Home » » Lontara Rindu: Lazim dan Berani

Lontara Rindu: Lazim dan Berani

Posted By Alfian Nawawi on Senin, 03 September 2012 | September 03, 2012

Sebahagian teman yang pernah membacanya mengatakan, novel ini genit dan memukau. Sebenarnya Novel "Lontara Rindu" karya S. Gegge Mappangewa ini sepintas biasa saja. Bahkan cenderung mengikuti gaya novel sebelum-sebelumnya yang mengambil setting lokasi daerah di Indonesia. 

Panorama sejarah dan lukisan palung-palung budayanya adalah asal mula adat istiadat Bugis terbentuk dan terbukukan dalam lontara. Genit dan memukau yang dihadirkan dalam bentuk kisah abadi Nenek Mallomo, sehingga menjadi adat yang dipatuhi oleh banyak generasinya sampai saat ini.

Setting lokasinya adalah tanah Bugis, Sulawesi Selatan. Hal itu terjadi mengingat wilayah Indonesia yang memiliki ragam budaya yang berbeda tetapi ada kemiripan di berbagai sisi. Keistimewaan novel baru terasa setelah memasuki bagian dua pertiga novel hingga tamat.

Lontara Rindu
Tanah Adat Bugis yang menjadi setting lokasi novel ini merupakan kontribusi khususi bagi dahaga primordialisme Bugis. Di sisi lain bisa jadi merupakan setitik pencerah bagi 'gurun gersang' penulis-penulis Sulawesi Selatan.

Yang termasuk biasa tentunya, novel ini juga menampilkan 
setting psikologis yang menggambarkan pergumulan batin para tokohnya.

Seperti biasa tokoh-tokohnya tidak digambarkan secara utuh, di mana seseorang yang baik akan terus baik dari awal sampai akhir, tetapi digambarkan hitam-putih, bahkan abu-abu. Ilham yang dulunya pengecut, di akhir hayatnya digambarkan menjadi orang baik dan menyesali perbuatannya masa lalu. Pak Japareng yang dulunya baik, berulah ingin menjadi penjual ballo’ (tuak) karena tergiur uang yang banyak. Halimah yang dulunya taat orang tua, digambarkan membangkang, dan kembali menjadi muslim yang baik lagi. Vito yang aslinya baik, penyayang orang tua, tetapi karena sedang galau, dia banyak berulah dan sering berdusta.

Sebagai novel yang lazim, sangat biasa. Sebagai 'keberanian' maka S.Egge Mappangewa sangat istimewa dan berhasil memaparkan Bugis yang cukup rumit. Luar biasa, novel ini laku keras di Makassar. (*)



Share this article :

6 komentar:

  1. wiii, spertinya novel ini kaya akan budaya Bugis ya bang?

    BalasHapus
  2. Apa kabar sahabat ku.. lama tak bersua,, Cester band masih jalan, sy masih buatkan lagu2 utk mereka.. hanya saja sy sdh gak bergabung lagi di dalamnya sebab sy ingin fokus tuk sekolah perwira...semoga lulus .. Mohon do'a

    BalasHapus
  3. keren.. mau beli kapan-kapan deh.. heheh.

    BalasHapus
  4. ceritanya pasti seruu :) hihhi

    BalasHapus
  5. covernya catchy bgt, aplg critanya nih :)

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday