestina bisa diibaratkan sebagai batu-batu ketapel intifada. Penyair Palestina  bernama Izzuddin Al-Munashirah, menulis puisi, "Kau tahu kemana aku pergi jika malam tiba?

Tahukah kau kemana? Ke kedai kopi yang dari dinding-dindingnya kuteguk kesedihan. Akan tetapi kedai kopi itu dekat Ra'sul Husein. Aku berdoa untuk Husein as, semoga bergembira dengan nyanyian tangan-tangannya. Kami adalah para tetangga Husein."
Penyair Palestina lainnya, Mahmud Darwish, dalam puisinya, berbicara kepada tanah airnya, Palestina, ia mengatakan, "Ketika aku memandangmu, aku menyaksikan Karbala......"

Palestina, negeri tempat kiblat pertama umat Islam, tanah air suci agama-agama tauhid, kampung halaman bagi perjuangan, heroisme dan kesyahidan. Konspirasi penjajahan negeri ini telah dimulai sejak awal abad ke-19 Masehi, oleh Inggris dan Perancis yang berniat memecah belah imperium Utsmani. Saat itu kaum zionis tengah berusaha membangun pemerintahan di tanah Palestina dengan penduduk Yahudi. Di masa Perang Dunia I, berkat usaha kaum zionis, Balfour, Menlu Inggris saat itu, melalui sebuah deklarasi, menjanjikan penciptaan sebuah pemerintahan merdeka Yahudi di Palestina.

Syair adalah pembela pertama heroisme bangsa Palestina dan memberikan jiwa dan semangat juang yang tinggi di dada para pembela tanah air. Salah satu  syair  dari Palestina berikut ini dapat melukiskan  jiwa mereka.


*****
Engkau dukaku, dan kaulah sukaku
Engkau pelangiku dan kaulah luka di hatiku
Engkau pun kemerdekaanku dan engkau pun penjaraku
Engkaulah mitos

Engkau tanah, mereka menciptakan aku dengannya
Dengan semua lukamu, engkau milikku
Tiap lukamu adalah kebun
Engkau mentariku yang telah terbenam
Engkau malam, tapi terang, menyala.
Engkau kematianku dan engkau kehidupanku


Bagi para penyair yang terusir dari kampung halaman, cinta tanah air dapat ditemukan dalam kerinduan mereka untuk kembali ke negeri mereka. Dalam puisidi atas yang ditulis Mahmud Darwish, penyair Palestina mendendangkan lagu kerinduannya kepada kampung halaman. Mempelajari syair-syair yang selama 60 tahun lalu diciptakan berkenaan dengan berbagai peristiwa di negeri ini, menunjukkan telah ditemukannya obyek-obyek baru dalam kumpulan karya sastra di dunia. Empat obyek utama syair-syair ini ialah: para pengungsi Arab palestina; kerinduan pulang kampung; pengalaman pahit kegagalan susul menyusul karena pengkhianatan orang-orang tertentu dan beberapa pemerintahan di kawasan; serta masalah para pejuang yang siap berkorban dan syuhada.

Khaled Sulaiman, dalam buku "Palestina dan Syair Arab Kontemporer" menulis, "Pada umumnya para penyair Arab merefleksikan keyakinan umum bahwa kesengsaraan bangsa Palestina adalah dikarenakan ketidakpedulian para pemimpin Arab terhadap kondisi rakyat Palestina yang terusir. Mayoritas penyair dari Sudan, Lebanon, Tunis, Irak, dan para penyair Palestina sendiri, dalam syair-syair mereka, mengungkapkan kritik-kritik mereka kepada para pemimpin Arab.

Rakyat  Palestina semakin memperluas perhatian mereka kepada nilai-nilai Islam dan bahwa agama suci ini adalah agama pembebas. Dalam hal ini, menyusul kegagalan perundingan-perundingan damai antara Arab dan rezim zionis, di tahun 2000 kebangkitan atau intifada Masjid Al-Aqsha lahir, dan berlanjut dengan perjuangan dan jihad para pahlawan Palestina. Bahu-membahu dengan semua fenomena tersebut, dunia seni dan sastra juga menyambut dan ikut mendorong semangat juang dan heroisme. Untuk itu syair Palestina dewasa ini, adalah syair yang berbaur dengan semangat juang.

Perkembangan-perkembangan seperti ini dalam syair kontemporer para penyair Palestina, jelas merupakan lompatan besar yang membuktikan pemahaman dan pengagungan kebudayaan mati syahid, dan menandakan adanya perhatian yang lebih besar dari para penyair ini kepada ajaran-ajaran Islam. Batu-batu ketapel para penyair Palestina akan tetap melesat untuk kerinduan kampung halaman. Untuk sebuah kemerdekaan.

Share this article :

14 komentar:

  1. terimaksih informasinya tentang Izzuddin Al-Munashirah,salam

    BalasHapus
  2. batu-batu itu membuat para zionis israel ketakutan meski hanya dilemparkan oleh lengan-lengan kecil para pejuang intifadah, jayalah para Jundullah

    BalasHapus
  3. Thanks bt info nya...good blog and good post.!!!

    BalasHapus
  4. ketapel u/ melawan tank, granat dan sejenisnya, semoga seperti indonesia bambu runcing melawan tank dn sknisnya

    BalasHapus
  5. Kenapa saya selalu merasa kurang cukup banyak mendoakan bumi para nabi tersebut ya? Terima kasih infonya mas..

    BalasHapus
  6. Wah bahsanya sangat nyastra...keren mas...

    BalasHapus
  7. dengan puisi kita dapat melepaskan kritik dibalik kata-kata yang maut...

    BalasHapus
  8. mampir dulu..nanti dibaca ulang puisinya ^^

    BalasHapus
  9. Semoga perjuangan mereka terus di ridhoi dan berakhir dgn kemenangan..

    BalasHapus
  10. Allohu Akbar! mari semampu kita turut berdoa untuk kedamaian Bumi Palestina...

    BalasHapus
  11. Duh Gusti, moga Merdeka Palestina...

    BalasHapus
  12. Tidak akan ada kedamaian jika pertikaian masih ada...!!! Qt cuman bisa mendoakan keselamatan buat saudara2 Qta yang ada disana...!!!

    BalasHapus
  13. siraman darah dari para syuhada tak akan tertumpah dengan percuma dan taman-taman jihad itu akan terus bersemi sebagai jalan menuju surga yang kekal abadi

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday