Latest Post

Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Hujan Lentik-lentik di Januari

Posted By Alfian Nawawi on Selasa, 01 Januari 2013 | Januari 01, 2013

Hujan lentik-lentik di Januari. Oii, aku 
menangkapinya di sini. Tanah gembur dan sepasang burung 
kecil tak sepi-sepi
menghuni
pepohonan, belukar dan angin yang berpelukan.
Senyummu riak-riak di telaga. Oii, aku dijatuhi 
cinta.

Bijawang, Bulukumba 1434 Hijriah


Puisi yang saya tulis di atas tentu saja sangat subjektif. Puisi di atas belum bisa mempresentasikan sepotong surga kecil di bawah ini. Secara obyektif, kita lihat puisi yang sesungguhnya dalam bentuk foto-foto.

Lokasi wisata masa depan di Bumi Parita Lopi. Bayangkan jika di sini dibangun villa, lesehan, restauran, waterboom 150 meter, telaga tempat memancing ikan, arung jeram dengan rute darat yang pendek dan jalur sungai yang panjang. Cocok juga dibangun Playing Fox. Pepohonan yang rindang dan berbagai species burung dan hewan lainnya. Dilengkapi dengan lansdscap persawahan. Jaraknya 7 kilometer dari kota Bulukumba, Sulawesi Selatan. Berada di pinggir jalan nasional. Sangat mudah diakses. Tinggal menunggu investor. BERMINAT? SILAHKAN HUBUNGI  PEMILIKNYA: ABDUL KHALIK, S.Ag HP 085242555667.







Selalu Ada Ternyata Yang Tak Sepagi Kita Tunggu

Posted By Alfian Nawawi on Minggu, 21 Oktober 2012 | Oktober 21, 2012

- buat  bi

menyanyikanmu atau menuliskanmu dalam bentuk huruf-huruf kecil,
bacalah: "tibalah waktunya kau menerjemahkanku."

seperti kelopak bunga, teh manis, pena dan kisah-kisah yang mencintaimu
 sebagai ribuan paragraf yang tanpa henti mengepung 
seperti itu, titik. tapi tetap menulis koma


pada deru - deru atau matahari yang telat menyambangi kamar berdua
selalu ada ternyata yang tak sepagi kita tunggu.

bulukumba, 20 oktober 2012.

Serupa

Posted By Alfian Nawawi on Kamis, 07 Juni 2012 | Juni 07, 2012


Berkebun lagi seusai menemani hujan.
"Matahari bertumbuhan
di bawah jendela rumah kita,” katamu, kicau-kicau
setiap hari.
“Ya, semestinya selalu begitu,” ujarku, letup-letup 
dari secangkir teh manis yang diletakkan hatimu setiap pagi.
Sementara itu barisan pohon-pohon gegas berpelukan. Serupa meminjam wajah dan tanganmu menyelinap lalu membangunkan aku tepat azan shubuh.
Serupa obrolan tentang sungai, dangau, prosa, musik, lukisan, buku, teater dan sungai lagi, prosa lagi.
"Kita serupa buah manggis dan pala," kataku, deru-deru.

Bulukumba, 2012

Prosa kecil ini diberi nama 'Hujan' di tengah Nopember

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 11 November 2011 | November 11, 2011

Prosa kecil ini diberi nama 'Hujan' di tengah Nopember. Sebenarnya tidak layak disebut prosa sebab hanya berupa tema tanpa figura berupa teks yang lazim. Tapi sepotong puisi yang pernah saya tulis di musim lalu masih tersisa dalam ingatan.  Mungkin ini akan melengkapinya kelak di musim berikutnya. Entah.

..dan mungkin akan kerap kali kita bacakan 
pada setiap ingatan tentang perhentian kereta
setiap kereta tentang riwayat lama.




Mohon doa restu dan kami harapkan kehadiran sahabat-sahabat blogger.


         Akan menikah:
Ivan Kavalera & Israwati Samad

Akad Nikah: Senin, 14 November 2011
Jalan Kopi No. L16 Tanete Kecamatan Bulukumpa.

Resepsi Pernikahan: Sabtu, 19 November 2011
Jalan Poros Bulukumba-Tanete, dekat Masjid Baburrahman,
Kelurahan Palampang, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulsel.

Namaku Hujan

Posted By admin on Rabu, 28 September 2011 | September 28, 2011

- buat is



namaku hujan.
aku ingin segera berkenalan dengan kemarau
lalu mencatat gejala.

setiap musim sama saja
jendela terbuka di pagi hari,
malam-malam bertukaran
dengan rindu yang pecah.
namaku  hujan.
tidak seperti menyusun rencana-rencana
aku jatuh dan mengalir saja
dan kelak juga ke matamu.


Is,
namamu sendiri siapa?


bulukumba, 29 september 2011.

Tanpa Tanda Titik Dua

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 17 Maret 2011 | Maret 17, 2011


seperti membangunkanmu 
dengan cinta yang tidak lagi lengkap
aku hanya ingin mencuri perihal-perihal dirimu
termasuk sejak awal tentang 
pekarangan tubuhmu yang 
bunga
yang belum sempat juga 
kau ceritakan:
tanpa tanda titik dua
semesta penjelasan cinta tak pernah berbeda:
  aku kini hanya merasa begitu lengkap dengan   bunga                  
di salah satu pekarangan hatimu.
       
         
 bulukumba, 17 maret 2011




Tumpahkan Sunyimu, Ri

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 23 Januari 2011 | Januari 23, 2011


-buat adikku, Riri

rindu jadi batu
lalu mewaktu
tumpahkan sunyimu, ri

rindu jadi waktu
lalu membatu
sunyikan cintamu, ri

bulukumba, ahad 23 januari 2011

Puisi Awal Tahun

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 03 Januari 2011 | Januari 03, 2011



tanpa tanda kutip
tanpa garis hubung
prakkk!!
desa dan kota:
meledak.
rasa dan kita:
pecah.
tanpa tanda kutip
dan garis hubung:
cinta dalam kurung

Bulukumba, Januari 2011

Pisau Sepi

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 15 September 2010 | September 15, 2010


sepi-sepi 
sesepi sepi seluka luka
sesepi luka seluka sepi 

sepisau sepi setajam cinta
sepisau cinta setajam luka

serindu sepi sesepi rindu
setajam sepiku sepimu

(pisau sepi
semestinya tak abadi)

bulukumba, rabu 6 syawal 1431 hijriah
 

Di Bawah Postingan Rasaku Yang Terbaru

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 07 September 2010 | September 07, 2010


-prosa kecil buat gadis "i"

Masih ingatkah kau tentang sebuah template cantik yang kita unggah ke dalam hati pada blogwalking panjang mimpi-mimpi yang enggan berhenti? Pada mulanya mungkin hanya sebuah akun blogspot yang biasa dengan security sistem yang tak begitu kokoh.

"Aku terlalu bingung dengan kode-kode html dan javascript dalam kolom waktu yang telah diberikan Tuhan, sayang!" katamu dari balik widget-widget yang kau tanam sendiri di pekarangan tubuhmu. Aah, hanya sebuah header yang masih memerlukan sedikit sentuhan photoshop di sela-sela perjalanan panjang ini, pikirku.

"Bagaimana dengan SEO? Link-link mana saja yang mudah membuatmu terindeks di hari depan? Lantas bagaimana cinta ini dengan PageRank yang seadanya?" katamu lagi. Tapi lagi-lagi sengaja kau meninggalkan komentar tanpa URL di bawah postingan rasaku yang terbaru.

Berikan saja kepada browser yang telah kita sepakati untuk memulainya pada awal dahulu. Ataukah kepada dekstop yang kusam? Mungkin. Tapi maaf, aku terlanjur menyayangimu. Terlanjur mengabarkan rasaku melalui social bookmark itu. Entah mengapa.



Bulukumba, 28 Ramadhan 1431 Hijriah.


Jalan Menuju-Mu Adalah Ketika Aku Sesekali Sengaja Mampir Istirahat dan Bahkan Sengaja Berlama-lama Tidak Memasuki Rumah-Mu

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 03 September 2010 | September 03, 2010


ah. cinta yang sedikit dan merasa berhasil memenuhinya adalah ketika aku telah mengaku berhasil menemuimu dalam ukuran hitungan semesta. 


padahal belum menjadi takbir, tasbih dan tahmid para malaikat langit pertama hingga langit ketujuh.


jalan menujumu adalah ketika aku sesekali sengaja mampir istirahat dan bahkan sengaja berlama-lama tidak memasuki rumah-mu.


cinta yang sedikit dan hanya menghapalkan kalimat-kalimat.




surau kecil di kaki bukit, 24 ramadhan 1431 hijriah 

Mengikat Dua Potong Sajak Untuk Kuhadiahkan Kepadamu Sebelum Lebaran

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 31 Agustus 2010 | Agustus 31, 2010


mungkin tidak akan menjadi apapun. tapi sebenarnya aku tuliskan saja dengan berani. termasuk mengikat dua potong sajak untuk kuhadiahkan kepadamu sebelum lebaran.

tahun ini menyimpan terlalu banyak mimpi di atas bantal. separuhnya kita bawa keluar melalui jendela kamar tempat kita kemarin bercakap-cakap dengan hujan. lalu mungkin tidak akan menjadi apapun.

masih kau panggil aku dengan sebutan hujan di beranda tempat kita memotret matahari. tapi sudahlah, aku terlanjur menulis dua potong sajak untukmu sebelum badai.

bulukumba, 21 ramadhan 1431 hijriah 


Surau Kecil Di Kaki Bukit

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 21 Agustus 2010 | Agustus 21, 2010


adalah ilalang dan pematang. adalah jemuran padi dan matahari. adalah kita yang menjemur kerinduan di atap-atap rumbia dan di bawah pelepah. sebagaimana azan dan iqamah di waktu kanak-kanak. adalah kita yang berlarian kecil mengisi saf paling depan.

tapi kini tak kukenali letak pancuranmu yang dulu tempat membasuh wajah mungil kita dengan air wudhu. mungkin tak ada yang benar-benar hilang. jutaan akun baru di internet itu yang mengganggu kepulangan kita sesekali ke waktu kanak-kanak.

bulukumba, 11 ramadhan 1431 hijriah

Cinta Yang Biasa dan Dikunyah Melalui Doa Doa

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 20 Agustus 2010 | Agustus 20, 2010



menemuimu dari beberapa penjuru yang biasa. terasa hanya masih cinta yang biasa dan tak tahu diri mengunyah begitu banyak keinginan melalui doa-doa. 

padahal angin dan gunung-gunung pun telah ruku' abadi kepadamu tanpa pamrih surga entah sejak berapa kapan yang silam.

bulukumba, 10 ramadhan 1431 hijriah


Tuhan Di Tenggorokan

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 13 Agustus 2010 | Agustus 13, 2010


Para jamaah mencari Tuhan. Tapi Tuhan tidak mereka temukan di atas sajadah. Tuhan tidak mereka jumpai di kotak celengan mesjid.

Ternyata Tuhan berada di waktu dini hari. Pada terik siang dan tenggorokan kering. Tuhan berada di perut yang lapar. Tuhan berada di telapak tangan yang memberi makanan berbuka puasa kepada sesamanya.

Tuhan, ramadhankan kami.

Sekelompok Angin Membunuh Sebaris Puisi Dalam Tidurku

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 10 Agustus 2010 | Agustus 10, 2010


Sekelompok angin membunuh sebaris puisi dalam tidurku malam ini. Apakah hujan masih berpihak? Waktu berdetak. Kalimat-kalimat cinta berteriak.

"Maa,..." seorang anak kecil membangunkan malam dan ibunya.

Sebentar lagi sahur. Sebentar lagi lapar. Dengan cinta ternyata Tuhan tidak berteriak.

Perempuan Bertubuh Puisi

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 15 Juli 2010 | Juli 15, 2010


perempuan bertubuh puisi. kembali melewati rumahmu tanpa rindu yang dahulu. potret potret ilalang kali ini cukup dititipkan oleh sungai sungai perasaan
tanpa arus keinginan yang dahulu. kembali menatap jendela kamarmu. 
perempuan bertelapak matahari, pertemuan pertemuan  itu ternyata masih menjadikan kita puisi
tanpa kata tentang  rasa yang biasa.

makassar, 15 juli 2007

 

Seharusnya Sedang Tidak Ingin Menulis Puisi

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 06 Juli 2010 | Juli 06, 2010


seperti bendera-bendera hati yang dikibarkan
menuju pulang ke rumah
ingatkan saja kepada pagi
tentang kecambah-kecambah ide yang telah kita tanam
di dasar lembah
maka seharusnya
sedang tidak ingin menulis puisi

seperti rebana-rebana sunyi sepanjang jalan
seharusnya. maka
telanjang saja kita di sini
dibiarkan angin
lantas hujan membacanya.

lembah di sidrap, 7 juli 2010

(Masih permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada para sahabat blogger. Saya belum bisa berkunjung balik ke rumah sahabat semua disebabkan saya sementara ini hanya bisa update di warnet-warnet sepanjang jalan. Saya masih dalam perjalanan 'jurnalisme khusus' di beberapa daerah di Sulsel jadi ruang dan waktu yang sempit belum bisa memungkinkan untuk blogwalking.)

Sepanjang Jalan

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 29 Juni 2010 | Juni 29, 2010


mungkin bukan termasuk merindukan
hanya sebuah perjalanan yang tidak terduga. kebetulan wajahmu di sepanjang jalan
mungkin juga bukan termasuk  pelarian. hanya sekedar melewati musim hujan
dan bulan
yang mengapung di atas kota-kota

bukan merindukan hujan
hanya unggun
yang dinyalakan
kebetulan dari sudut luka.

bone, 29 juni 2010

Anyaman

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 02 Juni 2010 | Juni 02, 2010


di antara anyaman 
lamunan 
sesederhana sajakku 
tidurmu pernah di atas tikar pandan.
sebersahaja meja makan 
lentik jari tanganmu menyuapi mulutku. 
 ingin pulang dan 
rebah tubuhku 
mencuci kakimu,
ibu,
aku dianyam ingatan
diayun rindu
sepanjang jalan. 

makassar,  2004


(sebuah sajak lawas buat ibu)

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday