Home » » Dadang Rukmana, Pelukis Memandang Perang

Dadang Rukmana, Pelukis Memandang Perang

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 29 Agustus 2010 | Agustus 29, 2010


Seniman seni rupa, Dadang Rukmana memandang perang dan tragedi dari sisi berbeda. Perenungannya ini hadir dalam pameran tunggalnya di Nadi Galeri, Puri Indah Jakarta Barat, bertajuk History : Will Teach Us Nothing. Pameran  berlangsung hingga 6 September 2010. 

Dadang ingin berbicara lewat dua medium berbeda dalam sebuah gambar. Berangkat dari dokumentasi-dokumentasi perang, baik dalam dan luar negeri, Dadang “menyadurnya” dalam bentuk lukisan kanvas. Karyanya bermain dalam dua warna : hitam-putih. Bukan dengan kuas, namun ia melukis dengan amplas. Awalnya, seluruh permukaan kanvas disapu cat hitam, dan kemudian ia mulai melukis dengan mengamplas bagian-bagian yang dibuat gelap dan terang.

Gambar tidak fokus yang membuat obyek seolah berbayang lebih dari dua, merupakan racikan segar kotemporer Dadang yang berbobot. Meski memang teknik ini bukan barang baru, karena lazim digunakan pelukis untuk membuat efek, kesan tekstur atau barik, ia tengah mencoba alternatif. “Bisa dilihat, bagaimana teknik melukis realis dihela sampai pada puncak Photorealisme yang berkembang dalam seni lukis,” ujar kurator pameran, Enin Supriyanto.

Salah satu karyanya merujuk pada pembantaian hampir dua juta warga Kamboja saat rezim Khmer Merah-Polpot 1975-1979. ia melukis deretan foto diri para korban. Di dua urutan terakhir, kanvas kosong hanya disi guratan garis, maknanya bahwa kolom ini bias diisi wajah siapa saja yang menjadi korban kekejaman. Daftar korban pun ditutup dengan lukisan foto diri Dadang yang sedang tertawa. Konon, tentara Polpot paling benci dengan tawanan yang tertawa saat diinterograsi, sebelum dieksekusi.

Sejarah Indonesia juga ada porsi di pameran ini. Keruntuhan tahta Soeharto menjadi pilihan sejarah yang menarik. May, 21, 1998, Soeharto lengkap bersetelan jas dan peci, tengah menilik jam tangannya. Detik-detik reformasi itu dipertajam dengan bagian lukisan lain yang melengkapinya. Empat deret wajah penerus klan Soeharto, termasuk Tommy. Dan tiga lukisan mini kerusuhan Mei.

(berbagai sumber)
Share this article :

12 komentar:

  1. Lukisannya..sulit dimengerti, bang.

    BalasHapus
  2. Terus terang baru kali ini mendengar teknik lukis dengan amplas, yg bukan hanya untuk mempertegas tekstur saja tp untuk semua bagian.

    BalasHapus
  3. Inilah yang disebut inovatif dan kreatif, saya pikir...

    Salut deh, maju terus dunia seni Indonesia...!

    BalasHapus
  4. salam kenal....blognya bagus ya...mas aku blog baru...mintak bimbingannya ya ...biar blogku kayak pya e mas..tukeran liks ya mas..nanti aku pasang biar aku banyak teman...salam kenal dari dongkrak antik ...kunjung balik ya

    BalasHapus
  5. jadi begini contoh kerja kreatif, meniru cara lama dan membuatnya baru ckckckcckck

    BalasHapus
  6. Saya katro kalo tentang sastraan atopun nama seniman, dan mangkanya makasih banyak neh info2 satrawan mopun senimannya...

    BalasHapus
  7. wew.. gimana cara ngukis tu korban, ngeri bok :-ss

    BalasHapus
  8. salam kenal, mau koreksi aja om ! gambar judul diatas itu bukan karya dadang rukmana tapi judul dari pameran di gallery semarang. Tema pameran tersebut berjudul "TRANSFIGURATION". Dan koreksi lagi tentang runtuhnya orde baru (Empat deret wajah penerus klan Soeharto, termasuk Tomy). sebenarnya empat foto itu adalah pahlawan reformasi, ( mahasiswa korban kerusuhan may 98 )

    BalasHapus
  9. no soda, maaf atas kekeliruan saya. Sudah saya hapus gambarnya. Memang ternyata bukan. Lain kali saya akan lebih teliti jika memuat gambar. Terimakasih inputnya.

    BalasHapus
  10. selamat meneruskna puasa bagi kawan-kawan....

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday