Home » » Lebaran Pernah Tak Berdaun Pandan

Lebaran Pernah Tak Berdaun Pandan

Posted By Alfian Nawawi on Selasa, 14 Juli 2020 | Juli 14, 2020

Jika lebaran adalah kepulangan yang meriah maka ia memang dirayakan penuh oleh segala partikel semesta. Banyak hati yang mewangi -karena libur lagi- dan sudah tentu musim makanan. Para penjahat pun boleh berlebaran. Hanya pada lebaran semua profesi dan tabiat harus terlibat. Saling bermaafan dan makan-makan.

Orang-orang jauh yang sebelumnya tidak pernah kelihatan akan datang dengan terencana. Bertangkupan dengan pekuburan adalah destinasi spiritual. Maka berziarah adalah perjalanan menenteng do’a-do’a. Lalu irisan-irisan kecil daun pandan bersama bebungaan pilihan menandai setiap makam. Itulah sebabnya sebagian besar manusia nusantara sangat menantikan lebaran. Tidak sekadar untuk jabat tangan.

Barangkali hanya pada lebaran kita memahami makna kangen yang kolektif. Padahal nominalnya cuma sekali sampai dua kali setahun. Pertemuan tahunan antara orang-orang yang masih hidup dan yang sudah berpulang itulah yang dihiasi daun pandan. Di meja makan ia membungkus ketupat. Di atas kuburan dianggap setara do’a.

Tumbuhan monokotil dari keluarga pandanaceae itu aromanya wangi. Ia komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia dan beberapa negara lain di Asia Tenggara.

Akarnya besar. Memiliki akar tunggang yang menopang tumbuhan ini bila telah cukup besar. Daunnya memanjang seperti daun palem dan tersusun apik.

Salah satu tradisi tertua itu adalah menebar bunga dan irisan daun pandan di atas kuburan. Dalam kitab Mughni Al-Muhtaj, dijelaskan oleh Syaikh Al-Khathib Asy-Syarbini bahwa disunnahkan menaruh pelepah kurma hijau atau masih basah di atas kuburan. Begitu juga tumbuh-tumbuhan yang berbau harum dan semacamnya yang masih basah. Tidak boleh siapapun mengambilnya dari atas kuburan sebelum masa keringnya.

Daun pandan di Asia Tenggara rupanya memenuhi syarat sebagai pengganti pelepah kurma. Kitab Mughni Al-Muhtaj menerangkan haditsnya. Tentang sekali waktu Rasulullah SAW mengambil pelepah kurma yang basah dan membelahnya menjadi dua bagian. Lalu menancapkan masing-masing satu belahan pada dua kuburan. Para sahabat bertanya: “Kenapa engkau lakukan itu wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: “Supaya dengan perantara pelepah kurma tersebut, kedua mayit itu diringankan dari siksa selama kedua belahan pelepah kurma itu belum kering.”

Pelepah kurma yang masih basah -sebagaimana tetumbuhan basah lainnya- sesungguhnya bertasbih kepada Allah. Inilah alasan Rasulullah memilih pelepah kurma yang masih basah, bukan yang kering.

Para ulama mengqiyaskan atau menganalogikan pelepah kurma dalam hadits tersebut dengan segala macam tumbuh-tumbuhan yang masih basah. Lalu kita pun tak asing pula dengan kebiasaan orang-orang tua dahulu menanam pohon kamboja di samping kuburan.

Aroma daun pandan akan menyerap bau tak sedap. Zat flavonoid dan saponin dalam daun pandan adalah benteng terkuat menahan gempuran bakteri penyebab pembusukan. Orang-orang jauh yang datang dengan rencana nyekar tidak akan merugi. Monokotil itu lestari di kampung. Meskipun tumbuh dekat selokan. Tinggal dipetik, dibersihkan, dan diiris kecil-kecil. Bagian daun yang agak kaku dibentuk menyerupai semacam cungkup. Lengkap dengan tiga corong kecil yang dilubangi.

Daun pandan selalu banyak bertumbuhan. Namun lebaran kali ini bagi banyak orang jauh adalah lebaran tanpa daun pandan. Mereka tidak akan datang sesuai rencana. Padahal PSBB sudah dilonggarkan. Atau jangan-jangan mereka belum juga menerima THR?

Pustaka RumPut, 24 Mei 2020


Tulisan ini pernah pula dimuat oleh kolom Kopi Panas Jalurdua.Com


Share this article :
Komentar

0 apresiator:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday