Latest Post

Bung Karno dan Puisi

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 18 Desember 2011 | Desember 18, 2011

Salah satu pemikiran Bung Karno adalah bahwa kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal, kemerdekaan malah membangun soal-soal, tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk memecahkan soal-soal itu. Hanya ketidak-kemerdekaanlah yang tidak memberi jalan untuk memecahkan soal-soal. Termasuk ketika Rumah kita dikepung, rumah kita hendak dihancurkan.

Bung Karno melihat Indonesia dengan cara yang biasa. Puisinya yang ditulis dengan judul Aku Melihat Indonesia bisa memberikan gambaran dari pemikirannya yang sebenarnya tidak terlalu rumit. Sebab Indonesia ada untuk membangun soal-soal sekaligus memecahkannya.

Aku Melihat Indonesia
Djikalau aku melihat gunung gunung membiru
Aku melihat wadjah Indonesia
Djikalau aku mendengar lautan membanting di pantai bergelora
Aku mendengar suara Indonesia

Djikalau aku melihat awan putih berarak di angkasa
Aku melihat keindahan Indonesia


Djikalau aku mendengarkan burung perkutut dipepuhunan
Aku mendengarkan suara Indonesia

Djikalau aku melihat matanja rakjat Indonesia di pinggir djalan
Apalagi sinar matanja anak anak ketjil Indonesia
Aku sebenarnja melihat wadjah Indonesia



Bung Karno bertafakur memandang alam bebas, mengagumi 
kebesaran Allah SWT untuk mendapatkan inspirasi. Salah satu hasilnya 
Bung Karno menuangkannya ke dalam bentuk puisi
yang diberi judul Aku Melihat Indonesia. foto: gentasuararevolusi.com.


Salah satu kutipan dari Wejangan Revolusi Bung Karno berikut ini menegaskan bahwa Founding Fathers kita ini memandang hari depan sebagai sebuah optimisme atau "revolusi benar-benar belum selesai". 

"Engkau nanti akan melihat matahari terbit, djadilah manusia jang berarti, manusia jang manfaat, manusia jang pantas untuk menjambut terbitnja matahari. Jang pantas menjambut terbitnja matahari itu hanja manusia-manusia abdi Tuhan, manusia-manusia jang manfaat. Ibu menghendaki aku mendjadi manusia jang pantas menjambut terbitnja matahari, oleh karena aku dikatakan oleh Ibu adalah anak fadjar. Tuhan memberi otak kepada manusia, memberi pikiran kepada manusia. Tuhan memberi djuga rasa kepada manusia. Hanja manusia jang otaknja tjerdas, rasa hatinja baik, kenang-kenangannja tinggi, bisa mendjadi manusia jang manfaat."


Prosa kecil ini diberi nama 'Hujan' di tengah Nopember

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 11 November 2011 | November 11, 2011

Prosa kecil ini diberi nama 'Hujan' di tengah Nopember. Sebenarnya tidak layak disebut prosa sebab hanya berupa tema tanpa figura berupa teks yang lazim. Tapi sepotong puisi yang pernah saya tulis di musim lalu masih tersisa dalam ingatan.  Mungkin ini akan melengkapinya kelak di musim berikutnya. Entah.

..dan mungkin akan kerap kali kita bacakan 
pada setiap ingatan tentang perhentian kereta
setiap kereta tentang riwayat lama.




Mohon doa restu dan kami harapkan kehadiran sahabat-sahabat blogger.


         Akan menikah:
Ivan Kavalera & Israwati Samad

Akad Nikah: Senin, 14 November 2011
Jalan Kopi No. L16 Tanete Kecamatan Bulukumpa.

Resepsi Pernikahan: Sabtu, 19 November 2011
Jalan Poros Bulukumba-Tanete, dekat Masjid Baburrahman,
Kelurahan Palampang, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulsel.

Namaku Hujan

Posted By admin on Rabu, 28 September 2011 | September 28, 2011

- buat is



namaku hujan.
aku ingin segera berkenalan dengan kemarau
lalu mencatat gejala.

setiap musim sama saja
jendela terbuka di pagi hari,
malam-malam bertukaran
dengan rindu yang pecah.
namaku  hujan.
tidak seperti menyusun rencana-rencana
aku jatuh dan mengalir saja
dan kelak juga ke matamu.


Is,
namamu sendiri siapa?


bulukumba, 29 september 2011.

Berlebaran Jauh

Posted By admin on Sabtu, 27 Agustus 2011 | Agustus 27, 2011


sesekali berlebaran jauh. segala estetika mudik ke kampung halaman. kita merasa kembali ke doa-doa. kemudian puitika mungkin sesekali kita belah pada ketupat bikinan ibu.

di hari berlebaran kita saling menghampar. saling bersalaman. kita kembali ke lembah-lembah rasa di desa. seharusnya. ciuman pada tangan ibu mengembalikan waktu kanak-kanak kita. saat kita belum mengerti tentang kota. 

hanya sekali setahun. setelah itu kembali ke kota. haruskah kita melupakan  estetika mudik yang sebenarnya? ibu, anak-anakmu masih minta didoakan untuk mudik tahun depan. dan seharusnya berlebaran jauh-jauh ke kedalaman mudik paling fitri.

Bulukumba, 27 Ramadhan 1432 Hijriah.

Bahasa Indonesia Yang tak Kunjung Merdeka

Posted By admin on Rabu, 17 Agustus 2011 | Agustus 17, 2011

Bahasa Indonesia tidak kunjung merdeka. Di otak orang-orang Eropa  yang terpikir bukanlah bahasa khas Indonesia, melainkan bahasa Melayu yang dituturkan di Malaysia juga.

Kekalahan telak bahasa Indonesia dari bahasa Melayu bisa dikatakan sebagai kecelakaan fatal. Kerja sama penyatuan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia (Melindo) yang dirintis sejak tahun 1950-an dan hingga sekarang masih dilakukan dengan berbagai menifestasi sangat kontraproduktif. Bahkan, kerjasama ini cenderung bermotif nekolim (neo-kolonialisme dan imperialisme).

Bahasa Indonesia memang belum merdeka di mata dunia internasional. Sudah tepat ada program internasionalisasi bahasa Indonesia dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 untuk mengupayakan kampanye kemerdekaan bahasa ini di luar negeri. Sementara itu, di dalam negeri terdapat dilema, kemerdekaan bahasa Indonesia mau tidak mau harus mengendurkan semangat primordialisme. 

Di hari-hari ini pun kita hanya terjebak pada kebuntuan perang terhadap bahasa prokem. Di lain sisi, bahasa daerah membutuhkan perhatian untuk dilestarikan. Sebuah pertanyaan besar pula, benarkah kita tidak pernah benar-benar memiliki politisi kebudayaan yang handal?

Kaki Waktu, Sehimpun Puisi 12 Perempuan Makassar

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 17 Juli 2011 | Juli 17, 2011

Perempuan adalah puisi. Mereka merupakan makhluk ciptaan Allah yang kadang absurd. Bagi para lelaki seperti saya, mereka sering menyisakan pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dan rumit. 

Kita memerlukan beragam tafsir untuk menemukan setiap jawaban-jawaban yang tersembunyi. Dan, laki-laki, masih saja tidak benar-benar mengerti.

Maka, cara paling mudah dalam berhubungan dengan seorang perempuan adalah jangan terlalu banyak memikirkannya.  Tapi jika mereka menulis dan membaca puisi, maka bacalah. Sebab ada celah pada lekuk liuk perempuan dengan membaca puisi-puisi ke-12 perempuan itu. Mereka kadang mengingatkan saya terhadap Rabiah Al Adawiyah dan Ayu Utami.


Telah TERBIT SEHIMPUN PUISI dari MAKASSAR

Judul : Kaki Waktu
ISBN : 978-979-15833-9-0
Tebal : iv + 138 hal

Penulis :
Andi Tenriola
Dalasari Pera
Darmawati Majid
Dhida Alwi
Eka Fitriani
Handayani Utami
Inayah Mangkulla
Madia Gaddafi
Mariati Atkah
Meike Lusye Karolus
Rahiwati Sanusi
Reni Purnama

Endorser:
Aslan Abidin
Khrisna Pabhicara
Nona G. Mochtar
Susy Ayu

Kurator:
M.Aan Mansyur


Sebelum menelusuri lekuk-liuk puisi 12 perempuan itu, berikut sepenggal pengantar dari Aslan Abidin, penyair dan dosen FBS UNM Makassar:

"Puisi, meminjam judul buku ini, adalah kaki waktu. Mereka akan berjalan dan berjalan. Tak ada yang tahu sejauh apa mereka mampu tempuh. Begitulah puisi-puisi dalam buku ini. Tak ada yang bisa menebak di mana mereka akan berhenti.

Setidaknya bagi saya sangat menggembirakan melihat ada 12 perempuan muda mau menggunakan puisi sebagai kaki-kaki waktu dalam menempuh perjalanan. Selebihnya, hanya harapan mereka bertahan dan terus menulis agar bisa menyemarakkan dunia kepenyairan di Makassar."



Lalu apa kata para penulis senior lainnya?

Selesai membaca puisi-puisi ini saya tercenung, wah hebat sekali! Tak menyangka kalau puisi mereka tidak kalah bagusnya dari puisi penyair senior lainnya. Betapa inspiratif dan imajinatifnya!
Dan pada beberapa puisi saya merasa seolah-olah mereka bisa membaca hati saya, lalu menuliskan apa yang kadang tak bisa saya ekspresikan menjadi sebuah puisi. Mereka hebat. Salut!

Nona G Muchtar, penulis dan berdomisili di Jakarta

12 penyair perempuan dalam buku ini berhasil membawa saya pada petualangan yang membuat saya tidak ingin segera menyudahinya. Puisi-puisi terasa begitu solid , utuh dengan imaji yang tidak membias kemana-mana. Hal itu tentu karena kemampuan penyairnya dalam mengangkat endapan-endapan yang tersimpan di dalam hati kemudian dituangkan menjadi puisi. Ibarat hidangan di meja buffet, saya tidak akan kesulitan memilih mana yang akan saya santap, sebab saya akan melahap semuanya.


Susy Ayu, cerpenis dan penulis buku puisi "Rahim Kata-Kata"


Ah, perempuan dan puisi, baca mereka. Sebab aku lelaki.


Legislator Bulukumba dan Jurnalis Aksi Baca Puisi

Posted By admin on Jumat, 15 Juli 2011 | Juli 15, 2011

Sudah saatnya membangun komunikasi yang harmonis antara semua elemen masyarakat di Bulukumba. Salah satu bentuknya yakni mengemas sebuah kegiatan yang tidak biasa namun bisa membangun keharmonisan itu.

Beranjak dari dasar pemikiran itulah, legislator DPRD Bulukumba dan puluhan jurnalis akan tampil membacakan puisi dan esai di halaman Kantor DPRD Bulukumba Kamis malam (14/7/2011),

Penggagas dan Ketua Panitia Pelaksana, Andhika Mappasomba, menjelaskan, acara ini digelar untuk menyampaikan kritikan secara santun melalui karya sastra terhadap birokrat dan legislatif.

Andhika yang baru-baru ini meluncurkan buku antologi puisi "Mawar dan Penjara" mengatakan, beberapa seniman dan sastrawan lokal diundang di antaranya Dharsyaf Pabotingi, budayawan dan tokoh teater,  dan penyair senior, Andi Mahrus Andis. (rca/ik)
source: www.rca-fm.com

Gandrang Bulo di MTQ Mahasiswa Nasional

Posted By admin on Sabtu, 09 Juli 2011 | Juli 09, 2011

Musabaqah Tilawatil Qu'ran tingkat nasional bagi mahasiswa se-Indonesia yang berlangsung 10-15 Juli 2011 di Universitas Muslim Indonesia, Makassar  akan diwarnai nuansa kesenian daerah di Sulawesi Selatan. 

Saat ini peserta yang diketahui baru 324 orang tiba di Makassar dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia. Jumlah total PT yang ikut dalam daftar sebanyak 104 PT, dan secara keseluruhan mencapai 1.222 orang. Rencananya Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh akan membuka kegiatan.

"Kesenian daerah akan dipentaskan pada malam pembukaan nanti, Seperti, Gandrang Bulo, Manggaru', Tarian Pepeka Rimakka, nyanyian Sinriliq, dan Orkestra dari UKM UMI," kata Ketua Panitia kegiatan MTQ, Prof Dr Achmad Gani, di Media Center Kampus UMI di Makassar, Sabtu (9/7/2011).  

Konsep pementasan, sebanyak 200 anak secara bersamaan akan menari Gandrang Bulo sebagai simbol kemenangan pada masa perang dahulu, kemudian nyanyian sinriliq sebagai simbol bagaimana sejarah perjalanan Islam masuk di Sulawesi sehingga menjadi agama mayoritas.

Karruq Ri Bantilang Phinisi, Novel Berbahasa Makassar Pertama di Dunia

Posted By admin on Minggu, 26 Juni 2011 | Juni 26, 2011

Sebuah novel berbahasa Makassar yang kali pertama dalam sejarah dilaunching di Bulukumba. Launching Novel "Karruq Ri Bantilang Phinisi" karya Drs. Muhannis Ara diserbu ratusan masyarakat Ara di Gedung Masyarakat Ara, tanah Beru, Kecamatan Bontobahari, Bulukumba, Sulsel, Ahad (26/6/2011).


Launching novel tersebut juga diserbu oleh mahasiswa KKN UNM di Kecamatan Bonto Bahari sebab, ini adalah kali pertama dalam sejarah, ada buku sastra "novel" yang dilaunching di Desa tersebut.

Masyarakat sangat mengapresiasi kegiatan tersebut. Di tengah acara, dipentaskan tari Salonreng, tari asli asal tanah Konjo. Hadir sebagai pembicara; Drs Muhannis (penulis novel), Arif Saenong (budayawan/penerima celebes award), H. Kamiluddin/Sabrang Manurung (pemerhati pinisi), Andhika Mappasomba (sastrawan Muda asal Bulukumba) dan Jafar Palawang (budayawan Bulukumba).

Sesekali, di tengah penjelasannya, Muhannis Ara harus menitikkan air mata. Betapa tidak, dia bermimpi menuliskan sejarah Ara dalam bentuk fiksi sejak kelas 4 SD yaitu tahun 1963 dan nanti tahun 2011 baru bisa terwujud.

Sesepuh masyarakat Ara yang hadir sangat bahagia dengan apa yang telah dituliskan oleh Muhannis Ara, beberapa peserta (sesepuh) mengatakan bahwa, apa yang dilakukan Muhannis adalah sesuatu yang luar biasa bagi Ara itu sendiri dan Sulawesi selatan umummnya. ini adalah sebuah prestasi dan capaian budaya. hal senada disampaikan (di sebuah moment kepada MNI) oleh Prof. RapiTang, Guru Besar di UNM yang mengatakan bahwa; Novel ini adalah Novel berbahasa Makassar yang pertama dalam sejarah.

Novel terbitan Ombak Jogjakarta ini, bukan hanya membahas pinisi secara detail. tapi, novel ini juga berkisah tentang romantika percintaan antara pemuda Kampung Ara, para sahi, dan lain-lain yang ketika itu yang sangat ketat dalam memegang keyakinan kulturalnya.

Novel yang ditulisnya ini seluruh isinya berbahasa Makassar. Karruq ri Banting Pinisi sendiri berarti tangisan di gubuk pinisi. Sesekali juga diselipkan  bahasa Konjo pesisir, bahasa daerah asli yang banyak ditemui di daerah Bulukumba.

Muhannis mengatakan, novel yang ditulisnya tersebut merupakan hasil suatu "kecelakaan". Dia sering menjadi juara cerita dan puisi berbahasa Makassar namun dia tidak bisa diikutkan lagi karena semua juri khawatir pasti Muhannis lagi yang menang. 

"Dalam novel ini pembaca akan menemukan mantera-mantera. Ini yang menjadi kontradiksi dan perdebatan dalam keluarga saya. Banyak yang tidak sepakat jika saya  menuliskannya dalam bentuk novel. Namun saya berprinsip, sesuatu itu belum pantas disebut ilmu jika disembunyikan. Baru bisa disebut ilmu jika sudah dibagikan ke masyarakat," tutur Muhannis.

Saat sesi tanya jawab, beberapa peserta mengapresiasi karya tersebut sebagai karya yang luar biasa.
Buku ini dari segi komersialisasi sangat prospektif dan keberanian penerbit Ombak menerbitkan buku yang bermuatan local wisdom.

Menanggapi hal itu, Muhannis menilai bahasa Makassar jika diolah dengan baik akan menjadi ikon yang sangat bagus bagi perkembangan budaya. 


Siapa Muhannis Ara?



Drs. Muhannis Ara terlahir dengan nama Muhannis Daeng Lawaq pada 5 Juni 1959. Atas kecintaannya pada naskah kuno, Balai Arsip Nasional Makassar pernah menganugerahkan Piagam Penghargaan untuk dedikasinya menyelematkan naskah-naskah kuno.

Untuk penciptaan karya sastra, karyanya selalu ditampilkan pada berbagai even dan pertunjukan.


Muhannis pernah menjadi juara lomba cipta puisi daerah se-Sulsel di Unhas tiga tahun berturut-turut (2005,2006 dan 2007). Karya-karya seni lainnya yang lahir dari tangannya kerap dipentaskan mulai tingkat desa, nasional sampai internasional.
(rca/ik/)


10 Sastrawan Yogya Baca Puisi di Malioboro

Posted By admin on Sabtu, 25 Juni 2011 | Juni 25, 2011

Sepuluh sastrawan terkenal akan tampil dalam baca puisi di Malioboro. Mereka akan pentas dalam ajang Festival Malioboro 2011.

Para penyair yang akan tampil itu antara lain Iman Budhi Santosa, Budi Ismanto, Ulfatin CH, Mustofa W Hasyim, Sukma Ayu, Hamdy Salad dan Abdul Wachid BS.


Melalui siaran pers, Ketua Pelaksana Festival Malioboro 2011, Yunanto di Jogjakarta, Jumat (24/6/2011) menyebutkan, Festival Malioboro, 25 - 26 Juni ini diharapkan akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Yogyakarta dan sekaligus memantapkan posisi Yogyakarta sebagai Kota Kebudayaan. 


Festival Malioboro akan dipusatkan di tiga titik sekaligus, Taman Parkir Abu Bakar Ali, Dinas Pariwisata dan Kawasan Titik Nol Kota Yogyakarta. Dikatakan pula Festival Malioboro merupakan festival multi bidang yang pelasanaannya terfokus di kawasan Malioboro. 
sumber: rca-fm.com 

Institut Seni dan Budaya Akan Hadir di Sulsel

Posted By admin on Rabu, 22 Juni 2011 | Juni 22, 2011


Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan kesiapannya untuk mendirikan institut seni dan budaya di Makassar, seperti yang diusulkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh.

"Tahun depan kami akan mulai melakukan persiapan. Saya menyanggupi dan akan mempersiapkan segalanya," kata Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Selasa (21/6/2011).

Ia mengatakan, untuk sementara sebelum ditempatkan di lokasi permanen, lembaga pendidikan seni dan budaya tersebut akan ditempatkan di Benteng Rotterdam.

"Sambil kami siapkan tanahnya untuk lokasi permanen untuk sementara dilaksanakan di Benteng Rotterdam. Tahun depan, harus jalan dengan demikian para mahasiswanya dapat menggelar pertunjukan secara rutin di benteng," jelasnya.

Menteri Pendidikan Muh Nuh menjelaskan, kehadiran  institusi tersebut akan semakin memperkuat fungsi pelestarian, melahirkan produk seni dan budaya dan mempererat persatuan dan kesatuan.

"Karena menjaga, merawat seni dan budaya tidak bisa diserahkan secara alami. Kalau dilakukan secara institusi jaminan kelajutan semakin ada. Saya usulkan di Makassar," katanya.

Kementerian, lanjutnya, akan memberikan dukungan surat izin pendirian dan administrasi lainnya sebagai modal dasar.

Kesiapan Sulsel menyanggupi pendirian institut, disambutnya dengan mengharapkan agar pemerintah provinsi mempersiapkan dengan baik seluruh perangkat baik fisik maupun non fisik.

Ide pendirian institut seni dan budaya ini tidak jauh berbeda dengan alasan penyelenggaraan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (LFS2N) dimana budaya adalah aset yang sangat mahal. 

"Kalau tidak dirawat tentu akan hilang. Kegiatan ini diselenggarakan untuk merawat dan menjaga produk-produk budaya bangsa,memberikan kesempatan anak-anak untuk berkreasi memperkaya produk-produk budaya," jelasnya. 

source: Antara 

Makassar International Writers Festival di Rumata'

Posted By admin on Senin, 13 Juni 2011 | Juni 13, 2011

Rumah Budaya Rumata’ menggelar Makassar International Writers Festival  (MIWF) 13-17 Juni 2011 dengan menghadirkan penulis dan penyair dari Belanda, Turki, Mesir, Amerika, Australia dan para penulis dari Makassar. Festival ini dirancang dalam format yang akrab dengan diskusi, tur penulis, dan debat interaktif  yang melibatkan warga. MIWF menggandeng Writers Unlimited The Hague sebagai mitra utama untuk mendatangkan penulis asing ke Makassar tahun ini.

Rumata’ adalah rumah budaya di kota Makassar yang digagas oleh sutradara film Riri Riza dan penulis Lily Yulianti Farid pada awal tahun 2010. RUMATA’ yang dalam bahasa Makassar bermakna rumah kita akan menjadi tempat yang mewadahi berbagai inisiatif komunitas seni di Makassar untuk mengembangkan potensi seniman lokal dan membuka minat masyarakat terhadap kegiatan seni sekaligus mendorong penciptaan pasar bagi kegiatan kesenian yang lebih luas, di samping menjadi penggerak kegiatan literasi dan kebudayaan secara umum.

MIWF bertujuan untuk memperkenalkan Makassar sebagai kota dunia yang menjadi tuan rumah berbagai kegiatan internasional, termasuk festival penulis yang mendatangkan para penulis dari berbagai negara, serta menumbuhkan minat baca serta apresiasi terhadap sastra karya tulis lainnya dengan menghadirkan penulis dan penyair dari Belanda, Turki, Mesir, Amerika, Australia dan para penulis dari Makassar.

Info lebih lanjut mengenai festival:
http://rumata-artspace.org
www.facebook.com/RumataArtspace
ikuti kami di Twitter: www.twitter.com/RumataArtspace
Media relations : Wulan Anita 081802698742

15 Penulis Indonesia Terpilih Ikuti Ajang UWRF

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 04 Juni 2011 | Juni 04, 2011


"Ubud Writers and Readers Festival" (UWRF) mengumumkan 15 penulis Indonesia terpilih untuk mengikuti ajang UWRF 2011 di Ubud, Gianyar, Bali pada Oktober.

Ke-15 penulis muda ini rata-rata berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan NTB. Semuanya terwakili dalam jajaran para penulis terpilih.

Para penulis terpilih adalah Alan Malingi asal Bima, NTB, Arafat Nur asal Aceh, Aulia Nurul Adzkia dari Ciamis, Budy Utamy asal Riau, Fitri Yani dari Bandar Lampung, dan Ida Ahdiah dari Tangerang.

Selain itu juga ada penulis asal Kendari, yakni Irianto Ibrahim, Pinto Anugrah dan Ragdi F Daye asal Padang, Rida Fitria dari Lumajang, Sandy Firly asal Banjarmasin, Sanie B Kuncoro asal Solo, Saut Poltak Tambunan dari Jakarta, Satmoko Budi Santoso asal Yogyakarta, serta Wahyudin asal Banten.

Para penulis terpilih itu diseleksi dari sekitar 235 penulis, dan dari 60 kota yang telah mengajukan karya-karyanya ke panitia UWRF 2011.

Tak hanya itu, para penulis terpilih ini akan diterbangkan ke Ubud untuk menghadiri dan berbicara dalam UWRF 2011 dan juga karya-karya terpilih mereka akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam antologi bersama dalam festival.

Para penulis tersebut dipilih dalam sidang Dewan Kurator UWRF 2011 yang berlangsung di Sanur akhir Mei lalu. Dewan Kurator beranggotakan empat penulis senior, yaitu Kurnia Effendi dari Jakarta, Iyut Fitra dari Payakumbuh, Dorothea Rosa Herliany dari Magelang, dan Made Adnyana dari Bali.

UWRF diselenggarakan pertama kali pada 2004 dan kini telah berkembang menjadi salah satu festival sastra terbesar di dunia. Dan tahun ini UWRF akan mengangkat tema Nandurin Karang Awak atau Cultivate the Land Within yang diinspirasi oleh puisi tradisional karya mendiang Ida Pedanda Made Sidemen, pendeta-pujangga terbesar Bali di abad ke-20. 

(pelbagai sumber)

Jejak Sastra Sufi Indonesia Pada Hamzah Fansuri

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 03 Mei 2011 | Mei 03, 2011



Membincang Sastra Sufi atau karya sastra sufistik di tanah air maka tidak dapat tidak harus menyebut nama ini, Hamzah Fansuri. Dialah tokoh penting yang meletakkan warna khas pada khasanah kesusastraan Melayu dan bahkan sastra Indonesia kontemporer. Selain seorang sastrawan, Hamzah Fansuri juga adalah seorang sufi yang berpengaruh di zamannya. 

Mengutip pendapat Francois Valentijn (dalam T.Iskandar, 1996) dengan bukunya Oud en Niew Oost-Indien (1726) menyebutkan Hamzah Fansuri sebagai seorang penyair termashyur yang dilahirkan di Pantsoer (Barus) sehingga daerah ini pun ikut menjadi terkenal. 

Barus merupakan salah satu daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah, secara geografis terletak di pesisir barat pulau Sumatera, dan secara dialektologi penduduknya mayoritas menggunakan bahasa Mandailing. 

Pada jaman Hamzah daerah ini merupakan pusat perdagangan dengan penduduk yang ramai. Menurut Van der Tuuk dan Doorenbos nama Fansur adalah ucapan Arab untuk Pancur yang oleh orang Batak disebut Pansur. Sebelumnya Barus disebut Pangsur. Dengan demikian dapat diberi kesimpulan bahwa nama Hamzah Fansuri berarti Hamzah berasal dari Barus. Namun Syed Muhammad Naguib Al-Attas berpendapat lain, dalam bukunya The Mysticism of Hamzah Fansuri mengemukakan bahwa Hamzah berasal dan lahir di Syarnawi, Ayuthia (ibu kota Siam pada jaman kuno). 

Lazimnya seorang sastrawan yang dipengaruhi oleh spiritual sufi, karya-karya Hamzah Fansuri-pun kental dengan unsur-unsur kesufian. Yang pembahasannya tidak akan jauh dari pembahasan Tuhan, cinta, dan asketisisme. Tema-tema yang menandai bahwa Hamzah Fansuri memang mewarisi tradisi sastra sufi, baik yang bercorak Arab maupun Parsi. Selain itu beberapa sajak Hamzah Fansuri, kerap merujuk pada tokoh-tokoh sastra sufi, misalnya Fariduddin ‘Attar, Jalaludin Rumi, dan Ahmad Ghazali. Hamzah Fansuri banyak sekali menghasilkan sajak-sajak sufi yang pada umumnya tidak memiliki judul tersendiri. Bahkan namanyapun kerap kali tidak dicantumkan dalam karya-karyanya itu. 

Hal inilah yang memunculkan kesulitan untuk membedakan karya-karya sastra miliki Hamzah Fansuri dengan sastrawan lainnya. Di antara karya-karya yang dinisbatkan kepadanya yang karena beberapa hal, karya sastra berupa sajak-sajak itu diragukan adalah asli karyanya. Sajak-sajak itu adalah Sya’ir dagang, ikat-ikatan bahr al-Nisa, dan Syai’r Perahu yang membuat namanya dapat dikenang sampai sekarang. Di dalam bagian sajak-sajak ini terlihat ketidakotentikan karya Hamzah Fansuri.


Hamzah Fansuri memiliki karya-karya yang agak berbeda dengan karya sastra sufi pendahulunya. Karya Hamzah Fansuri memiliki keunikan pada rima yang digunakannya. Rima yang dipakai dalam setiap sajak yang dibuatnya selalu A-A-A-A, satu hal yang unik memang. Kita dapat melihatnya dengan memperhatikan syair Hamzah Fansuri sebagai berikut: 


Dengarkan di sini, hai anak datu

Enkaulah khalifah dari ratu

Wahid-kan emas dan mutuSupaya dapat pandangmu satu Ruh al-quds terlalu payah

Akhir mendapat di dalam rumah

Jangan engkau cari jauh payah

Mahbub-mu dengan sertamu di rumah ……………………………

Hunuskan pedang, bakarlah sarung

Itsbatkan Allah nafikan patungLaut tawhid yogya kau harung

Di sanalah engkau tempat beraung 


Meski dalam hal isi syair Hamzah Fansuri tidak begitu jauh berbeda dengan syair-syair Rumi misal, namun dalam hal penataan rima dan baris karya Hamzah Fansuri nampak lebih rapi terlihat, meskipun kita juga harus melihat konteks bahasa yang dipakai juga. 


Untuk membedakan karya-karya sastra ciptaan Hamzah Fansuri dengan karya-karya lainnya, Dr. Abdul Hadi W.M telah memberikan 7 kriteria yang dapat dijadikan pegangan.


Pertama, semua sajak Hamzah Fansuri menggunakan pola empat baris denga rima AAAA

Kedua, dari makna batinnya sajak-sajak Hamzah Fansuri menggunakan ungkapan perasaan fana, cinta ilahi, kemabukan mistik, dan pengalaman perjalanan keruhanian.

Ketiga, terdapat kutipan ayat-ayat muhtasyabihat al-Qur’an di dalam puisi-puisi dengan fungsi religius dan estetis.


Keempat, terdapat beberapa penanda kesufian seperti anak dagang, anak jamu, anak datu, anak ratu, orang uryani, faqir, thalib, dan sebagainya.


Kelima, terdapat ungkapan-ungkapan paradoks di dalam sajak-sajaknya.

Keenam, adanya sejumlah baris syair Hamzah Fansuri yang memiliki kesamaan dengan baris-baris syair para penyair sufi Parsi


Ketujuh, terdapat kata yang diambil dari bahasa Arab dan Jawa.


Kriteria-kriteria inilah yang dapat membantu dalam melihat dan memahami karya-karya Hamzah Fansuri. 

Kini jarang sekali para sastrawan Indonesia yang mau bergelut dalam dunia Sastra Sufi. Kontemplasi batin yang begitu dalam mungkin adalah alasan terbesar sehingga anak-anak muda masa kini yang lebih cinta hidup pragmatis lebih suka meninggalkan cara-cara hidup merepotkan ala para sastrawan sufi ini. 

I La Galigo, Mahakarya Dunia yang Pulang Kampung

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 21 April 2011 | April 21, 2011


Meski tidak begitu lengkap, namun alhamdulillah saya tetap berusaha mengikuti persiapan pentas Mahakarya sastra terpanjang di dunia, I La Galigo di Fort Rotterdam Makassar, 23-24 April 2011. Naskah asli I Lagaligo dijamin masih ditampilkan secara utuh sesuai dengan sejarah masyarakat Sulawesi Selatan. Ini menjawab kekhawatiran sejumlah pihak adanya perubahan alur cerita I La Galigo di Makassar. 

"Babak-babak cerita akan disajikan sesuai naskah aslinya dan kami akan meninggalkan cerita ini sebagai lembaran karya yang baru di sini," kata Sutradara Pementasan I La Galigo, Robert Wilson, menjawab pertanyaan para  wartawan di Makassar, Kamis (14/4). 

Wilson berharap, pementasan berlabuhnya La Galigo di Makassar bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat Sulsel untuk melanjutkan karya besar ini dalam bentuk lain. Robert Wilson, adalah produser film dan drama Romoe dan Juliet, serta The Life and Times of Joseph Stalin dan nominasi drama untuk Pulitzer Prize (1986).

 
I La Galigo Bakal Difilmkan

Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia, Dr Muhlis Paini, mengatakan, La Galigo bakal difilmkan. Wacana tentang rencana difilmkan tersebut disampaikan Muhlis pada acara Tudang Sipulung La Galigo Sebagai pembentukan Karakter Bangsa di Gedung Ipteks Unhas, Tamalanrea, Makassar, Kamis (21/4/2011).  Menurutnya jika naskah I La Galigo difilmkan maka lebih mudah dipahami oleh generasi muda. Pada acara Tudang Sipulung tersebut juga dipamerkan naskah lontarak.
 
Pada 22 April, pementasan khusus ditujukan bagi sekitar 200 orang anak yatim piatu, mahasiswa, dan wartawan yang akan meliput dan memotret. Pada pementasan hari berikutnya, ditujukan khusus bagi tamu VIP seperti para pejabat tingkat menteri dan duta besar. Sedangkan pada hari terakhir dibuka untuk 800 tiket bagi masyarakat umum.

Harga tiket bervariasi antara Rp 50 hingga Rp 250 ribu, untuk kelas festival, gold, platinum, dan titanium. Tiket tersebut dapat diperoleh di kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Makassar. Menurut Kepala Dinas Pariwisata, Rusmayani Madjid, saat ini tiket sudah terjual sebanyak 80 persen dari 1.200 lembar tiket yang diperjualbelikan. Sebanyak 750 di antaranya, habis terjual di Jakarta.

Sedikit berbeda dengan pentas-pentas di kota lain, pentas I La Galigo di Makassar dilakukan outdoor dengan melibatkan 80 persen seniman musik dan tari asal Sulawesi Selatan. Mereka telah berlatih keras sejak awal April lalu. Peralatan panggung pun sebagian berasal dari Sulawesi Selatan, dengan pertimbangan ke depan, pentas ini bisa dilanjutkan secara rutin oleh masyarakat Sulawesi Selatan sendiri.

Penggagas pementasan I La Galigo di Makassar adalah Tanri Abeng, tokoh nasional dari Sulawesi Selatan. Ia beberapa kali menyempatkan menonton langsung pertunjukan I La Galigo di beberapa negara.

Setelah melanglang buana ke berbagai kota di dunia seperti Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, Ravenna, New York, Melbourne, Milan, dan Taipei, I La Galigo kembali ke tanah kelahirannya.

Pada 2005, I La Galigo pernah sempat “pulang kampung” dengan pementasan di Teater Tanah Airku di Jakarta. Pementasan tiga jam yang disutradarai Robet Wilson ini pun sukses besar. Selain diprakarsai Tanri Abeng, pementasan I La Galigo di Makassar berlangsung berkat dukungan dan produksi Change Performing Arts (Italia) dan Bali Purnati (Indonesia), serta dukungan Pemerintah Kota Makassar. 

Teknisi Soundsystem Metallica hanya Menjadi Tukang Kabel

Para kreator dan teknisi telah menyulap benteng Panynyyua Fort Rotterdam Makassar menjadi panggung drama indoor sekelas Lincoln Center, New York, (AS), panggung Santiago de Compostella di Spanyol), atau Esplanade Theater di Singapura.

"Bayangkan saja, lighting consultant panggung untuk konser Slank dan Metallica di Indonesia, mas Doddy cuma kebagian tugas pegang cutter, lakban, dan potong-potong kabel," kata Zulham, event organizer Makassar.

Sejak 1 April lalu, sekitar 30-an kru yang dikontrak Change Performing Arts (Italia) dan Yayasan Bali Purnanti, sudah bekerja di Makassar. Change adalah produser teknis dan artistik pementasan ini.


Sebelum drama opera I La Galigo dipentaskan di kampung halamannya pada 23-24 April 2011, 11 pementasan  I  La Galigo telah mengawali pentas dunianya di Singapura pada 2004. Selanjutnya, sejak tahun 2005 lakon monumental ini keliling dunia mulai Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, dan Ravenna (2004);  New York dan Jakarta (2005), Melbourne (2006); Milan (2007); Taipei (2008); dan Singapura tahun 2009 lalu.
 

Sajak-Sajak Pembangun Identitas Islam dari Iqbal

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 13 April 2011 | April 13, 2011


Bagi para penikmat syair-syair Islam, tentunya kenal dengan penyair yang satu ini. Keresaahan-keresahan yang ia rasakan dituangkan dalam bait-bait syairnya. Ia adalah Muhammad Iqbal, sosoknya memang fenomenal, jutaan manusia diberbagai bangsa pernah turut  menyaksikan keresahannya dalam ribuan bait-bait syair yang ia tulis. Ia tak hanya dikenal sebagai penyair yang melahirkan syair-syair yang memiliki makna yang dalam, ia juga dikenal sebagai seorang filosof yang telah merekonstruksi sebuah bangunan filsafat Islam, yang dapat menjadi bekal individu-individu muslim dalam mengantisipasi peradaban barat, yang matrealistis ataupun tradisi timur yang fatalistik. Jika diterapkan maka konsep-konsep filosofis Iqbal akan memiliki implikasi-implikasi kemanusiaan dan sosial yang luas.

Parlemen Setan

Setan:
Jin-jin mulai mempertunjukkan tari purba mereka
Lihat dunia yang penuh laknat ini, pasir dan debu harapan
Penghuni surga! Lihat Sang Pencipta
Yang menjadikan segala ini dengan firman Kun fayakun!
Sebentar lagi aku akan menghancurkannya. Otak cerlang
Eropa dan takhyul kerajaan duniawi ini,
Sebenarnya akulah setan yang membikin. Kutiup jampi-jampi
Ke seluruh masjid, gereja , kuil dan vihara
Kubuat sesat musafir, kepada mereka kuajarkan
Bahwa ketentuan Takdir tak dapat diubah lagi.
Dan telah kubuat mabuk pula pemimpin mereka
Dengan kapitalisme. Siapa dapat memadamkan
Nyala redup api mereka yang mulai berkobar lagi
Disulut nafsu angkara setan? Siapa dapat mematahkan
Batang pohon yang telah disiram mukjizat setan?


Penasehat Setan Pertama:

Tak diragukan lagi kedaulatan Neraka kian kukuh di muka bumi
Maka itu bangsa-bangsa di dunia ini tumbuh dan besar
Diasuh perbudakan. Celakalah bangsa-bangsa
Yang dinasibkan mengemis dan bertekuk lutut berabad-abad
Malanglah mereka yang telah dikodratkan
Untuk gemar memohon dan berdoa, namun tak berdaya:
Mereka yang tak memiliki cita-cita yang tinggi
Akan ditimpa oleh bencana. Dan sebentar lagi
Akan tergusur di muka bumi! Adalah karena jerih payahku
Semua yang serba menakjubkan ini terjelma
Segala bentuk kependetaan dan kewalian
Aku yang membelokkan jadi tiang penyangga perbudakan
Bagi kekuasaan penjajah asing. Candu yang melemahkan
Kusulap menjadi obat bagi orang Asia
Lihat, kini pemimpin dan kaum terpelajar mereka
Lebih memuliakan seni pokrol bambu
Dibanding kearifan dari kitab suci agama mereka.
Dan apa pula tandanya jika rombongan haji
Hanya fasih menyebut Ka`bah dan Makkah al-Mukaramah?
Tandanya: Pedang agama semakin tumpul
Keputusasaan telah menggantungnya
Jadi senjata baru yang beracun. Karena itu
Orang Islam yang berjihad di jalan Allah
Dikutuk dalam zaman ini
Bahkan oleh orang Islam itu sendiri.

Penasehat Setan Kedua:

Serigala berkepala seribu menguak demi kekuasaan,
Racunkah ini atau rahmat bagi kita?
Tampak kau tak mau mempelajari
Bahwa bencana baru sedang menimpa bumi setan!

Penasehat Setan Pertama:

Aku sudah tahu. Dengar, tiada lagi bahaya mengintai dunia kita
Menurut pengamatanku, sebab yang tampak
Hanya rimbunan daun menutupi nafsu negara duniawi
Bukankah otokrasi telah kuberi baju
Demokrasi? Jika manusia mau bercermin
Dan meneliti dengan seksama, mereka akan paham
Tujuan kekuasaan dan penguasaan dunia
Berada di tempat lain yang tersembunyi
Ia tidak semakin kukuh atau runtuh
Karena lenyapnya raja-raja dan Tsar.
Pun tak peduli apa ada parlemen atau partai politik
Jika ke tempat lain kita arahkan pandangan kita
Akan tampak jelas: Tiran lahir kembali di mana-mana.
Tidak kaulihat pemerintahan kerakyatan di Barat
Yang dari luar kelihatan cerah? Jiwa mereka
Sebenarnya lebih kelam dari Jengis Khan!


Penasehat Setan Ketiga:

Sepanjang semangat tirani masih berkobar di muka bumi
Tak ada yang perlu kita cemaskan! Namun,
Bagaimana dengan Si Jenggot lebat, Yahudi laknat
Nabi tanpa gunung Sinai, juru selamat proletar
Tanpa tiang salib itu?  Pun bukan utusan Tuhan
Tapi bukunya Das Kapital masih dibolak-balik
Bagaikan kitab suci? Bagaimana pula dengan mata redup tak bertuhan
Yang dengan berselubung mengumumkan hari perhitungan
Kepada bangsa-bangsa Timur dan Barat?
Wabah mengerikan macam apa yang akan mereka tularkan?
Budak-budak telah memutuskan mata rantai belenggu merela
Dan meninggalkan rumah majikan-majikan mereka.

Penasehat Setan Keempat:

Di  balai agung kemaharajaan Roma yang megah
Ada obat penawar: Sekali lagi telah kita biuskan
Mimpi Yulius Caesar kepada keturunan mereka
Bangsa bertangan besi ini amat perkasa menjaga laut
Dan kepentingan perdagangan dunia!

 Penasehat Setan Ketiga:                                              

Ah, aku tak yakin bangsa ini mampu merebut masa depan
Segala seni pemerintahan Eropa telah dikuras habis olehnya
Namun yang dihasilkan adalah kesia-siaan!

Penasehat Setan Kelima:
Berbicara langsung kepada Setan

Wahai kau yang memenuhi layar dunia
Dengan api berkobar, wahai Maharaja Setan! Bila mau, kaulah
Yang dapat menyingkap semua rahasia ini!
Bumi dan air akan mendidih di atas tungku apimu
Dengan itu planet yang bernama bumi ini akan dipenuhi bencana
Kami ini mahluk bodoh, kaulah guru kami yang paling bijak
Ajari kami hingga arif dan berilmu
Tiada yang labih tahu tabiat Adam
Mahluk tak berdosa yang malang itu, selain kau!
Apa arti malaikat yang kerjanya cuma berzikir
Dan memuji, serta gemar berkurban
Dibanding kau? Gantunglah kepala mereka
Dan bikinlah mereka merasa malu di hadapanmu!
Kau telah berjanji akan senantiasa membantu kami
Buatlah dukun-dukun keramat Barat
Tetap percaya kepada Setan dan jajaran aparatnya
Ketahuilah Yahudi pembangkang itu,
Pembawa semangat Mazdak itu, kini telah bangkit kembali!
Tak lama lagi setiap jubah akan dicabik-cabik
Oleh nafsu gilanya. Gagak gurun Sahara
Mulai menyulap diri mereka menjadi elang
Dan rajawali: Dunia akan gusar dibuatnya.
Apakah kita juga lupa pada segenggam debu
Yang berpusaran di keluasan angkasa ini?
Mengapa kami gemetar menyaksikan
Teror revolusi masa depan? Gunung, padang
Dan musim semi pun gemetar ketakutan.
Wahai Yang Mulia Setan! Di tepi jurang kekacauan
Yang maha dahsyat ini, terbentanglah bumi
Dan Kaulah semata penguasanya!

Setan:

Bumi, matahari, bulan, semua makhluq
Sekalian isi alam ini, di bawah kuasaku berada
Darah bangsa kulit putih sekali lagi akan kubakar
Biar Timur dan Barat, Utara dan Selatan menyaksikan
Dengan mata di kepala mereka sendiri
Drama mengerikan seperti apa yang akan kupentaskan di panggung dunia!
Dengan sekali tiup jampi-jampiku
Akan meruntuhkan tiang-tiang negara dan gereja!
Katakan kepada si bijak tolol
Yang mengira peradaban kebendaan ini rapuh
Seperti kedai penjual anggur, tantang mereka
Untuk menghancurkannya! Namun bila tangan alam
Telah mengoyak jahitannya, jarum logika komunisme
Sekali pun takkan bisa menjahitnya lagi!
Kau kira aku takut pada kaum sosialis
Dan pembela hak asasi manusia?
Ah mereka cuma pembual jalanan, makhluq ronbengan

Otak mereka cabik-cabik dan jiwa mereka luka!
Tidak, jika ada momok yang menakutkan setan
Ia mengintai dalam diri umat beragama yang benar-benar beriman
Dalam abu mereka masih menyala bara api harap tak terhingga!
Walau berserak-serak, yang gigih dari kalangan mereka
Akan tampil ke depan mengurbankan hati mereka
Dan fajar akan mereka siram dengan air mata keluh
Di mata mereka susunan dan kerangka zaman begitu jelas
Ancaman utama bagi setan di masa depan
Bukan komunisme, tetapi agama yang benar.

Aku tahu, pembela undang-undang Tuhan
Hampir tiada lagi di muka bumi. Orang Islam misalnya
Seperti umat yang lain – telah menganut paham
Dan kepercayaan lain.
Syahadat mereka sekarang adalah kapitalisme liberal
Di Timur, dalam kegelapan malam-malamnya yang pekat
Tak dijumpai lagi tangan Musa yang bersinar-sinar
Yang membuat kerajaan Firaun runtuh dengan cepat
Juga tidak di kalangan pendeta, padri dan ulama.
Sekali pun demikian, jangan lalai
Meskipun mereka tengah sedih dan bingung
Bahaya tetap mengintai di sana!
Jejak Nabi yang hilang bisa dijumpai lagi
Kita harus waspada pada ajaran Muhammad
Kesucian wanita dijunjung tinggi
Lelakinya yang saleh dan beriman tak mudah digoda
Namun tak apa: Coba mereka goda dengan kenikmatan
Dan kelezatan dunia yang lain
Seperti kemasyhuran dan kekuasaan!
Mereka sanggup mati demi agama
Singgasana ular naga mereka ingkari
Di mata mereka tidak berbeda raja dan faqir
Segala kebusukan mudah sekali mereka telanjangi
Si kaya dan si miskin punya derajat yang sama di mata mereka
Revolusi dahsyat macam apa yang akan terjadi
Jika ajaran agama begini terlaksana dalam tindakan dan pikiran?
Tanah di bumi bukan milik raja dunia lagi
Seluruh alam milik Tuhan semata
Alangkah baiknya jika aturan dan hukum dari nabi-nabi
Terkubur tak diingat orang
Kita pun akan bersyukur jika orang beriman
Dari sekalian penganut agama
Kehilangan seluruh iman mereka
Mudah-mudahan sesatlah mereka selamanya
Masing-masing kebingungan menafsir kitab suci mereka

Hari-hari benderang moga tak mengoyak
Malam-malam gelap umat yang salatnya khusyuk ini!
Waspadai, jangan sampai mereka dibiarkan terbangun
Kalimah syahadatnya sanggup menghancurkan
Jampi-jampi dunia – Tenggelamkan mereka
Dengan persoalan tetek bengek
Jaga agar gambaran menyedihkan tentang pemimpin agama mereka
Selalu memuaskan hati mereka!
Asingkan mereka dari tindakan nyata,
Dari kegiatan politik, ekonomi, dan kebudayaan!
Hingga mereka merasa bahwa keberadaan mereka
Tidak berarti di papan catur kehidupan!
Alangkah baiknya jika mereka diperbudak
Dan selalu tergantung pada bangsa lain sampai kiamat!
Usahakan terus agar urusan dunia
Mereka serahkan pada golongan lain
Biarkan mata mereka tertutup, aku Setan
Sungguh ngeri bila umat ini terbangun
Dari tidurnya! Ajaran agama mereka merangkum semua
Jaga agar pikiran mereka tetap porak poranda
Penjara mereka dalam kegiatan peribadatan
Dan upacara-upacara usang keagamaan!

Beberapa sajak Iqbal tersebut di atas hanya sebagian kecil di antara banyak lagi sajak-sajak yang dihasilkan Iqbal yang kebanyakan ia tulis dalam bahasa persi dan urdu diantaranya Syikva (keluhan), javab-i-syikva (jawaban atas keluhan), asrar-i-khudi (rahasia diri),Rumuz-i-bekhudi (misteri penyangkalan diri), bang-i-dara (panggilan lonceng), piyam-i- masyrik (pesan dari timur), Zabur-i-Ajam (kidung persi), javid namah Bang-I Dara (panggilan lonceng), Javid Namah (kitab keadilan), Zabur-I  ‘Ajam (kidung Persia), Javab-I Syikva  (jawaban atas keluha), Syikva (keluhan), Piyam-I Masyriq (pesan dari timur), Zarb-I Kalim (tongkat musa), Armughan-I Hijaz (pemberian dari Hijaz), Bal-I Jibril (sayap jibril) dan lain-lain. Adapun kumpulan sajak dan ceramah dan kuliahnya terdapat dalam The Reconstruction Of Religious Though Of Islam. Selain menulis syair-syair Iqbal juga menulis beberapa artikel dalam bidang filsafat, ekonomi, politik dan hukum dan sastra dalam bahasa Inggris. 

Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot pada tanggal 9 November 1877.  dua puluh tahun setelah tekanan pejuang muslim melawan Inggris pada tahun 1857, ketika mereka memberikan serangan terakhir pada pemerintahan Islam di sana.  Sialkot adalah sebuah kota peninggalan Dinasti Mughal India yang sudah  lama pudar gemerlapnya. Ia terletak beberapa mil dari Jammu dan Kasymir, suatu kawasan yang kelak terus-menerus menjadi sengketa antara India dan Pakistan.

Kakeknya Iqbal bernama Syaikh Rafiq adalah seorang penjaja selendang dari looehar, Kasymir. Penduduk kasymir pada awalnya beragama Hindu kemudian telah mengenut Isalam selam kurang lebih 500 tahun dan kakeknya telah memeluk Islam dua ratus tahun yang lalu. Jika diikuti, jejak leluhur Iqbal berasal dari kalangan brahmana, sub kasta Sapru.

Ayahandanya Syaikh Nur Muhammad memiliki kedekatan dengan kalangan sufi, karena kesalehan dan kecerdasannya, penjahit yang cukup berhasil ini dikenal memiliki perasaan mistis yang dalam serta rasa keingintahuan ilmiah yang tinggi. Tak heran, jika ia dijuluki kawan-kawannya denagan sebutan “sang filosof tanpa guru”.

Ibunda Iqbal Imam Bibi, juga dikenal sangat religius. Ia memberikan pendidikan dasar dan disiplin keislaman yang kuat kepada kelima anaknya, salah satunya Iqbal. Dibawah naungan kedua orang tua yang taat dan disiplin inilah Muhammad Iqbal dibesarkan.

Di kota perbatasan Punjab, Iqbal menghabiskan masa kecilnya dengan hobinya berolahraa dan bermain dengan kawan-kawannya. Ia sangat terkenal menyukai ayam hutan dan burung merpati oleh kawan-kawannya. ketika kehidupan Iqbal sudah mulai memasuki usia dewasa ia curahkan seluruh waktuhya di kota Lahore  dengan kehausannya terhadap Ilmu pengetahuan. Ia kuliah di perguruan tinggi terkemuka di kota tersebut.

(disarikan dari pelbagai sumber)

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday