Home » » I La Galigo, Mahakarya Dunia yang Pulang Kampung

I La Galigo, Mahakarya Dunia yang Pulang Kampung

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 21 April 2011 | April 21, 2011


Meski tidak begitu lengkap, namun alhamdulillah saya tetap berusaha mengikuti persiapan pentas Mahakarya sastra terpanjang di dunia, I La Galigo di Fort Rotterdam Makassar, 23-24 April 2011. Naskah asli I Lagaligo dijamin masih ditampilkan secara utuh sesuai dengan sejarah masyarakat Sulawesi Selatan. Ini menjawab kekhawatiran sejumlah pihak adanya perubahan alur cerita I La Galigo di Makassar. 

"Babak-babak cerita akan disajikan sesuai naskah aslinya dan kami akan meninggalkan cerita ini sebagai lembaran karya yang baru di sini," kata Sutradara Pementasan I La Galigo, Robert Wilson, menjawab pertanyaan para  wartawan di Makassar, Kamis (14/4). 

Wilson berharap, pementasan berlabuhnya La Galigo di Makassar bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat Sulsel untuk melanjutkan karya besar ini dalam bentuk lain. Robert Wilson, adalah produser film dan drama Romoe dan Juliet, serta The Life and Times of Joseph Stalin dan nominasi drama untuk Pulitzer Prize (1986).

 
I La Galigo Bakal Difilmkan

Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia, Dr Muhlis Paini, mengatakan, La Galigo bakal difilmkan. Wacana tentang rencana difilmkan tersebut disampaikan Muhlis pada acara Tudang Sipulung La Galigo Sebagai pembentukan Karakter Bangsa di Gedung Ipteks Unhas, Tamalanrea, Makassar, Kamis (21/4/2011).  Menurutnya jika naskah I La Galigo difilmkan maka lebih mudah dipahami oleh generasi muda. Pada acara Tudang Sipulung tersebut juga dipamerkan naskah lontarak.
 
Pada 22 April, pementasan khusus ditujukan bagi sekitar 200 orang anak yatim piatu, mahasiswa, dan wartawan yang akan meliput dan memotret. Pada pementasan hari berikutnya, ditujukan khusus bagi tamu VIP seperti para pejabat tingkat menteri dan duta besar. Sedangkan pada hari terakhir dibuka untuk 800 tiket bagi masyarakat umum.

Harga tiket bervariasi antara Rp 50 hingga Rp 250 ribu, untuk kelas festival, gold, platinum, dan titanium. Tiket tersebut dapat diperoleh di kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Makassar. Menurut Kepala Dinas Pariwisata, Rusmayani Madjid, saat ini tiket sudah terjual sebanyak 80 persen dari 1.200 lembar tiket yang diperjualbelikan. Sebanyak 750 di antaranya, habis terjual di Jakarta.

Sedikit berbeda dengan pentas-pentas di kota lain, pentas I La Galigo di Makassar dilakukan outdoor dengan melibatkan 80 persen seniman musik dan tari asal Sulawesi Selatan. Mereka telah berlatih keras sejak awal April lalu. Peralatan panggung pun sebagian berasal dari Sulawesi Selatan, dengan pertimbangan ke depan, pentas ini bisa dilanjutkan secara rutin oleh masyarakat Sulawesi Selatan sendiri.

Penggagas pementasan I La Galigo di Makassar adalah Tanri Abeng, tokoh nasional dari Sulawesi Selatan. Ia beberapa kali menyempatkan menonton langsung pertunjukan I La Galigo di beberapa negara.

Setelah melanglang buana ke berbagai kota di dunia seperti Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, Ravenna, New York, Melbourne, Milan, dan Taipei, I La Galigo kembali ke tanah kelahirannya.

Pada 2005, I La Galigo pernah sempat “pulang kampung” dengan pementasan di Teater Tanah Airku di Jakarta. Pementasan tiga jam yang disutradarai Robet Wilson ini pun sukses besar. Selain diprakarsai Tanri Abeng, pementasan I La Galigo di Makassar berlangsung berkat dukungan dan produksi Change Performing Arts (Italia) dan Bali Purnati (Indonesia), serta dukungan Pemerintah Kota Makassar. 

Teknisi Soundsystem Metallica hanya Menjadi Tukang Kabel

Para kreator dan teknisi telah menyulap benteng Panynyyua Fort Rotterdam Makassar menjadi panggung drama indoor sekelas Lincoln Center, New York, (AS), panggung Santiago de Compostella di Spanyol), atau Esplanade Theater di Singapura.

"Bayangkan saja, lighting consultant panggung untuk konser Slank dan Metallica di Indonesia, mas Doddy cuma kebagian tugas pegang cutter, lakban, dan potong-potong kabel," kata Zulham, event organizer Makassar.

Sejak 1 April lalu, sekitar 30-an kru yang dikontrak Change Performing Arts (Italia) dan Yayasan Bali Purnanti, sudah bekerja di Makassar. Change adalah produser teknis dan artistik pementasan ini.


Sebelum drama opera I La Galigo dipentaskan di kampung halamannya pada 23-24 April 2011, 11 pementasan  I  La Galigo telah mengawali pentas dunianya di Singapura pada 2004. Selanjutnya, sejak tahun 2005 lakon monumental ini keliling dunia mulai Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, dan Ravenna (2004);  New York dan Jakarta (2005), Melbourne (2006); Milan (2007); Taipei (2008); dan Singapura tahun 2009 lalu.
 

Share this article :

8 komentar:

  1. semoga acaranya sukses bang....

    BalasHapus
  2. walaupun asing dengan I La Galigo tapii tetep ..smangaat ya buat event nya..:)

    kudu tanya mbah google nih apa itu I La Galigo saya pikir itu adalah bahasa perancis atau spanyol...:P

    BalasHapus
  3. Berarti sudah selesai don Van wah pasti spektakuler banget pertunjukannya, apa kabar nih sobatku

    BalasHapus
  4. http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/27/la-galigo-episode-1-turunnya-manusia-pertama/

    BalasHapus
  5. Assalamu'alaikum.sukses ya pentasnya,bro.

    btw,blog ini titlenya "sastra-dio"hampir sama dengan award yang saya pasang"Sastra-Radio"kakak beradikkah?

    wassalam.

    BalasHapus
  6. emang dikau bener2 sastrawan ya.

    BalasHapus
  7. jadi penasaran dengan I La Galigo..

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday