
Niaa riasennge maradeka, tellumi pannessai:
Seuani, tenrilawai ri olona.
Maduanna, tenriangkai' riada-adanna.
Matellunna, tenri atteanngi lao ma-niang, lao manorang, lao orai, lao alau, lao ri ase, lao ri awa.
(Yang disebut merdeka hanya tiga hal yang menentukannya: pertama, tidak dihalangi kehendaknya; kedua, tidak dilarang mengeluarkan pendapat; ketiga tidak dilarang ke Selatan, ke Utara, Ke Barat, ke Timur, ke atas dan ke bawah. Itulah hak-hak kebebasan.)
Demokrasi sebagai bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara terungkap dalam sastra Bugis sebagai berikut.
Rusa taro arung, tenrusa taro ade,
Rusa taro ade, tenrusa taro anang,
Rusa taro anang, tenrusa taro tomaega.
(Batal ketetapan raja, tidak batal ketetapan adat, Batal ketetapan adat, tidak batal ketetapan kaum Batal ketetapan kaum, tidak batal ketetapan orang banyak)
Konsep di atas sejalan dengan konsep demokrasi yang dianut saat ini yang mana kedaulatan ada di tangan rakyat. Jelas tergambar bahwa kekuatan berada di tangan rakyat, bukan di tangan raja. Jika hal ini dihubungkan dengan teori demokrasi Rousseau tentang volonte generale atau kehenak umum dan volonte de tous atau kehendak khusus, jelas tergambar bahwa teori Rousseau sama dengan sistem pemerintahan yang dikembangkan di Tanah Bugis yaitu apabila dua kepentingan (antara penguasa dan rakyat) bertabrakan, kepentingan yang harus dimenangkan adalah kepentingan rakyat.
Dalam menjalankan pemerintahan, raja selalu berusaha untuk bertindak secara ekstra hati-hati. Sesuatu yang akan dibebankan kepada rakyat haruslah terlebih dahulu dipertimbangkan. Artinya, acuan utama dari setiap tindakan adalah rakyat. Hal tersebut tertuang dalam Getteng Bicara (undang-undang) sebagai berikut. "Takaranku kupakai menakar, timbanganku kupakai menimbang, yang rendah saya tempatkan di bawah, yang tengah saya tempatkan di tengah, yang tinggi saya tempatkan di atas."
Ketetapan hukum yang tergambar dalam getteng bicara di tanah Bugis menunjukkan bahwa raja tidak akan memutuskan suatu kebijakan bila raja itu sendiri tidak merasa nyaman. Raja menjadikan dirinya sebagai ukuran dan selalu berusaha berbuat sepatutnya. Dari argumentasi itu, jelas tergambar bahwa negara adalah sepenuhnya milik rakyat dan bukan milik raja.
Adat menjamin hak dan protes rakyat dengan lima cara sebagai berikut.
1. Mannganro ri ade', memohon petisi atau mengajukan permohonan kepada raja untuk mengadakan suatu pertemuan tentang hal-hal yang mengganggu, seperti kemarau panjang karena dimungkinkan sebagai akibat kesalahan pemerintah.
2. Mapputane', menyampaikan keberatan atau protes atas perintah-perintah yang memberatkan rakyat dengan menghadap raja. Jika itu menyangkut kelompok, maka mereka diwakili oleh kelompok kaumnya untuk menghadap raja, tetapi jika perseorangan, langsung menghadap raja.
3. Mallimpo-ade', protes yang mendesak adat karena perbuatan sewenang-wenang raja, dan karena usaha melalui mapputane' gagal. Orang banyak, tetapi tanpa perlengkapan senjata mengadakan pertemuan dengan para pejabat negara dan tidak meninggalkan tempat itu kecuali permasalahannya selesai.
4. Mabbarata, protes keras rakyat atau kaum terhadap raja, karena secara prinsipial masyarakat merasa telah diperlakukan tidak sesuai dengan panngadereng oleh raja, keluarga raja, atau pejabat kerajaan. Masyarakat atau kaum berkumpul di balai pertemuan (baruga) dan mendesak agar masalahnya segera ditangani. Kalau tidak, rakyat atau kaum bisa mengamuk yang bisa berakibat sangat fatal pada keadaan negara.
5. Mallekke' dapureng, tindakan protes rakyat dengan berpindah ke negeri lain. Hal ini dilakukan karena sudah tidak mampu melihat kesewenang-wenangan di dalam negerinya dan protes-protes lain tidak ampuh. Mereka berkata: "Kamilah yang memecat raja atau adat, karena kami sekarang melepaskan diri dari kekuasaannya." (Prof. Dr. A. Mattulada, 1985)
Hak koreksi rakyat terhadap perbuatan sewenang-wenang pemimpin atau pejabat negara, merupakan bukti bahwa kehidupan bernegara manusia Bugis menekankan unsur "demokrasi".
(diramu dari berbagai sumber)
boleh dong kita berbangga sebagai suku bugis makassar ternyata kebudayaan kita lebih tua dari peradaban yunani atau romawi, btw templaku error lagi kemarin van
BalasHapusMannganro ri ade'..mantap kawan, artikel yg mencerahkan sejarah.
BalasHapussaya jadi ingat ni bang kebetulan mantan Kapolwil Bone yang sekarang sudah menjabat Wakapolda Sulsel mengatakan pada kunjungan kerjanya di tempat saya yaitu TAROI SIRI ALENU.....
BalasHapussalut,,ternyata Demokrasi sdh lebih dulu dikenal oleh Suku Bugis dibanding yg lain,,,,,
BalasHapussastra bugis merupakan salah satu sastra indonesia yang baik dan luar biasa!
BalasHapuspa kabar oom..?
BalasHapusBegitu inspiratif kawan
BalasHapusmet pagi....mau liat orang lagi guling2 koprol hehee
BalasHapusselamat pagi Bang Ivan,,,bangga jadi org Bugis,,,semoga Demokrasi saat ini jauh lebih baik,,,
BalasHapusthank U banyak,,,info yg bermanfaat.
BalasHapusini tentang demokrasi yg ternyata sejak jaman dulu sudah ada,,harusnya para pemimpin kita selalu bercermin bagaimana cara orang2 terdahulu berdemokrasi.
Ternyata demokrasi memang sudah ada sejak nenek moyang kita ya... heeeemmmm belajar sejarah nih.
BalasHapusnice post
BalasHapusitulah bugis
BalasHapuspunya pemikiran maju dari yang lain
bahkan menjadi pemimpin di negara lain (m'sia)
Mampi dulu ah..
BalasHapusOrang bugis adalah orang cinta demokrasi.
wah keren juga ya org bugis dan sastranya
BalasHapuswuihh bangga neh jd org bugis...
BalasHapusKakak pengamat lontara ya..? Boleh sy belajr dr kakak.., kabari sy ya kak low punya waktu..!
BalasHapuswah blum bgitu mngerti kk :)
BalasHapussabtu dalam rinai hujan kerinduan sapa darimu bang
BalasHapusp caar
selalu menarik setiap artikel yg abang buat
salam persahabtan dari blue dan kezedot
lam kenal sambil baca2 Gan, tks
BalasHapussambil baca2 Gan lam kenal, nice post
BalasHapusdemokrasi sudah ada sejak jaman dahulu, yunani hanya menang beruntung saja karena kebudayaan eropa lebih dulu dieksplotasi/ dipelajari
BalasHapusMeraba dan Mencium Modernisasi bukan berarti Melupakan Adat Tau Riolota..Pada idi Sijeppu ada tongeng na diala onrong masseddi....
BalasHapus