Berkebun lagi seusai menemani hujan.
"Matahari bertumbuhan
di bawah jendela rumah kita,” katamu, kicau-kicau
setiap hari.
“Ya, semestinya selalu begitu,” ujarku, letup-letup
"Matahari bertumbuhan
di bawah jendela rumah kita,” katamu, kicau-kicau
setiap hari.
“Ya, semestinya selalu begitu,” ujarku, letup-letup
dari secangkir teh manis yang diletakkan hatimu setiap pagi.
Sementara itu barisan pohon-pohon gegas berpelukan. Serupa meminjam wajah dan tanganmu menyelinap lalu membangunkan aku tepat azan shubuh.
Serupa obrolan tentang sungai, dangau, prosa, musik, lukisan, buku, teater dan sungai lagi, prosa lagi.
"Kita serupa buah manggis dan pala," kataku, deru-deru.
Sementara itu barisan pohon-pohon gegas berpelukan. Serupa meminjam wajah dan tanganmu menyelinap lalu membangunkan aku tepat azan shubuh.
Serupa obrolan tentang sungai, dangau, prosa, musik, lukisan, buku, teater dan sungai lagi, prosa lagi.
"Kita serupa buah manggis dan pala," kataku, deru-deru.
Bulukumba, 2012
bagus puisinya :D
BalasHapusTerimakasih. Biasa saja kok.
BalasHapusMas, matahari memang bisa tumbuh yaa....? :D
BalasHapuspuitis sekali :)
BalasHapusmenarik sekali sob artikelnya
BalasHapusthanks infonya
BalasHapuslukisannya bagus, boleh aku save ya, buat DP bbm. hehehe
BalasHapusJasa SEO
Karya yg keren sob
BalasHapusMantap deh sobat,,, puitis sekali
BalasHapus