Home » » Catatan Jingga, Sebuah Karya Untuk Bulukumba

Catatan Jingga, Sebuah Karya Untuk Bulukumba

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 05 Februari 2011 | Februari 05, 2011


Dari sebuah kerja luar biasa namun santai dan bersemangat, sineas muda Bulukumba dari Tunta Production berhasil merampungkan film berjudul "Catatan Jingga" yang akan diputar perdana pada Rabu 9 Februari 2011 di Lapangan Pemuda Bulukumba, Sulsel. Film ini adalah salah satu kado istimewa untuk Hari Jadi Bulukumba ke-51, 4 Februari 2011.

Catatan Jingga merupakan film fiksi pertama yang digarap oleh sineas Bulukumba. Catatan Jingga mengeksplorasi nuansa adat, budaya, wisata dan cinta. Film ini diproduseri oleh Andi Wasfaedy Alamsyah S.KM dengan sutradara Mardi Marwan S.sos.

Tunta Production sebelumnya telah sukses memproduksi beberapa karya, di antaranya film pendek, film dokumenter dan video klip band. Baru-baru ini salah satu film mereka mendapatkan antusias luar biasa dari penonton di Botol Music Hotel Quality Makassar.

Pemutaran film "Catatan Jingga" pada Rabu 9 Februari 2011 di Lapangan Pemuda Bulukumba juga didukung oleh  Sophie Paris, Hotel Nusa Bira Indah, Agri Restaurant, Fery Salon, Bira Beach Hotel, Gajah Mada Production dan Pemkab Bulukumba, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bulukumba.

Tunta Production bekerjasama RCA 102,5 FM sebagai media partner bersama Tabloid Remaja Yess, radio Pemkab Bulukumba  SPL (Swara Panrita lopi 95 FM) serta enam radio komunitas yakni Delstar FM, MD FM, Sugesthi FM, Jack Radio, Lereng FM dan  Lingu Peace Radio.

Film Catatan Jingga adalah satu dari barisan panjang film independen (indie) di Indonesia. Sebenarnya banyak film independen kita yang sudah berjaya di luar negeri, misalnya film Revolusi Harapan karya Nanang Istiabudhi yang mendapatkan Gold Medal untuk kategori Amateur dalam The 39th Brno Sexten International Competition of Non-Comercial Featur and Video di Republik Cekoslovakia (1998). Juga film Novi garapan Asep Kusdinar masuk nominasi dalam Festival Film Henry Langlois, Perancis (1998).
Di ajang Singapore Internasional Film Festival (1999), lima film pendek Indonesia ikut berlaga, yakni film Novi karya Asep Kusdinar, Jakarta 468 karya Ari Ibnuhajar, Sebuah Lagu garapan Eric Gunawan, Revolusi Harapan kreasi Nanang Istiabudhi, dan Bawa Aku Pulang buah karya Lono Abdul Hamid.

Film-film independen inilah yang mewakili Indonesia di forum-forum internasional. Akar film independen sebenarnya sudah ada sejak tahun tujuh puluhan. Jika fenomena ini merupakan suatu gerakan, bisa jadi nantinya pertumbuhan film independen tidak berlangsung lama sebab hanya sesaat sesuai dengan semangat sebuah gerakan. Akan tetapi, jika film independen ini dijadikan sebuah sikap bersama, seperti Manifasto Oberhausen (1962), Deklarasi Mannheim (1967), Deklarasi Hamburg (1979), dan Deklarasi Munich (1983), film independen Indonesia bisa jadi merupakan pre-condioning untuk kebangkitan sinema Indonesia baru.

Share this article :

8 komentar:

  1. catatan jingga? pengen nontoonn!!

    BalasHapus
  2. kalo di bioskop kota lain diputar juga nggak ya?

    BalasHapus
  3. salut untuk para pemuda Bulukumba yang selalu kreatif ... Catatan Jingga, ada jugakah di luar Bulukumba?

    BalasHapus
  4. salut dengan film indie indonesia..semoga tambah maju film indie indonesia

    BalasHapus
  5. Salu van. Sudah saatnya para seniman bangkit. Saya malah lebih suka flm indie. Semoga film' Catatan Jingga" ini sukses.

    BalasHapus
  6. semoga semakin banyak film-fil indie yang jadi di Sulawesi Selatan

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday