Home » » Jejak Sastra Sufi Indonesia Pada Hamzah Fansuri

Jejak Sastra Sufi Indonesia Pada Hamzah Fansuri

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 03 Mei 2011 | Mei 03, 2011



Membincang Sastra Sufi atau karya sastra sufistik di tanah air maka tidak dapat tidak harus menyebut nama ini, Hamzah Fansuri. Dialah tokoh penting yang meletakkan warna khas pada khasanah kesusastraan Melayu dan bahkan sastra Indonesia kontemporer. Selain seorang sastrawan, Hamzah Fansuri juga adalah seorang sufi yang berpengaruh di zamannya. 

Mengutip pendapat Francois Valentijn (dalam T.Iskandar, 1996) dengan bukunya Oud en Niew Oost-Indien (1726) menyebutkan Hamzah Fansuri sebagai seorang penyair termashyur yang dilahirkan di Pantsoer (Barus) sehingga daerah ini pun ikut menjadi terkenal. 

Barus merupakan salah satu daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah, secara geografis terletak di pesisir barat pulau Sumatera, dan secara dialektologi penduduknya mayoritas menggunakan bahasa Mandailing. 

Pada jaman Hamzah daerah ini merupakan pusat perdagangan dengan penduduk yang ramai. Menurut Van der Tuuk dan Doorenbos nama Fansur adalah ucapan Arab untuk Pancur yang oleh orang Batak disebut Pansur. Sebelumnya Barus disebut Pangsur. Dengan demikian dapat diberi kesimpulan bahwa nama Hamzah Fansuri berarti Hamzah berasal dari Barus. Namun Syed Muhammad Naguib Al-Attas berpendapat lain, dalam bukunya The Mysticism of Hamzah Fansuri mengemukakan bahwa Hamzah berasal dan lahir di Syarnawi, Ayuthia (ibu kota Siam pada jaman kuno). 

Lazimnya seorang sastrawan yang dipengaruhi oleh spiritual sufi, karya-karya Hamzah Fansuri-pun kental dengan unsur-unsur kesufian. Yang pembahasannya tidak akan jauh dari pembahasan Tuhan, cinta, dan asketisisme. Tema-tema yang menandai bahwa Hamzah Fansuri memang mewarisi tradisi sastra sufi, baik yang bercorak Arab maupun Parsi. Selain itu beberapa sajak Hamzah Fansuri, kerap merujuk pada tokoh-tokoh sastra sufi, misalnya Fariduddin ‘Attar, Jalaludin Rumi, dan Ahmad Ghazali. Hamzah Fansuri banyak sekali menghasilkan sajak-sajak sufi yang pada umumnya tidak memiliki judul tersendiri. Bahkan namanyapun kerap kali tidak dicantumkan dalam karya-karyanya itu. 

Hal inilah yang memunculkan kesulitan untuk membedakan karya-karya sastra miliki Hamzah Fansuri dengan sastrawan lainnya. Di antara karya-karya yang dinisbatkan kepadanya yang karena beberapa hal, karya sastra berupa sajak-sajak itu diragukan adalah asli karyanya. Sajak-sajak itu adalah Sya’ir dagang, ikat-ikatan bahr al-Nisa, dan Syai’r Perahu yang membuat namanya dapat dikenang sampai sekarang. Di dalam bagian sajak-sajak ini terlihat ketidakotentikan karya Hamzah Fansuri.


Hamzah Fansuri memiliki karya-karya yang agak berbeda dengan karya sastra sufi pendahulunya. Karya Hamzah Fansuri memiliki keunikan pada rima yang digunakannya. Rima yang dipakai dalam setiap sajak yang dibuatnya selalu A-A-A-A, satu hal yang unik memang. Kita dapat melihatnya dengan memperhatikan syair Hamzah Fansuri sebagai berikut: 


Dengarkan di sini, hai anak datu

Enkaulah khalifah dari ratu

Wahid-kan emas dan mutuSupaya dapat pandangmu satu Ruh al-quds terlalu payah

Akhir mendapat di dalam rumah

Jangan engkau cari jauh payah

Mahbub-mu dengan sertamu di rumah ……………………………

Hunuskan pedang, bakarlah sarung

Itsbatkan Allah nafikan patungLaut tawhid yogya kau harung

Di sanalah engkau tempat beraung 


Meski dalam hal isi syair Hamzah Fansuri tidak begitu jauh berbeda dengan syair-syair Rumi misal, namun dalam hal penataan rima dan baris karya Hamzah Fansuri nampak lebih rapi terlihat, meskipun kita juga harus melihat konteks bahasa yang dipakai juga. 


Untuk membedakan karya-karya sastra ciptaan Hamzah Fansuri dengan karya-karya lainnya, Dr. Abdul Hadi W.M telah memberikan 7 kriteria yang dapat dijadikan pegangan.


Pertama, semua sajak Hamzah Fansuri menggunakan pola empat baris denga rima AAAA

Kedua, dari makna batinnya sajak-sajak Hamzah Fansuri menggunakan ungkapan perasaan fana, cinta ilahi, kemabukan mistik, dan pengalaman perjalanan keruhanian.

Ketiga, terdapat kutipan ayat-ayat muhtasyabihat al-Qur’an di dalam puisi-puisi dengan fungsi religius dan estetis.


Keempat, terdapat beberapa penanda kesufian seperti anak dagang, anak jamu, anak datu, anak ratu, orang uryani, faqir, thalib, dan sebagainya.


Kelima, terdapat ungkapan-ungkapan paradoks di dalam sajak-sajaknya.

Keenam, adanya sejumlah baris syair Hamzah Fansuri yang memiliki kesamaan dengan baris-baris syair para penyair sufi Parsi


Ketujuh, terdapat kata yang diambil dari bahasa Arab dan Jawa.


Kriteria-kriteria inilah yang dapat membantu dalam melihat dan memahami karya-karya Hamzah Fansuri. 

Kini jarang sekali para sastrawan Indonesia yang mau bergelut dalam dunia Sastra Sufi. Kontemplasi batin yang begitu dalam mungkin adalah alasan terbesar sehingga anak-anak muda masa kini yang lebih cinta hidup pragmatis lebih suka meninggalkan cara-cara hidup merepotkan ala para sastrawan sufi ini. 
Share this article :

6 komentar:

  1. weleh..barumi lg update wkwkwkwk..lebih2 sy..

    BalasHapus
  2. hamzah fansuri ya, saya kurang akrab dengan karyanya.

    BalasHapus
  3. hamzah fansuri saya baru dengar... bisa di posting gak karya karya beliau biar bisa mengenallebih dekat thanks......sahabat sukses selalu dalam pembuatan blognya

    BalasHapus
  4. Assalamu'alaikum..

    Interesting post,bro.Thanks for sharing.

    Wassalam..

    BalasHapus
  5. salam kenal bagus bacaannya boleh tuker links gak

    BalasHapus
  6. Jadi penasaran nih dengan karya-karya beliau...

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday