Seniman seni rupa, Dadang Rukmana memandang perang dan tragedi dari sisi berbeda. Perenungannya ini hadir dalam pameran tunggalnya di Nadi Galeri, Puri Indah Jakarta Barat, bertajuk History : Will Teach Us Nothing. Pameran berlangsung hingga 6 September 2010.
Dadang ingin berbicara lewat dua medium berbeda dalam sebuah gambar. Berangkat dari dokumentasi-dokumentasi perang, baik dalam dan luar negeri, Dadang “menyadurnya” dalam bentuk lukisan kanvas. Karyanya bermain dalam dua warna : hitam-putih. Bukan dengan kuas, namun ia melukis dengan amplas. Awalnya, seluruh permukaan kanvas disapu cat hitam, dan kemudian ia mulai melukis dengan mengamplas bagian-bagian yang dibuat gelap dan terang.
Gambar tidak fokus yang membuat obyek seolah berbayang lebih dari dua, merupakan racikan segar kotemporer Dadang yang berbobot. Meski memang teknik ini bukan barang baru, karena lazim digunakan pelukis untuk membuat efek, kesan tekstur atau barik, ia tengah mencoba alternatif. “Bisa dilihat, bagaimana teknik melukis realis dihela sampai pada puncak Photorealisme yang berkembang dalam seni lukis,” ujar kurator pameran, Enin Supriyanto.
Salah satu karyanya merujuk pada pembantaian hampir dua juta warga Kamboja saat rezim Khmer Merah-Polpot 1975-1979. ia melukis deretan foto diri para korban. Di dua urutan terakhir, kanvas kosong hanya disi guratan garis, maknanya bahwa kolom ini bias diisi wajah siapa saja yang menjadi korban kekejaman. Daftar korban pun ditutup dengan lukisan foto diri Dadang yang sedang tertawa. Konon, tentara Polpot paling benci dengan tawanan yang tertawa saat diinterograsi, sebelum dieksekusi.
Sejarah Indonesia juga ada porsi di pameran ini. Keruntuhan tahta Soeharto menjadi pilihan sejarah yang menarik. May, 21, 1998, Soeharto lengkap bersetelan jas dan peci, tengah menilik jam tangannya. Detik-detik reformasi itu dipertajam dengan bagian lukisan lain yang melengkapinya. Empat deret wajah penerus klan Soeharto, termasuk Tommy. Dan tiga lukisan mini kerusuhan Mei.
Gambar tidak fokus yang membuat obyek seolah berbayang lebih dari dua, merupakan racikan segar kotemporer Dadang yang berbobot. Meski memang teknik ini bukan barang baru, karena lazim digunakan pelukis untuk membuat efek, kesan tekstur atau barik, ia tengah mencoba alternatif. “Bisa dilihat, bagaimana teknik melukis realis dihela sampai pada puncak Photorealisme yang berkembang dalam seni lukis,” ujar kurator pameran, Enin Supriyanto.
Salah satu karyanya merujuk pada pembantaian hampir dua juta warga Kamboja saat rezim Khmer Merah-Polpot 1975-1979. ia melukis deretan foto diri para korban. Di dua urutan terakhir, kanvas kosong hanya disi guratan garis, maknanya bahwa kolom ini bias diisi wajah siapa saja yang menjadi korban kekejaman. Daftar korban pun ditutup dengan lukisan foto diri Dadang yang sedang tertawa. Konon, tentara Polpot paling benci dengan tawanan yang tertawa saat diinterograsi, sebelum dieksekusi.
Sejarah Indonesia juga ada porsi di pameran ini. Keruntuhan tahta Soeharto menjadi pilihan sejarah yang menarik. May, 21, 1998, Soeharto lengkap bersetelan jas dan peci, tengah menilik jam tangannya. Detik-detik reformasi itu dipertajam dengan bagian lukisan lain yang melengkapinya. Empat deret wajah penerus klan Soeharto, termasuk Tommy. Dan tiga lukisan mini kerusuhan Mei.
(berbagai sumber)
asyik neh kayaknya..
BalasHapusLukisannya..sulit dimengerti, bang.
BalasHapusTerus terang baru kali ini mendengar teknik lukis dengan amplas, yg bukan hanya untuk mempertegas tekstur saja tp untuk semua bagian.
BalasHapusInilah yang disebut inovatif dan kreatif, saya pikir...
BalasHapusSalut deh, maju terus dunia seni Indonesia...!
salam kenal....blognya bagus ya...mas aku blog baru...mintak bimbingannya ya ...biar blogku kayak pya e mas..tukeran liks ya mas..nanti aku pasang biar aku banyak teman...salam kenal dari dongkrak antik ...kunjung balik ya
BalasHapussalam kenal
BalasHapusjadi begini contoh kerja kreatif, meniru cara lama dan membuatnya baru ckckckcckck
BalasHapusSaya katro kalo tentang sastraan atopun nama seniman, dan mangkanya makasih banyak neh info2 satrawan mopun senimannya...
BalasHapuswew.. gimana cara ngukis tu korban, ngeri bok :-ss
BalasHapussalam kenal, mau koreksi aja om ! gambar judul diatas itu bukan karya dadang rukmana tapi judul dari pameran di gallery semarang. Tema pameran tersebut berjudul "TRANSFIGURATION". Dan koreksi lagi tentang runtuhnya orde baru (Empat deret wajah penerus klan Soeharto, termasuk Tomy). sebenarnya empat foto itu adalah pahlawan reformasi, ( mahasiswa korban kerusuhan may 98 )
BalasHapusno soda, maaf atas kekeliruan saya. Sudah saya hapus gambarnya. Memang ternyata bukan. Lain kali saya akan lebih teliti jika memuat gambar. Terimakasih inputnya.
BalasHapusselamat meneruskna puasa bagi kawan-kawan....
BalasHapus