Home » » Sastra dan Konstitusi

Sastra dan Konstitusi

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 15 April 2009 | April 15, 2009

Semua pencinta sastra harus sadar bahwa sastra di negeri ini "sangat mendapat tempat" yang layak dalam konstitusi. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI pasal 13 butir ke 1. “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.” 

Lebih fokus lagi silakan kita renungkan bersama bunyi pasal 26 butir ke 3, “Pendidikan nonformal meliputi pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesastraan, serta pendidikan lain yang di tunjukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.”
Jangan sampai ada ujaran pesimis bahwa jangan-jangan Sastra seperti bukan salah satu bagian dari dunia pendidikan. Padahal, kegemaran menulis dan membaca, sedini mungkin bisa ditanamkan melalui sastra. Untuk menjadikannya sebuah tradisi tentu dibutuhkan motivasi yang beruntun. Sastra, demikian juga bidang-bidang lainnya seperti hukum, pers, olahraga, lingkungan dan lain-lain, keberadaannya tak bisa dihindarkan untuk memberikan kontribusi kepada daerah (dalam konteks otonomi). Apalagi jika masing-masing saling berkonsentrasi di bidangnya, maka kontribusi itu akan mewujud lebih jelas dari apa yang sudah kita terima hari ini.
Banyak ragam cara yang bisa dilakukan para penggiat sastra untuk memupuk kegemaran menulis. Entah itu melalui workshop penulisan kreatif, diskusi karya atau menggelar lomba penulisan karya sastra. Ini semua tidak cukup hanya satu atau dua kali dilakukan. Jangan menganggap hanya dengan memasang spanduk di pinggir jalan yang berbunyi, “Bangsa yang pintar adalah bangsa yang masyarakatnya gemar menulis dan membaca” sudah menjadi alat yang ampuh untuk menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat yang tingkat tradisi lisannya masih beku. Arus budaya pop di negeri ini mungkin sudah terlalu menghanyutkan.
Sastra dan konstitusi di Indonesia ternyata telah bersekutu. Terpulang kepada para akademisi, pendidik, sastrawan dan semua yang ingin meletakkan negeri ini pada tatanan yang lebih edukatif, moralis dan tentunya tak salah jika ada sentuhan estetik. Kesastraan dalam konstitusi adalah benteng yang sangat kuat bagi para pencinta dan penggiat sastra.
Share this article :

1 komentar:

  1. ketika novel laskar pelangi karya Andrea Hirata dianggap novel terlaris yang dibaca oleh 2.000.000 pembaca tentu sangat memiriskan hati kita ..Hanya dua juta dan di angggap terlaris , berapa penduduk indonesia yang berkisar 200.000.000 . Menurutku Sastra dimulai dari membaca, orang yang senang membaca akan sangat menyukai sastra .Kepintaran tidak diukur dari titel yang kita miliki tapi dari sebuah realita pengetahuan dan kepedulian dari berbagai aspek dan membaca adalah kuncinya ..
    Sastra banyak memberi konstribusi positif bagi bangsa ini ..tapi sayang sekali kepedulian pemerintah dan pihak pihak terkait masih sangat minim..
    maju terus sastra indonesia ..!!!

    tks to this artikel ...!!

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday