
Namun, segerombolan seniman dan sastrawan Makassar, sepakat menggunakan arisan sebagai kata kerja yang berarti giliran. Jika arisan ibu-ibu punya jadwal waktu, misalnya berkumpul tiap pekan pertama awal bulan, di rumah yang naik undiannya di arisan sebelumnya, maka defenisi itu tak berlaku bagi komunitas ini. Para anggota arisan sastra inipun tidak tanggung-tanggung. Mereka adalah Ahyar Anwar, dosen Budaya dan Filsafat UNM, , Aktor Monolog Suprapto, Nur Alim Djalil, esais dan kolomnis, penyair Aslan Abidin, Luna Vidia, Anil Hukma, Muhary Wahyu Nurba yang bernama asli Muhammad HariyantoAan Mansyur, Hendra Gunawan, Alim Prasasti, Anis Kaba, dan masih banyak lagi.
Jika, arisan konvensional mengumpulkan uang, maka bisa ditebak Arisan Sastra ini hanya mengumpulkan ide, baca puisi dan semacamnya. Arisan Sastra ala sastrawan Makassar ini semoga saja tidak menjadikan sastra dan sastrawan Makassar justru makin terpojok ke arah alienasi. Sebaliknya masih ada harapan semoga mereka tidak membangun menara gading yang baru. Siapapun pasti enggan berada di puncak menara gading sendirian sementara sekelilingnya tak mampu menangkap atau menikmati keberadaannya akibat tempatnya terlalu tinggi dan mewah.