Latest Post

Novelis Saudi Melabrak Tabu

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 08 Juni 2010 | Juni 08, 2010

 
 
Di negeri tempat sinema dan teater dilarang dan kebanyakan bentuk ekspresi publik disensor, para novelis Arab Saudi menikmati popularitas baru dengan menabrak tabu lewat novel-novel yang berani.

Walaupun kebanyakan karya itu tetap dilarang beredar di toko-toko buku di kerajaan muslim ultra-konservatif itu, para pecinta buku membelinya dari negara Arab lain di tempat buku itu dijual bebas.

Salah satu novel itu, Dia Melempar Bunga Api karya Abdo Khal, tak terbendung saat maju merebut Hadiah Internasional untuk Fiksi Arab tahun ini pada Maret lalu. Ini penghargaan sastra dunia Arab yang setara dengan Booker Prize.

Karya itu mengangkat kesenjangan antara yang sangat kaya dan yang sangat papa di Saudi yang, menurut pendapat juri penghargaan itu, menjadi sebuah "novel satiris yang sangat memilukan". "Buku itu memberi pembaca sececap kenyataan yang mengerikan dari dunia istana yang berlebihan" dan "kisah kemarahan dari orang-orang yang diperbudak olehnya, yang terseret oleh janji glamornya," kata juri dalam pernyataan tertulisnya.

"Ada generasi novelis baru yang menggunakan bahasa yang baru, sederhana dan langsung, dalam membahas subjek-subjek yang tidak disadari di masa lalu, seperti hak-hak seorang perempuan untuk jatuh cinta atau bekerja," kata Badriya al-Bishr, perempuan penulis Saudi.
"Novel itu menjadi jalan keluar. Dia mengungkapkan apa yang orang tak berani katakan, dan menabrak tabu," kata Bishr.

Novel terbaru Bishr, Swing, mengisahkan tiga perempuan Saudi yang merayakan kebebasan di Eropa. "Mereka ingin meniru lelaki dengan menolak larangan-larangan atas seks dan alkohol, karena makin keras tekanan yang mereka terima, makin jauh menyimpang konsep kebebasan itu," kata Bishr tentang tokoh-tokoh dalam novelnya.

Seperti kebanyakan novel-novel yang berani di sana, buku-buku Bishr juga dilarang di Arab Saudi. Di negeri itu orang yang berpacaran akan diciduk oleh oleh polisi syariah. Alkohol dan gambar-gambar telanjang dan seks juga dilarang keras dalam segala bentuk. Tapi, beberapa buku bebas dari larangan selama pasar buku tahunan Riyadh.

Novelis-novelis tertentu dituduh oleh media telah sengaja melanggar larangan ini demi popularitas, tapi Bishr menilai bahwa dalam kenyataannya orang-orang sebenarnya jauh lebih berani ketimbang novel-novel itu.

Novel pertama yang mengangkat kehidupan rahasia para gadis-gadis Saudi ke rak-rak buku seluruh dunia Arab adalah Gadis-gadis dari Riyadh karya Rajaa Sanea pada 2005. Novel itu, berdasarkan serangkaian surat elektronik empat orang gadis, diterjemahkan ke bahasa Inggris pada 2007 dan kemudian ke bahasa Prancis.
 
Namun, sebelum generasi novelis baru ini sebenarnya banyak pengarang Saudi yang sudah terkenal. Yang paling terkenal adalah Abdelrahman Munif (1933-2004), yang novelnya, Kota-kota Garam menggambarkan bagaimana penemuan minyak bumi telah mengubah kehidupan para pengembara di Semenanjung Arab.

Tapi, para novelis baru ini tak malu-malu untuk membahas ketegangan religius dan sosial yang terjadi di masyarakat Saudi, terutama para perempuan yang dilarang menyetir mobil dan tak dapat berjalan ke mana-mana tanpa didampingi kerabat lelakinya.

Perempuan-perempuan yang Dibenci karya Samar al-Megren, misalnya, membahas pengalaman mengerikan seorang perempuan Saudi yang ditangkap polisi syariah karena dia berani bertemu kekasihnya di sebuah restoran.

Beberapa novel menunjukkan keberanian yang mengejutkan, seperti Cinta di Arab Saudi karya Ibrahim Badi. Ia secara jelas mengurai dengan rinci tokoh protagonis perempuan yang berhubungan badan dengan kekasihnya sambil mengenderai mobil di ibu kota, atau si pria menyamar dengan burqa untuk menyusup masuk ke kamar kekasihnya.

sumber: AFP

Seniman Palestina dan Israel Bertemu di Galeri Seni

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 06 Juni 2010 | Juni 06, 2010


Sebuah galeri seni telah menjadi tempat bertemu bagi para seniman Yahudi, Arab dan internasional. Galeri ini secara rutin memamerkan seni kontemporer, tidak hanya dari Israel, tapi juga dari wilayah Palestina dan seluruh dunia. Bulan ini, mereka menggelar Simposium Keramik Internasional dengan para pemahat dari Amerika Serikat, Turki, Azerbaijan dan Israel.

Para seniman terdorong untuk bertemu dan saling belajar tentang budaya, sejarah, kepedihan dan aspirasi orang lain.

Anak muda kita mengalami krisis identitas," kata Abu Shakra, penggagas galeri ini. "Kita perlu menghormati sejarah dan kenangan masa lalu. Kita perlu menciptakan ruang bagi orang untuk datang dan belajar."katanya.

Abu Shakra berpendapat bahwa sejak didirikannya negara Israel, "tidak ada hal penting yang dilakukan oleh penduduk Arab untuk melestarikan sejarah mereka." Itulah mengapa para pekerja dari galeri yang terletak di Umm el-Fahem, kota Arab terbesar kedua Israel, mengambil alih "tanggung jawab untuk membangun kembali, menghimpun, mempelajari, mengenang dan menyajikan semua yang sebelumnya rusak, yang berkaitan dengan budaya Arab dan Palestina."

Abu Shakra, penggagas galeri ini memberi contoh gamblang bagaimana perubahan ini terjadi. Pada Oktober 2000, 12 warga Arab Israel dan seorang lelaki dari Gaza dibunuh oleh aparat polisi dalam unjuk rasa di Umm el-Fahem karena menentang tindakan balasan Israel terhadap Intifada ("pemberontakan" Palestina) kedua. "Peristiwa itu menyebabkan krisis antara orang Arab dan Yahudi di sini, barang kali yang terburuk sejak didirikannya Israel," kata Abu Shakra. "Orang Yahudi tidak akan datang ke Umm el-Fahem lantaran rasa takut dan was-was."

Galeri seni ini segera menanggapi. Mereka memprakarsai sebuah pameran yang dinamai "In House". Dua puluh seniman muda Yahudi dan Arab menampilkan karya mereka di rumah-rumah warga di seantero kota. "Selama dua bulan, orang Yahudi yang datang ke pameran memasuki rumah-rumah orang Arab dan bertemu dengan keluarga-keluarga Arab. Ini membantu orang Yahudi dan Arab saling bertatap mata dan mengatasi ketakutan. Acara ini sangat sukses," kata Abu Shakra.

Selain itu, dengan menampilkan karya seni dari seniman Yahudi, Abu Shakra yakin galeri ini membantu meredam prasangka orang Arab terhadap orang Yahudi. "Pameran-pameran memberikan kesempatan luar biasa bagi para pengunjung Arab untuk berdialog dengan seniman Yahudi, bertatap muka dengan mereka dan bahkan terlibat dalam proyek bersama," katanya.

Yang juga menarik, meskipun banyak seniman Palestina menolak memajang karya seni mereka bersanding dengan para seniman Yahudi, sikap mereka sering berubah ketika sudah bertemu dengan orang-orang Yahudi yang mengunjungi pameran. Orang-orang Palestina bahkan menjual karya seni mereka ke orang-orang Yahudi itu.

Galeri ini juga mengadakan sejumlah kegiatan pendidikan dan budaya, kursus seni dan tari, dan perkemahan musim panas untuk anak-anak.

Kini para pekerja di Umm el Fahem berharap bisa membangun museum seni kontemporer Arab pertama di Israel. Ide ini didukung oleh Museum Tel Aviv dan Museum Israel di Yerusalem. Tanahnya telah disediakan dan tiga arsitek Israel telah ditugasi membuat desain proyek ini. 

sumber: CGNews

Dongeng Italia di Lembaran Grafis

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 04 Juni 2010 | Juni 04, 2010


Malam yang mistis. Bulan sabit kuning tergantung di langit cokelat tua kehitaman. Sinarnya tak cukup kuat untuk menerangi seluruh bangunan yang berjejer horizontal. Malam itu, garis-garis kuning senada hanya berjalan di tepi-tepi atap dan samping rumah, kubah, kerucut menara, dan jendela-jendela Colosseum Roma

Lalu mendadak suasana yang tampak tenang itu berubah mencekam. Sesosok bayangan rangka dinosaurus yang berjalan dengan dua kaki belakang melintas di wajah kota. Tubuhnya menjulang ke langit hingga kedua kaki depannya setinggi posisi bulan. 

Begitulah ekspresi seniman Italia, Enzo Cucchi, menggambarkan ibukota negaranya. Gambar grafis berjudul Roma buatan 1991 itu dicetak di atas kertas 136 x 261 sentimeter. Pada seri karya lain bertajuk La Lupa di Roma (Serigala Roma) I-III, Cucchi menampilkan kuburan dan tengkorak-tengkorak hewan dengan gaya agak abstrak.

Selain itu, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Jawa Barat, sepanjang 29 Mei-22 Juni mendatang memamerkan 25 seni grafis, di antaranya karya Francesco Clemente dan Julian Schnabel. Bertajuk The Doublefold Dream of Art: 2 RC Between the Artist and Artificer, pameran di Selasar itu khusus menampilkan sebagian karya seniman grafis dunia yang pernah menghidupkan semangat transavant-garde. 

Di Indonesia, aliran yang hampir mirip transavant-garde itu berkembang dengan istilah narasi tradisi. Misalnya, beberapa pelukis kontemporer mengambil seni dari Aceh. Bedanya, seniman
Indonesia tak pernah menyatakan sebagai avant-garde (garda depan), pihak yang mendahului masyarakat tentang pengertian karya seninya.

Dalam pameran hasil kerja sama dengan Kedutaan Besar Italia, Kamar Dagang Italia, serta Pusat Kebudayaan Italia itu, karya grafis yang terpajang merupakan salinan dari karya asli. Catatan dengan pensil yang hampir tak terlihat di pojok bawah seluruh gambar menunjukkan karya itu telah digandakan belasan hingga puluhan kali.


Hebatnya, pencetakan ulang 25 gambar grafis oleh perusahaan 2 RC milik Valter dan Eleonora Rossi di Roma, Italia, itu hasilnya sangat mirip aslinya. Untuk sedikit membuka rahasia tersebut, dua lempeng pelat cetakan ikut pula ditempelkan pada dinding Galeri B Selasar. Letaknya berdekatan dengan gambar berjudul Imagine Oscura karya Enzo Cucchi dan Friendship buatan Francesco Clemente.


Di Italia, penggandaan seni grafis oleh mesin cetak khusus itu merupakan hal yang lazim. Kemajuan teknologinya memungkinkan mesin dan para pembuatnya tak hanya akurat menyalin ulang pewarnaan dan garis, tapi juga motif terperinci gambar, seperti pada karya seri Julian Schnabel berjudul Pandora dan Flamingo. Lekuk embos, sobekan, serta lubang-lubang pada kertas karya pun bisa dibuat mudah.

(sumber: Kedubes Italia)

Anyaman

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 02 Juni 2010 | Juni 02, 2010


di antara anyaman 
lamunan 
sesederhana sajakku 
tidurmu pernah di atas tikar pandan.
sebersahaja meja makan 
lentik jari tanganmu menyuapi mulutku. 
 ingin pulang dan 
rebah tubuhku 
mencuci kakimu,
ibu,
aku dianyam ingatan
diayun rindu
sepanjang jalan. 

makassar,  2004


(sebuah sajak lawas buat ibu)

Batu Ketapel Penyair Palestina

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 01 Juni 2010 | Juni 01, 2010


Puisi-puisi yang ditulis untuk Palestina bisa diibaratkan sebagai batu-batu ketapel intifada. Penyair Palestina  bernama Izzuddin Al-Munashirah, menulis puisi, "Kau tahu kemana aku pergi jika malam tiba?

Tahukah kau kemana? Ke kedai kopi yang dari dinding-dindingnya kuteguk kesedihan. Akan tetapi kedai kopi itu dekat Ra'sul Husein. Aku berdoa untuk Husein as, semoga bergembira dengan nyanyian tangan-tangannya. Kami adalah para tetangga Husein."
Penyair Palestina lainnya, Mahmud Darwish, dalam puisinya, berbicara kepada tanah airnya, Palestina, ia mengatakan, "Ketika aku memandangmu, aku menyaksikan Karbala......"

Palestina, negeri tempat kiblat pertama umat Islam, tanah air suci agama-agama tauhid, kampung halaman bagi perjuangan, heroisme dan kesyahidan. Konspirasi penjajahan negeri ini telah dimulai sejak awal abad ke-19 Masehi, oleh Inggris dan Perancis yang berniat memecah belah imperium Utsmani. Saat itu kaum zionis tengah berusaha membangun pemerintahan di tanah Palestina dengan penduduk Yahudi. Di masa Perang Dunia I, berkat usaha kaum zionis, Balfour, Menlu Inggris saat itu, melalui sebuah deklarasi, menjanjikan penciptaan sebuah pemerintahan merdeka Yahudi di Palestina.

Syair adalah pembela pertama heroisme bangsa Palestina dan memberikan jiwa dan semangat juang yang tinggi di dada para pembela tanah air. Salah satu  syair  dari Palestina berikut ini dapat melukiskan  jiwa mereka.


*****
Engkau dukaku, dan kaulah sukaku
Engkau pelangiku dan kaulah luka di hatiku
Engkau pun kemerdekaanku dan engkau pun penjaraku
Engkaulah mitos

Engkau tanah, mereka menciptakan aku dengannya
Dengan semua lukamu, engkau milikku
Tiap lukamu adalah kebun
Engkau mentariku yang telah terbenam
Engkau malam, tapi terang, menyala.
Engkau kematianku dan engkau kehidupanku


Bagi para penyair yang terusir dari kampung halaman, cinta tanah air dapat ditemukan dalam kerinduan mereka untuk kembali ke negeri mereka. Dalam puisidi atas yang ditulis Mahmud Darwish, penyair Palestina mendendangkan lagu kerinduannya kepada kampung halaman. Mempelajari syair-syair yang selama 60 tahun lalu diciptakan berkenaan dengan berbagai peristiwa di negeri ini, menunjukkan telah ditemukannya obyek-obyek baru dalam kumpulan karya sastra di dunia. Empat obyek utama syair-syair ini ialah: para pengungsi Arab palestina; kerinduan pulang kampung; pengalaman pahit kegagalan susul menyusul karena pengkhianatan orang-orang tertentu dan beberapa pemerintahan di kawasan; serta masalah para pejuang yang siap berkorban dan syuhada.

Khaled Sulaiman, dalam buku "Palestina dan Syair Arab Kontemporer" menulis, "Pada umumnya para penyair Arab merefleksikan keyakinan umum bahwa kesengsaraan bangsa Palestina adalah dikarenakan ketidakpedulian para pemimpin Arab terhadap kondisi rakyat Palestina yang terusir. Mayoritas penyair dari Sudan, Lebanon, Tunis, Irak, dan para penyair Palestina sendiri, dalam syair-syair mereka, mengungkapkan kritik-kritik mereka kepada para pemimpin Arab.

Rakyat  Palestina semakin memperluas perhatian mereka kepada nilai-nilai Islam dan bahwa agama suci ini adalah agama pembebas. Dalam hal ini, menyusul kegagalan perundingan-perundingan damai antara Arab dan rezim zionis, di tahun 2000 kebangkitan atau intifada Masjid Al-Aqsha lahir, dan berlanjut dengan perjuangan dan jihad para pahlawan Palestina. Bahu-membahu dengan semua fenomena tersebut, dunia seni dan sastra juga menyambut dan ikut mendorong semangat juang dan heroisme. Untuk itu syair Palestina dewasa ini, adalah syair yang berbaur dengan semangat juang.

Perkembangan-perkembangan seperti ini dalam syair kontemporer para penyair Palestina, jelas merupakan lompatan besar yang membuktikan pemahaman dan pengagungan kebudayaan mati syahid, dan menandakan adanya perhatian yang lebih besar dari para penyair ini kepada ajaran-ajaran Islam. Batu-batu ketapel para penyair Palestina akan tetap melesat untuk kerinduan kampung halaman. Untuk sebuah kemerdekaan.

Festival Danau Sentani 365 Hari

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 31 Mei 2010 | Mei 31, 2010


Pesta budaya akbar Festival Danau Sentani (FDS) yang mengusung tema "Loving Culture For Our Future - Cinta Budaya Untuk Masa Depan kami" di Kawasan Wisata Kalkote, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua pada 19-23 Juni 2010 merupakan gerbang utama industri pariwisata selama 365 hari. 
  
Perhelatan akbar FDS 2010 merupakan pesta budaya tahunan untuk ketiga kalinya setelah mendulang sukses menggelar dua kali festival budaya pada tahun 2008 dan 2009 lalu.

FDS 2010 diharapkan dapat memperkuat jati diri masyarakat Papua, melestarikan nilai-nilai tradisi dan budaya orang asli Papua dan budaya Nusantara sekaligus pengembangan ekonomi kerakyatan tidak hanya berlangsung pada 19-23 Juni tetapi selama 365 hari atau satu tahun penuh.

Jauh hari sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Jayapura berupaya membangun dan menata kampung-kampung wisata guna menarik sebanyak mungkin wisatawan Nusantara (Wisnu) dan wisatawan mancanegara (Wisman) untuk datang ke kampung-kampung wisata secara terus-menerus tanpa henti. Wisatawan datang ke kampung wisata untuk menyaksikan dan menikmati panorama alam tanah Papua yang indah, melihat dengan mata-kepala sendiri berbagai tradisi dan budaya masyarakat setempat.

Dampak positif dari kedatangan wisatawan itu adalah masyarakat Papua semakin terbuka pada dunia luar, terjadi interaksi yang positif, saling belajar, saling memberi dan menerima. Lebih dari itu, roda perekonomian rakyat di kampung-kampung akan berputar semakin cepat menuju pencapaian kesejahteraan hidup bersama.

Wisatawan  yang datang ke kampung-kampung dapat membeli berbagai souvenir atau tanda mata untuk dibawa pulang berupa hasil kerajinan industri rumah tangga dan sebagainya.

Paket-paket FDS yang telah  disiapkan panitia yakni pagelaran, pameran, promosi investasi dan paket wisata. Untuk paket pagelaran akan ada atraksi dan lomba budaya khas Papua dan Nusantara secara kolosal, baik tarian, musik, lagu, permainan rakyat, acesories dan sebagainya.

Paket pameran berupa promosi, investasi dan perdagangan dengan tampilan stand dari berbagai subsektor ekonomi Kabupaten Jayapura dan tanah Papua.

Paket wisata yaitu tour menarik mengelilingi danau Sentani dan mengunjungi kampung-kampung wisata yang terletak di bibir Danau Sentani hingga mengunjungi kampung wisata Tablanusu yang panorama alamnya sangat indah. Masyarakat Kabupaten Jayapura terbuka bagi para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Masyarakat Jayapura menyambut gembira kedatangan para wisatawan selama 365 hari tanpa henti.  Ini juga sebagai pembuktian bahwa Papua aman dan nyaman untuk dikunjungi.

(sumber: panitia FDS 2010)
  

Patung Bali Tiada Bertepi

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 30 Mei 2010 | Mei 30, 2010


Seni patung kayu merupakan bentuk seni mengurangi (subtraction art form) yang tingkat kesulitannya berbeda dibandingkan dengan misalnya seni keramik yang berprinsip menambah (addition art form). Apalagi patung-patung kayu tradisional Bali yang cenderung tidak diwarnai, apabila ada penambalan atau perbaikan, akan sangat mencolok mata.

Seni patung kayu tradisional Bali pada dasarnya mengikuti bentuk alami kayunya itu sendiri. Maka bentuk akhir karya merupakan perpaduan kerja dari imajinasi senimannya ketika berhadapan dengan kayu itu dan ketekunannya memproses imajinasi itu menjadi bentuk nyata.

Pameran tunggal seniman patung tradisional Bali I Wayan Darlun kali ini merupakan kelanjutan pameran patung bersama, “In The Morning of the World” di Jakarta, bertepatan dengan acara Emerging Market Forum, September, 2006. Kala itu beberapa patung karya I Wayan Darlun menarik perhatian banyak khalayak. 

Kurangnya apresiasi kolektor masa kini maupun museum terhadap seni patung tradisional Bali membuat warisan tradisi ini tak lagi populer, karena mereka lebih tertarik pada perkembangan seni rupa kontemporer yang demikian melambung. Dampaknya, kini sedikit sekali pematung Bali yang tekun dan mau terus melestarikan seni patung tradisional Bali yang bermutu tinggi.

I Wayan Darlun seorang pematung unik. Ia beruntung mendapat kesempatan bekerja dan belajar dengan bimbingan maestro patung ayah-anak, Ida Bagus Njana dan Ida Bagus Tilem pada 1950-an. Kedua maestro tersebut dua di antara sedikit tokoh sentral seni patung tradisional Bali. Dalam kesederhanaan, Darlun melanjutkan spirit yang mereka wariskan.

Darlun berkarya seperti juga berlaku sembah bagi Sang Pencipta. Mungkin itu sebabnya setiap karya Darlun menjadi dialektika hidup antara dirinya dan sang kayu. Yang tercipta adalah komposisi sederhana nan elegan. Sebuah dialog yang tak berkesudahan.

Sosok setiap patungnya tak bersudut, tak putus-putus, seperti judul pameran yang diusulkan Profesor Dr. Wayan Windia, putra mendiang pematung Wayan Pendet, yakni Tan Matepi –makna dua kata bahasa Bali itu, Tiada Bertepi.

Pameran yang berlangsung hingga 18 Juli mendatang ini merupakan salah satu upaya agar kreativitas I Wayan Darlun, dan seniman patung Bali lainnya, terus mengalir tak berkesudahan.

(berbagai sumber)

Keroncong Masuk Kurikulum Pelajaran di Malaysia, Ada Apa Dengan Kita?

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 29 Mei 2010 | Mei 29, 2010


Ada apa dengan kita? Haruskah hanya Bondan Prakoso dan kawan-kawannya saja  yang punya nyali memodifikasi musik keroncong dalam lagu "Keroncong Protol"nya? Ternyata memang belum cukup jika hanya Nidji yang mewajibkan diri mereka untuk menyanyikan "Bengawan Solo" setiap menggelar konser. Di mana musisi yang lain? 

Musik keroncong yang merupakan budaya asli Indonesia ternyata tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Saat ini musik keroncong justru tengah berkembang pesat di Malaysia. Mereka juga mempromosikan musik keroncong melalui radio serta televisi kabel ke berbagai belahan dunia. Hal itu membuat banyak warga Eropa yang mengira musik keroncong berasal dari Malaysia..

Saat ini pelajaran musik keroncong telah menjadi kurikulum di berbagai sekolah di Malaysia. Ini bukti musik keroncong memang sangat dihargai di negara itu.

Meski demikian, perkembangan musik keroncong di Malaysia harus ditanggapi secara positif oleh warga Indonesia sebagai pemilik asli musik keroncong. Dalam hal ini, Indonesia hanya membutuhkan pengakuan jika musik keroncong merupakan budaya asli dari Indonesia. 

Untuk membutuhkan pengakuan, sepertinya kita memang selalu terlambat untuk sedikit 'berusaha.'

Tidak cukup jika hanya kesadaran seniman dan pemerintah untuk dapat mengembangkan musik keroncong di tanah air. 

Tidak cukup jika hanya berupa program musik keroncong di televisi dan radio. Tidak cukup dengan hanya artikel di blog ini, misalnya. Atau jangan-jangan kita memang tidak membutuhkan musik keroncong yang merupakan bagian penting sejarah musik tanah air? 

Dan Gesang? Siapa tahu kita memang sedang tak ingin mewarisi kecintaan beliau terhadap budaya bangsa ini.

Egrang dan Gasing

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 28 Mei 2010 | Mei 28, 2010



Selama hampir sepekan warga kota Makassar menikmati kemeriahan Festival Budaya Serumpun yang digelar di Makassar dan  berakhir Kamis  27 Mei di Monumen Mandala.

Perlombaan budaya tradisional yang diikuti berbagai kabupaten/kota , provinsi dan mancanegara itu menghadirkan aneka budaya dan permainan tradisional serta lomba.


Salah satunya lomba egrang yakni permainan dengan cara berjalan menggunakan tonggak kayu atau bambu dan berhasil dimenangkan Kabupaten Bone. Sedangkan Lampung hanya puas bisa di posisi kedua. Acara yang diikuti 23 kabupaten/kota dan tujuh negara itu juga menggelar lomba gasing.


Kali ini, Kalimantan Barat berhasil meraih juara I dalam lomba gasing. Itu setelah juri melihat dari berbagai kriteria. Yakni, penilaian gasing dilihat dari keindahan berputar, lamanya gasing berputar di atas arena, dan gasing tidak boleh keluar dari arena putaran. Permainan gasing dimenangkan peserta dari Kalbar dengan durasi
lima menit.

Ma'badong dan Pa'piong

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 27 Mei 2010 | Mei 27, 2010


Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia di Sulawesi Selatan mencanangkan wisata budaya dengan cara menyajikan pekan hiburan di hotel-hotel. Pengelola hotel diiminta menampilkan berbagai atraksi budaya lokal untuk memberi daya tarik tamu.

Seperti yang dilakukan Manajemen Hotel Sahid Jaya Makassar, yang menghadirkan tarian adat Sulawesi Selatan dari Toraja, yakni Ma'badong pada hari-hari tertentu. Suguhan seni budaya ini guna menghibur tamu maupun pengunjung Kafe Tanjung Bira Hotel Sahid.

Acara ini diberi tajuk Celebes Culture Night. Budaya lokal yang ditampilkan selama sepekan tak hanya tarian asal Toraja. Tarian adat daerah lain juga disuguhkan selama sepekan acara tersebut. Pada setiap hari Minggu,ditampilkan tarian khas Makassar.

Penari didatangkan dari sanggar di sekitar Makassar. Seperti tarian Toraja dibawakan oleh Sanggar Tari Sejati Makassar. Sambil menikmati tarian, pengunjung disajikan aneka masakan khas seperti sop ayam daun kedondong, ketam hitam, ayam pa'piong Toraja, dan gulai pakis mengkendek.

Pameran 1000 Karya Mahasiswa Seni ITB

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 26 Mei 2010 | Mei 26, 2010

 
Gedung Serba Guna Institut Teknologi Bandung, yang biasa dipakai untuk olah raga dalam ruang, berubah menjadi ruang pamer karya seni. Lampu-lampu sorot menyala di tiap panel. Hilir mudik ratusan orang sejak pagi membuat arena kian sesak dan panas.

Keramaian di saat seluruh mahasiswa ITB sedang libur itu bertambah dengan penampilan band-band yang berpentas menjelang sore. Di luar gedung dekat pintu masuk, kelompok Tellthem dan Astronautboys asyik memoles cat di papan sambil menempel gambar-gambar karikatur dan salinan foto di atas kertas.

Begitulah suasana pameran bertajuk "Sidik Jari".yang berlangsung 25-26 Mei itu. Pameran yang menampilkan seribu lebih karya dari 216 mahasiswa tahun pertama Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB angkatan 2009 itu memang bukan pameran biasa. Para dosen akan menilai karya dan kemudian merekomendasikan ke mana sang mahasiswa sebaiknya memilih jurusan.

Setiap panel mahasiswa terisi delapan karya seni rupa dua dan tiga dimensi yang memadukan unsur warna, garis, dan konsep. Bentuknya seni dua dimensi itu beragam, dari lukisan cat air, gambar perspektif, hingga sketsa. Adapun karya seni tiga dimensi yang muncul adalah instalasi, patung, dan keramik.

FSRD ITB saat ini membuka jurusan Desain Komunikasi Visual, Desain Produk, Desain Interior, Seni Kriya, dan Seni Rupa. Tapi, apa pun kelak jurusannya nanti, para calon seniman itu, seperti judul pamerannya, telah menorehkan sidik jarinya--sebuah penanda lahir unik yang membedakannya dari orang lain. 

(berbagai sumber)

Mappere' dan Massempe' Setelah Panen

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 24 Mei 2010 | Mei 24, 2010


Mappere' dan massempe' adalah dua tradisi tahunan yang selalu digelar di Desa Padaidi, Kecamatan Tellu Siatinge, Kabupaten Bone Sulsel. Seperti pemandangan pada Sabtu (22/5) lalu. Ratusan warga memadati lapangan terbuka mengadakan pesta rakyat untuk mensyukuri hasil panen raya.

Seorang perempuan muda diayun dengan ayunan raksasa setinggi belasan meter. Yang menarik tali ayunan adalah para pria dewasa. Hal ini dilakukan sebagai simbol bahwa kaum pria harus menuntun kaum wanita dalam menghadapi berbagai tantangan duniawi. Ritual ini pun cukup membuat jantung para warga yang menyaksikannya berdebar-debar, karena tingginya sang gadis diayun.

Tak hanya mappere', warga juga menggelar massempe atau tarung bebas dengan mengandalkan kekuatan tendangan kaki. Massempe' yang diperankan oleh pria dewasa ini adalah duel yang berusaha untuk menjatuhkan lawannya dengan memakai tendangan.

Mappere' dan massempe' diadakan setiap tahun habis panen dan ratusan warga dari kampung lain juga datang menonton. Sebagai penutup dari rangkaian prosesi adat ini, beberapa ekor kuda yang ditunggangi oleh pria dengan berpakaian adat, mengelilingi lapangan. Kuda-kuda ini sebagai simbol ternak yang  sangat membantu petani untuk mengangkut hasil panen.

Doaku Tidak Perlu Panjang, Sama Halnya Puisi Ini

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 23 Mei 2010 | Mei 23, 2010

                                  


  padahal 
saban 
tiba senyap
setiap hari 
aku 
telah 
mengibarkan 
bendera 
setengah 
tiang
sejak 
kakiku masih mungil
berlari
di tanah 
kita yang
rengkah
pengap

bulukumba, ahad 23 mei 2010

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday