Masyarakat Etnik Makassar sejak berabad-abad lalu mengenal berbagai sastra lisan baik yang berbentuk prosa maupun puisi. Sastra lisan yang dalam bentuk prosa maupun puisi dituturkan dengan jalan dinyanyikan atau disenandungkan dengan diiringi oleh berbagai macam instrumen/ bunyi-bunyian dan alat musik.

Royong adalah adalah sastra lisan dalam ritus upacara adat Makassar. Tradisi lisan ini biasanya dipentaskan pada upacara adat perkawinan, sunatan, khitanan, upacara akil balik dengan memakaikan baju adat/ baju bodo kepada anak gadis (nipasori baju), dan juga pada upacara ritual kelahiran (aqtompoloq) dan upacara penyembuhan penyakit cacar (tukkusiang).
Sastra lisan Royong dewasa ini mengalami masa menghampiri kepunahan. Selain ia kehilangan tradisinya lantaran para bangsawan kerajaan Gowa tidak lagi melaksanakan upacara-upara daur hidup secara tradisional akan tetapi melaksanakannya dengan sederhana, dan mengikuti ajaran syariat Islam yang tidak lagi membutuhkan kehadiran royong sebagai media permohonan doa, sehingga secara perlahan-lahan sastra Royong sangat jarang dituturkan lagi. Juga pendukung/pelaku royong sudah lanjut usia. Rata-rata usia paroyong sekarang ini di atas 70 tahun dan hanya mewariskan kepada beberapa orang generasi muda. Hal inilah menggugah perhatian kami untuk melakukan penelitian/perekaman agar sastra lisan ini dapat dipertahankan keberlanjutannya dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan masyarakatnya dewasa ini
Selain sastra Royong, manusia Makassar sejak zaman dahulu mengenal bahasa berirama semacam pantun, bukan hanya suku lain saja seperti
Niaka Anne Mammempo
Angerang kasi’ asikku’
Saba’ nia’na
Hajjakku lakkupabattu
(Saya datang menghadap
Membawa pengharapanku/rendah hatiku
Dikarenakan Adanya
Maksud ingin kusampaikan)
Kamase-mase kuerang
Toddongko rimangko kebo
Naki’ minasa
Nipaempoi kalabbirang
(Rendah hati kubawa
Kutaruh di mangkuk putih
Kami berharap
Didudukkan pada adat)
Orang Makassar di zaman dahulu khususnya orang tua rutin mendendangkan kelong atau pantun yang penuh pesan, pendidikan, petuah-petuah, tapi sekarang sudah tergerus oleh zaman.
keren pantunnya bang...ijin save ya
BalasHapusSilahkan bang.
BalasHapusKaraeng..oh karaeng..destarmu ombak berombak!
BalasHapussalam sobat
BalasHapussayang sekali, satra lisan royong menghadapi masa kepunahan.
Sore oom
BalasHapusselamat pagi mas, Indonesia memang kaya dengan budaya ya... kalau di jawa malah saya tidak tahu, tahunya keroncong atau campur sari
BalasHapusSemoga Sastra kita makin maju,,,
BalasHapusmakin klop dengan Sastra Makassar
BalasHapusjika dari keluarga bangsawan tidak membuat upacara itu lagi, royong bakal hilang ditelan bumi
BalasHapusmantaaaaaapp
BalasHapussip dah,,,perlu d pertahankan
BalasHapusmari perkenalkan kepada dunia milik kita bersama..agar tak ada lagi pengklaiman dari orang luar..
BalasHapussastra makassar harus di lestarikan agar terjaga keasliannya.
BalasHapussenang rasanya,,ternyata Sastra Makassar juga hebat.....
BalasHapus