Home » » Segerombolan Puisi "Saya Oposisi" 2019

Segerombolan Puisi "Saya Oposisi" 2019

Posted By Alfian Nawawi on Senin, 13 Juli 2020 | Juli 13, 2020

Letupan-letupan peristiwa pada tahun 2019 rupanya sempat saya rekam dalam bentuk puisi. Sebagian besar diposting di Facebook. Berikut sebagian kecil puisi yang masih sempat saya telusuri dari tagar #sekilasmirippuisi dan #berlagakpenyair di wilayah Facebook.


Sepucuk Sajak Petani Kepada Anaknya
karena kita petani maka bersyukurlah karena kabarnya kita akan digaji.
janji-janji manis bukan hama wereng. janji-janji manis hanya kebetulan semanis janda muda di ujung kampung. semanis buah manggis di kebun kita. semanis hamparan harapan di sawah kita.
janji-janji manis adalah sejenis benih sekaligus panen raya. dia akan tetap dituai apapun bentuk buahnya. dia semacam visi misi percintaan. sekecut apapun rasanya. dia serupa musim hujan yang kita sambut dengan pesta do'a sehabis kemarau.
sebentar lagi janda muda kita akan memiliki kartu janda indonesia sehat. akan kulamar dia untukmu sesegera mungkin. sebelum hari pelaminan, ingatkan bapak agar tidak lupa mengundang jaenuddin. jangan bertanya siapa itu jaenuddin. kamu tidak perlu tahu. cukup ayahmu saja yang tahu, janjinya manis-manis lima tahun lampau.

5 Januari 2019


Kopi Tubruk
tidak ada puisi hari ini tentang mushalla yang dirusak segerombolan teroris
tidak ada puisinya di kolom budaya koran manapun
tidak juga di media online
dan kau bilang negara baik-baik saja
sebab di media sosial kau posting status:
hujan turun rintih-rintih.
hmm, puitis sekali kau.
para penyair besar beronani dengan sajak-sajaknya
mungkin mereka kelak menjadi dewan pembina ideologi pancasila
yang digaji ratusan juta setiap bulan
kau pun mungkin begitu
maka sebelum kau jadi pejabat
kuajak kau minum kopi tubruk
sambil saling menubrukkan hape
dan tentunya hapemu menang
sebab bukan buatan china.
kau dengar ada seorang guru honorer memakai sepatu bolong
dan kau posting lagi status:
hujan rintih-rintih.
ah
negara tetap baik-baik saja
sebagaimana junjunganmu
yang kaget karena baru tahu
jenderal soedirman meninggal karena tuberkulosis
kuajak kau minum kopi tubruk
agar kau mau menulis puisi
dengan bahasa china.

31 Januari 2019


Siapa Kalian?
Hindu mengajarkan, non-Hindu adalah Maitrah.
Budha mengajarkan, non-Budhis adalah Abrahmacariyavasa.
Kristiani mengajarkan, non-Kristen adalah Domba Yang Tersesat.
Islam mengajarkan, non-muslim adalah *Kafir.
Semua istilah itu diajarkan di dalam lingkaran pemeluknya masing-masing.
Bukan di luar lingkaran pemeluknya.
Sebab di luar pemeluknya terdapat negara.
Sementara negara terlalu kecil bagi agama.
Agama memiliki teritorinya sendiri yang tidak dimiliki negara.
Begitulah nusantara sejak dulu.
Semuanya berlangsung baik-baik saja berabad-abad.
Tapi, siapa kalian?
Meminta istilah kafir diganti?
Apakah surat Al Kafirun dalam Al Quran harus diedit?
Haruskah diganti menjadi surat Al Non Muslimun?
Sementara Pancasila tidak perlu lagi direvisi.
Bhinneka Tunggal Ika tidak perlu lagi dimodifikasi.
Apakah iman harus diamandemen?
Apakah sudah berarti final bagi kalian jika anak-cucu kami tidak lagi memeluk islam?
Kalau begitu bikin saja Taman Dilan.
Loloskan saja Undang-Undang LGBT di parlemen.
Karena istilah rakyat berasal dari istilah ra'iyyah dan istilah masyarakat berasal dari istilah musyarakah, apakah harus direvisi juga?
Siapa kalian?
Semuanya berlangsung baik-baik saja
sebelum kalian banyak tingkah
sebelum kyaimu berjoged di panggung sampai terjungkal.
Siapa kalian?
Membuat mundur bangsa ini jauh ke belakang?
Warga negara harusnya kalian dewasakan untuk menerima konsep iman yang beragam.
Toleransi pada perbedaan adalah syarat kewarganegaraan.
Agama tidak perlu diamandemen sebab dia didesain untuk mengelola perbedaan.
Merevisi iman itu sakit jiwa namanya.
Siapa kalian?
Kelucuan apalagi yang harus didustakan di zaman Jan Chuk Chen?

1 Maret 2019


Tidak Usah Baper
Beringsutlah sedikit saja dari gorong-gorong sejarah. Keluarlah sejenak dari habitat amfibi.
Tidak usah saling mendahului, berlompatan menginjak kepala kawan seiring. Jangan gaduh.
Ayo mari sini. Mari seruput kopi.
Kita saling menanyakan kabar.
Bagaimana kabar korban gempa Lombok?
Apakah bantuan rumah tahan gempa yang dijanjikan itu sudah bisa dihuni?
Bagaimana pula kabarnya uang sabun dua milyar?
Ambillah pulpen.Tekenlah segera sesuatu di atas kertas agar semua lahan konsesi besar diserahkan kepada negara. Bagikan segera kepada rakyat kecil. Tidak usah banyak retorika. Siapkan dasar hukumnya. Siapkan dana kompensasinya.
Beritahu anak buahmu. Tidak usah mereka mengatur volume adzan, ukuran hijab, dan cadar. Lain kali aturlah jangan sampai ratusan masjid harus dirobohkan karena pembangunan jalan tol. Aturlah taktik militer yang terbaik untuk menumpas teroris OPM di tanah Papua.
Tidak usah bertanya berapa jumlah masjid, gereja, pura, dan vihara.
Tidak usah menghapus perda syariah dan pelajaran agama di sekolah.
Tumpas saja narkoba, miras, LGBT, predator anak, dan koruptor.
Urus saja jutaan imigran bermata sipit yang setiap hari mendarat bergelombang-gelombang.
Jangan bikin malu. Mundurlah dari jabatanmu ketika mencalonkan diri. Serahkan pada wakilmu. Ada undang-undangnya.
Lain kali jangan bikin malu dengan menjadi penebar hoaks di televisi dan ditonton oleh ratusan juta rakyat.
Tidak usah baper. Ini hanya dialog ringan di sebuah warung kopi. Jangan digoreng. Nanti minyak panasnya terpercik ke muka kalian sendiri. Jangan gaduh. Ada bos di ujung sana yang bayar kopi.
Oh ya, aku hampir lupa. Kemarin di rumahku ada kiriman satu paket berisi mie instant dan amplop yang isinya cukuplah buat beli bakso dua mangkuk. Dari mana ya?

25 Februari 2019


Tulislah Puisi
Lalu di mana puisi kalian ketika data-data palsu dipresentasikan pemimpinmu di televisi
tanpa wajah malu?
Kalian lupa menulis puisi tentang itu.
Atau tulislah puisi tentang orang yang seolah memegang kunci surga
orang yang mengira junjungannya mirip Umar Bin Khattab
dan orang yang berkeras bahwa selain orang-orang dari organisasinya mengurus masjid maka salah semua.
Ketika kalian tidak menulis puisi tentang itu semua
maka tolong ajari aku alifbata dari nol.
Agar aku bisa mengeja
di haraqat mana saja
kalian harus berhenti
menulis puisi.
Lain kali sewalah tukang bakso banyak-banyak. Jangan lupa beri sewa tambahan penutup mulut
agar tidak ketahuan bakso itu sebenarnya tidak gratis.
Mintalah junjunganmu membuat dokumentasi video lagi mengaji.
Tinggal video mengaji yang belum dibuatnya. Yang lainnya sudah semua, cukur rambut, imam sholat, dan semuanya.
Tinggal satu yang belum, video mengaji. Jangan lupa, kalau junjunganmu belum bikin video mengaji
maka tulislah puisi tentang itu.
Tulislah puisi.
Aku berjanji akan membacanya
sambil memasang earphone di telinga.
Tulislah puisi tentang impor jagung yang katanya menurun,
kebakaran hutan yang katanya sudah tidak terjadi,
konflik agraria yang katanya sudah tidak terjadi, 191 ribu kilometer jalan desa katanya,
kereta api cepat yang butuh 200 tahun baru bisa lunas itupun butuh laba satu milyar perhari,
tentang tenaga kerja asing bermata sipit yang jumlahnya tidak bisa lagi kalian deteksi sudah berapa puluh juta masuk ke negerimu tercinta, tentang 31 juta data siluman,
tentang apalagi, kalian yang lebih tahu.
Tulislah puisi dan jangan meralatnya sebagaimana kebiasaan junjunganmu.
Bukankah kalian suka menulis puisi?

24 Februari 2019




Share this article :
Komentar

0 apresiator:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday