Latest Post

Kahlil Gibran, Pujangga Motivator Terbesar

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 20 Juli 2009 | Juli 20, 2009


Pada satu kesempatan ketika masih duduk di bangku SMP, penulis melakukan survei kecil. Penulis menemukan kenyataan di antara sepuluh orang teman, 5 orang di antaranya memiliki dua buah buku karya Kahlil Gibran di kamarnya. Sebuah awal rasa penasaran besar saat itu. Seperti apakah karya Khalil Gibran? Ternyata karyanya digilai bukan hanya karena kualitas puitika atau romantismenya tapi lebih kepada motivasi-motivasi khas dan unik yang dikandung dalam setiap karyanya.
Kahlil Gibran yang namanya juga dieja Khalil Gibran adalah seorang seniman, penyair, dan penulis Lebanon Amerika. Ia lahir di Lebanon 6 Januari 1883 – 10 April 1931 dan menghabiskan sebagian besar masa produktifnya di Amerika Serikat. Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. 


Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Beirut, di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat.
Adiknya, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat menerbitkan karya-karyanya. Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.

Sebelum tahun 1912 bukunya "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan.
Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Suriah yang tinggal di Amerika.

Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.

Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems". Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang Nabi" pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.

Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan asosiasi ini untuk merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.

Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".

Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hepatis dan tuberkulosis, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village. Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di biara Mar Sarkis. Kahlil mewariskan karya-karya besarnya kepada dunia, sampai hari ini. Segelintir di antaranya seperti di bawah ini:


LAGU OMBAK


Pantai yang perkasa adalah kekasihku, Dan aku adalah kekasihnya,
Akhirnya kami dipertautkan oleh cinta,
Namun kemudian Bulan menjarakkan aku darinya.
Kupergi padanya dengan cepatLalu berpisah dengan berat hati.
Membisikkan selamat tinggal berulang kali.
Aku segera bergerak diam-diamDari balik kebiruan cakerawala
Untuk mengayunkan sinar keperakan buihku
Ke pangkuan keemasan pasirnya
Dan kami berpadu dalam adunan terindah.
Aku lepaskan kehausannya
Dan nafasku memenuhi segenap relung hatinya
Dia melembutkankan suaraku dan mereda gelora di dada.
Kala fajar tiba, kuucapkan prinsip cintadi telinganya, dan dia memelukku penuh damba
Di terik siang kunyanyikan dia lagu harapan
Diiringi kucupan-kucupan kasih sayang
Gerakku pantas diwarnai kebimbangan
Sedangkan dia tetap sabar dan tenang.
Dadanya yang bidang meneduhkan kegelisahan
Kala air pasang kami saling memeluk
Kala surut aku berlutut menjamah kakinya
Memanjatkan doaSeribu sayang, aku selalu berjaga sendiri
Menyusut kekuatanku.
Tetapi aku pemuja cinta,
Dan kebenaran cinta itu sendiri perkasa,
Mungkin kelelahan akan menimpaku,
Namun tiada aku bakal binasa.


SETETES AIRMATA DAN SEULAS SENYUMAN


Takkan kutukar dukacita hatiku demi kebahagiaan khalayak.
Dan, takkan kutumpahkan air mata kesedihan yang mengalir dari tiap bahagian diriku berubah menjadi gelak tawa.
Kuingin diriku tetaplah setitis air mata dan seulas senyuman.
Setitis airmata yang menyucikan hatiku dan memberiku pemahaman rahsia kehidupan dan hal ehwal yang tersembunyi.
Seulas senyuman menarikku dekat kepada putera kesayanganku dan menjelma sebuah lambang pemujaan kepada tuhan.
Setitis airmata meyatukanku dengan mereka yang patah hati;
Seulas senyum menjadi sebuah tanda kebahagiaanku dalam kewujudan.
Aku merasa lebih baik jika aku mati dalam hasrat dan kerinduan berbanding jika aku hidup menjemukan dan putus asa.
Aku bersedia kelaparan demi cinta dan keindahan yang ada di dasar jiwaku setelah kusaksikan mereka yang dimanjakan amat menyusahkan orang.
Telah kudengar keluhan mereka dalam hasrat kerinduan dan itu lebih manis daripada melodi yang termanis.
Ketika malam tiba bunga menguncupkan kelopak dan tidur, memeluk kerinduannya.
tatkala pagi menghampiri, ia membuka bibirnya demi menyambut ciuman matahari.
Kehidupan sekuntum bunga sama dengan kerinduan dan pengabulan.
Setitis airmata dan seulas senyuman.
Air laut menjadi wap dan naik menjelma menjadi segumpal mega.
Awan terapung di atas pergunungan dan lembah ngarai hingga berjumpa angin sepoi bahasa, jatuh bercucuran ke padang-padang lalu bergabung bersama aliran sungai dan kembali ke laut, rumahnya.Kehidupan awan-gemawan itu adalah sesuatu perpisahan dan pertemuan.
Bagai setitis airmata seulas senyuman.
Dan, kemudian jiwa jadi terpisahkan dari jiwa yang lebih besar, bergerak di dunia zat melintas bagai segumpal mega diatas pergunungan dukacita dan dataran kebahagiaan.
Menuju samudera cinta dan keindahan - kepada Tuhan.


7 ALASAN MENCELA DIRI


Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku,pertama kali ketika aku melihatnya lemah,padahal seharusnya ia bisa kuat.
Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongketdihadapan orang yang lumpuh
Ketiga kali ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan mudahia memilih yang mudahKeempat kalinya,
ketika ia melakukan kesalahan dan cuba menghibur diridengan mengatakan bahawa semua orang juga melakukan kesalahanKelima kali,
ia menghindar kerana takut,
lalu mengatakannya sebagai sabarKeenam kali,
ketika ia mengejek kepada seraut wajah burukpadahal ia tahu,
bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia pakaiDan ketujuh,
ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai suatu yang bermanfaat


INDAHNYA KEMATIAN

Panggilan
Biarkan aku terbaring dalam lelapku,
kerana jiwa ini telah dirasuki cinta,
dan biarkan daku istirahat,
kerana batin ini memiliki segala kekayaan malam dan siang.
Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di sekeliling ranjang ini,
dan taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki-kaki ini dengan wangian,
dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi ini.
Biarku istirahat di ranjang ini,
kerana kedua bola mata ini telah teramat lelahnya;
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwaku;
Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkapkan tabir lara hatiku.
Nyanyikanlah masa-masa lalu seperti engkau memandang fajar harapan dalam mataku,
kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas tempat hatiku berbaring.
Hapuslah air matamu, saudaraku,
dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-bunga menyemai jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.
Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara ranjangku dengan jarak infiniti;
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku.
Ciumlah mataku dengan seulas senyummu.
Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku dengan kelembutan jemari merah jambu mereka;
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan memberkatiku;
Biarkanlah perawan-perawan mendekati dan melihat bayangan Tuhan dalam mataku,
dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku....

BAGI SAHABATKU YANG TERTINDAS


Wahai engkau yang dilahirkan di atas ranjang kesengsaraan,
diberi makan pada dada penurunan nilai,
yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani,
engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum air keruhmu bercampur dengan airmata yang getir.
Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh lelaki yang meninggalkan isterinya,
anak-anaknya yang masih kecil,
sahabat-sahabatnya,
dan memasuki gelanggang kematian demi kepentingan cita-cita, yang mereka sebut 'keperluan'.
Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung halamannya, tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya,
yang hanya berhasrat untuk hidup di atas sampah masyarakat dan dari tinggalan atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.
Wahai tawanan yang dilemparkan ke dalam kegelapan kerana kejahatan kecil yang dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas kejahatan dengan kejahatan,
dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin mempertahankan hak melalui cara-cara yang keliru.
Dan engkau, Wahai wanita yang malang,
yang kepadanya Tuhan menganugerahkan kecantikan.
Masa muda yang tidak setia memandangnya dan mengekorimu,
memperdayakan engkau,
menanggung kemiskinanmu dengan emas.
Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu. Kau serupa mangsa yang gementar dalam cakar-cakar penurunan nilai dan keadaan yang menyedihkan.
Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati,
para martir bagi hukum buatan manusia.
Kau bersedih, dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban yang hebat,
dari ketidakadilan sang hakim, dari licik si kaya,
dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya Jangan putus asa,
kerana di sebalik ketidakadilan dunia ini,
di balik persoalan, di balik awan gemawan,
di balik bumi, di balik semua hal ada suatu kekuatan yang tak lain adalah seluruh kadilan, segenap kelembutan, semua kesopanan, segenap cinta kasih.
Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan.
Segera angin yang lembut akan bertiup dan membawa bijianmu memasuki cahaya matahari tempat mereka yang akan menjalani suatu kehidupan indah.Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah kerana berat dan bersama salju musim dingin. Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu dengan dedaunan hijau dan berair banyak.Kebenaran akan mengoyak tabir airmata yang menyembunyikan senyumanmu. Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu dan kuanggap hina para penindasmu.

TANYA SANG ANAK
Konon pada suatu desa terpencil
Terdapat sebuah keluarga
Terdiri dari sang ayah dan ibuSerta seorang anak gadis muda dan naif!
Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!Ibu!
Mengapa aku dilahirkan wanita?Sang ibu menjawab,
"Kerana ibu lebih kuat dari ayah!
"Sang anak terdiam dan berkata,"Kenapa jadi begitu?
"Sang anak pun bertanya kepada sang ayah
!Ayah!
Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?
Ayah pun menjawab,"Kerana ibumu seorang wanita!!!
Sang anak kembali terdiam.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Ayah!
Apakah aku lebih kuat dari ayah?
Dan sang ayah pun kembali menjawab," Iya,
kau adalah yang terkuat!"
Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.
Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.
Ayah!
Apakah aku lebih kuat dari ibu?
Ayah kembali menjawab,"Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!
""Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?
" Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan.
Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan.
"Kerana engkau adalah buah dari cintanya!
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam.
Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!
Dan kau adalah segalanya buat kami.
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.
Tawamu adalah tawa kami.
Tangismu adalah air mata kami.
Dan cintamu adalah cinta kami.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Apa itu Cinta, Ayah?
Apa itu cinta, Ibu?
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!
Dan mereka pun menjawab,"Kau, kau adalah cinta kami sayang.."

KISAHKU
Dengarkan kisahku... .
Dengarkan,
tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku:
kerana belas kasihan menyebabkan kelemahan, padahal aku masih tegar dalam penderitaanku..
Jika kita mencintai,
cinta kita bukan dari diri kita, juga bukan untuk diri kita.
Jika kita bergembira,
kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tapi dalam Hidup itu sendiri.
Jika kita menderita,
kesakitan kita tidak terletak pada luka kita, tapi dalam hati nurani alam.
Jangan kau anggap bahawa cinta itu datang kerana pergaulan yang lama atau rayuan yang terus menerus.
Cinta adalah tunas pesona jiwa,
dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat,
ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan dari generasi ke generasi.
Wanita yang menghiasi tingkah lakunya dengan keindahan jiwa dan raga adalah sebuah kebenaran,
yang terbuka namun rahsia;
ia hanya dapat difahami melalui cinta,
hanya dapat disentuh dengan kebaikan;
dan ketika kita mencuba untuk menggambarkannya ia menghilang bagai segumpal wap.

SYUKUR
Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran terpahat di bibir senyuman


IBU


Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir - bibir manusia.
Dan "Ibuku" merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.
Ibu adalah segalanya.
Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta,
kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi.
Siapa pun yang kehilangan ibunya,
ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasamerestui dan memberkatinya.
Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu.
Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.
Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan.
Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya.
Pepohonandan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.Penuh cinta dan kedamaian.

WAKTU


Dan seorang pakar astronomi berkata,
"Guru, bagaimanakah perihal Waktu?
"Dan dia menjawab:
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.
Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.
Suatu ketika kau ingin membuat anak sungai, di mana atas tebingnya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.
Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesedaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahawa semalam hanyalah kenangan utk hari ini dan esok adalah harapan dan impian utk hari ini.
Dan yang menyanyi dan merenung dari dalam jiwa, sentiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.
Siapa di antara kalian yang tidak merasa bahawa daya mencintainya tiada batasnya?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahawa cinta sejati, walau tiada batas, terkandang di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari fikiran cinta ke fikiran cinta, pun bukan dari tindakan cinta ke tindakan cinta yang lain?
Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbahagi dan tiada kenal ruang?
Tapi jika di dalam fikiranmu baru mengukur waktu ke dalam musim,
biarkanlah tiap musim merangkumi semua musim yang lain,
Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan.

SEMALAM
Semalam aku sendirian di dunia ini,
kekasih; dan kesendirianku...
sebengis kematian...
Semalam diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara...,
Di dalam fikiran malam.
Hari ini...
aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari.
Dan, ia berlangsung dalam seminit dari sang waktu yang melahirkan sekilas pandang,
sepatah kata, sebuah desakan dan... sekucup ciuman


KATA SELEMBAR KERTAS SEPUTIH SALJU


Kata selembar kertas seputih salju,"Aku tercipta secara murni, kerana itu aku akan tetap murni selamanya. Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi abu putih daripada menderita kerana tersentuh kegelapan atau didekati oleh sesuatu yang kotor." Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa dalam hatinya yang hitam, tapi tak berani mendekatinya. Pensil-pensil beraneka warna pun mendengarnya, dan mereka pun tak pernah mendekatinya. Dan selembar kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni selamanya -suci dan murni- dan kosong.
Setiap kali mengembara dalam setiap relung makna dan kata dari karya-karya Kahlil Gibran adalah seolah kita menghidupkan kembali optimisme walau kenyataannya tidak demikian. Diakui atau tidak, Kahlil Gibran masih merupakan seorang motivator terbesar di dunia, khusus dari dunia sastra.
*dari berbagai sumber

D Zawawi Imron, Carok Sastra dari Madura


Mungkin dialah satu-satunya penyair yang tidak tamat Sekolah Rakyat namun memiliki kekuatan puitika yang jarang tandingannya. Penyair yang juga muballigh ini dilahirkan dengan nama D Zawawi Imron di Batang-batang, Sumenep, Madura, 1945, (uniknya, tidak pernah diketahui tanggal dan bulannya).

Dia adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang juga berhasil menginvasi dominasi sastra di ibukota. Dia memenangkan hadiah utama penulisan puisi ANTV (1995). Sejak kecil hingga menjadi kakek, Zawawi lebih suka bermukim di desa kelahirannya. Tempat di mana dia dapat menghirup udara segar inspirasi sepuas-puasnya.


Zawawi pernah tampil dalam acara kesenian Winter Nachten di Belanda (2002). Beberapa karya besarnya di jagad sastra tanah air seperti: Semerbak Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978), Celurit Emas (1980), Bulan Tertusuk Ilalang (1982; yang mengilhami film Garin Nugroho berjudul sama) Nenek Moyangku Airmata (1985; mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K, 1985), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), dan Madura Akulah Darahmu (1999).

Nama Zawawi semakin membubung tinggi ke kancah nasional semenjak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki Jakarta (1982). Di tahun itu terbit kumpulan sajaknya “Bulan Tertusuk Lalang”, dan “Nenek Moyangku Airmata” dapat hadiah Yayasan Buku Utama. “Celurit Emas” dan “Nenek Moyangku Airmata” (1990) terpilih sebagai buku terbaik Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Zawawi pernah menjadi Pembicara dalam Seminar Majlis Bahasa Brunai Indonesia Malaysia (MABBIM) dan Majlis Asia Tenggara (MASTERA) Brunai Darussalam (Maret 2002).

Tipikal penyair "alam" yang ditempa kekuatan puitika pedesaan dan pergaulan dengan rakyat biasa telah melahirkan Zawawi yang khas dan memang sudah sepantasnya diperhitungkan dalam jagad sastra nasional. Baca saja beberapa sajaknya yang menggali kesederhanaan sekaligus kedalaman perenungan.

IBU
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunpun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu, ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sarisari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang meyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu


SAJAK GAMANG
dibiarkannya orang-orang merangkak
selarat kerbau menarik bajak
dibiarkannya cacing yang tak punya kuasa
kalau anak-anak menyanyi tentang daun-daun hijau
bagus, karena bapaknya parau bagai harimau
musik dan gamelan kadang bikin gamang
sungai dan hutan jangan diurus kancil atau siamang

DOA I
bila kau tampakkan secercah cahaya di senyap malam
rusuh dan gemuruh mengharu biru seluruh tubuh
membangkitkan gelombang lautan rindu
menggebu menyala
dan lagu-Mu yang gemuruh
menyangkarku dalam garden-Mu
biarkan aku menari dalam lagu-Mu
gila lestari melimbang badan
ah, hatiku tertindas gatal dan pedih
meski nikmat semakin erat memelukku
aku meronta dalam kutuk-Mu
duhai, naung kasih-Mu melambai tangan
sekali lagi kau kilatkan cahaya di tengah malam
aku silau, hanya tangan yang menggerapai
golang golek tubuhku dalam yakin
ah, kegilaan begitu mesra
tangis bahagia yang bersimbah di raut jiwa
menggermang nyala bulu-bulu seluruh tubuh
terbisik di hati puji syukur memanjat rindu

1965
(dari buku : CINTA LADANG SAJADAH, karya D ZAWAWI IMRON, penerbit Gita Nagari, cetakan I, tahun 2003).

Semoga di masa datang, akan bermunculan carok-carok sastra lainnya dari Madura seperti D Zawawi Imron.

Anil Hukma: Perempuan Penyair Agresor

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 19 Juli 2009 | Juli 19, 2009


Anil Hukma, salah seorang perempuan penyair dari Makassar. Luar biasa, dia satu-satunya penyair cewek yang diundang mengikuti “9 th Kuala Lumpur Poetry Reading” (2002) dan karyanya dimasukkan dalam buku antologi dwi bahasa dalam festival ini. Anil Hukma Lahir di Kampung Kassikebo kota Maros pada 1 September 1970. Puisi dan cerpennya dimuat dalam harian Pedoman Rakyat di Makassar sejak SMA.

Anil sering mengikuti berbagai even sastra dan budaya, salah satunya pada Pertemuan Dewan Kesenian se-Indonesia (1990). Puisi tunggalnya diterbitkan dalam antologi Ombak Losari (1990) dan Setengah Abad Indonesia (1995). Puisinya juga dimuat pada beberapa antologi seperti Antologi Puisi Indonesia (1997), Temu Penyair Makassar (1999), Sastra Kepulauan (1999), Ombak Makassar (2000), Baruga (2000), Kemilau Musim (2002), Bukalah Pintu Itu (2003) dan Pesona Gemilang Musim (2004). Juga termuat di Malaysia di majalah Dewan Sastera (2002).
Mengikuti “Ubud Writers Festival” (2004). Anil juga terlibat dalam buku Aku Hanya Mahu ke Seberang karya Hashim Jacoob yang diterjemahkan ke 45 bahasa (University of Malaya Press, Kuala Lumpur, 2006) dimana ia mengerjakan penerjemahan ke bahasa Makassar.

Beberapa tahun lalu Anil Hukma pernah mengatakan, di antara belasan sastrawan Makassar, hanya segelintir kecil yang punya tradisi mengirimkan puisi dan cerpen mereka ke media massa ibukota. Dia lalu menyebut contoh Aslan Abidin, Badaruddin Amir, Tommy Tamata, Tri Astoto, dan Anil Hukma sendiri. ''Saya tidak mengerti mengapa sastrawan-sastrawan lainnya tidak mau menjajal media massa ibukota. Entah kurang percaya diri atau kurang mau bekerja keras untuk mengejar pengakuan secara nasional,'' katanya. Ibu dua anak ini mengakui banyak karya sastrawan Makassar yang bermutu baik. Barangkali juga ada yang berpendapat, tidak harus dimuat di koran-koran Jakarta untuk mendapatkan pengakuan secara nasional,'' begitu katanya.

Anil Hukma memang agresor. Serbuan karyanya ke media-media cetak nasional di ibukota diikuti penulis-penulis muda lainnya. Tapi sayang, penyair perempuan seperti dirinya masih bisa dihitung dengan jari di daerahnya, Makassar.

(hingga saat ini, Ivan masih menguber-uber foto dan karya-karyanya untuk melengkapi postingan ini)

Isbedy Stiawan ZS Yang Masih Mengalir Deras


Pertama kali saat membacakan beberapa puisinya di radio, penulis tersadar puisi-puisinya memang ditulis dengan penuh energi. Siapapun yang membaca dan mendengarkannya mungkin juga akan ketularan energi yang tak dapat didefenisikan itu. Siapapun orang Indonesia yang biasa membaca rubrik sastra di Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Pos, dan puluhan media cetak lokal dan nasional lainnya pasti akan mengenal nama Isbedy Stiawan ZS.

Ia salah seorang sastrawan nasional paling produktif kelahiran Tanjungkarang, Lampung pada 5 Juni 1958. Di samping kesibukannya sebagai cerpenis, penyair dan esais, ia juga aktif di Dewan Kesenian Lampung dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung. Pernah diundang ke berbagai pertemuan sastra dan budaya di Tanah Air dan luar negeri seperti Malaysia, Thailand. Sempat membacakan puisi-puisinya di Utan Kayu Internationan Binnale (2005), Ubud Writers and Readers Festival (2007), dan di berbagai tempat lainnya.

Beberapa dari puluhan karyanya antara lain: Badai (1984), Akhir (1984), Khalwat, Membaca Bahasa Sunyi, Lukisan Ombak, dan antologi-antologi puisi Cermin Langit, Puisi Indonesia 1987, Dari Negeri Poci 2 (1994; F. Rahardi [ed.]), Resonansi Indonesia (2000), dan lain-lain.

Agak berbeda dengan kebanyakan sastrawan yang dibesarkan oleh media cetak, Izbedy ternyata tidak hanya mengandalkan sastra cetak untuk mengalirkan karyanya. Internet adalah rumah kedua bagi tulisan-tulisannya yang seperti air bah. Secara tidak sengaja beberapa hari lalu penulis menemukan blog pribadi sastrawan luar biasa ini di blog kebun kata. Energinya masih mengucur deras meski tak lagi berusia muda.

Menikmati karya-karyan Izbedy seolah bermukim di sebuah titik alam semesta di mana kita bisa melongok ke setiap penjuru langit. Pancuran olah pikir dan rasa yang dituangkannya menandai waktu dan ruang tak terbatas tapi terjamah. Di sana Izbedy bertapa namun bergerak liar kesana kemari. Simak saja beberapa puisinya berikut ini.

berteman
mentari tak akan pernah menyapaku
sebab pagi berlalu selagi aku masih lelap
setiba fajar tadi, seusai subuh yang membuluh
dan aku akan beranjak begitu di ubunku dihujani matahari
atau mendung yang menggantung di ujung rambut putihku...

aku pun bergegas, mengumpulkan sisa rempah
yang ditinggal ayam atau cacing
entah ke mana, apa pula
hingga malam lagi, dini hari

"tuhan, jadikan aku berteman dengan matahari," bisikku


aku selalu merindu matahari, seperti tanah merindukan pohon
seperti pohon akan selalu berharap hujan
atau pantai yang kangen pada ombak
tapi apakah peduli mentari, kala aku tak dulu menyapa

adakah sinar akan kubaca jika retinaku katup
apakah kulihat kelebat sekikarnya aku terpejam
bahkan tak pernah ada debar
sekiranya aku tak fahami denyutnya

sebagaimana tak kuakrabi jantungku
pabila di sana sesungguhnya ada rindu...


2009


fajar lain
seperti pucuk daun,
malam terkulai dan embun membelai
mungki sudah lama kutinggal bulan
kulupakan bintang

juga wajahmu menggoda
aku akan tetap berlayar
membelah laut kelam

sedang di pembaringan,
kau sudah menarikku
ke dalam mimpi
dan embun seperti ujung lidahku
tetap menjilati
ujung malam

amboi, sudah hampir aku sampai padamu
fajar lain....
"gegaslah membasuh, lelap di teras subuh."
buang sendu,
jatuhkan ragu!

*juni 2009


Memasuki Dirimu
bila kau belum juga fahami aku
sebaiknya ambil jarak lebih jauh
karena biasanya dari kejauhan
kau bisa melihat seluruhnya
dan merasakan rindu.

kalau tak, kau mesti makin merarapat
karena dengan merasakan aroma
kau mampu mengakrabi aku,
atau masuk ke dalam tubuhku
karena begitu tak lagi luput
mengetahui diriku.

sebab, selama ini aku mencintaimu
sebab aku sudah masuki dirimu
meski masih banyak pula
sesungguhnya dirimu...

*Juni 2009


Izbedy Stiawan SZ, hingga hari ini masih merupakan salah satu tonggak penting "invasi" sastrawan daerah yang datang untuk meluluhlantakkan sentralisasi seni budaya termasuk sastra di ibukota. Luar biasa, sebab tidak semua sastrawan daerah memiliki nyali seperti Izbedy. Ia tetap nyentrik, masih berambut gondrong di usia tua, dan bernyali.







Husni Jamaluddin, Panglima Puisi dari Mandar

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 18 Juli 2009 | Juli 18, 2009


Emha Ainun Nadjib menyempatkan membaca puisinya di Pemakaman PWI Sudiang di mana penyair ini dikebumikan. “Husni Memasuki Alam Terang dan Menjadi Cahaya ,” begitu lantun Puisi Cak Nun saat itu. Husni Djamaluddin lahir di Mandar, Sulawesi Barat, 10 November 1934. Husni wafat pada 24 Oktober 2004 dan beberapa karya besarnya diwariskan untuk Indonesia antara lain: Puisi Akhir Tahun (1969), Obsesi (1970), Kau dan Aku (1973), Anu (1974), Toraja (1979), Sajak-sajak dari Makassar (1974), Bulan Luka Parah (1986), Berenang-renang ke Tepian, dan antologi Puisi ASEAN Buku III (1978).

Kampung halamannya, Sulawesi Barat tidak terlepas dari peranan besar dari penyair, kolumnis, wartawan senior dan politikus ini. Sampai-sampai Husni datang dengan menggunakan kursi roda hanya untuk mendengarkan pengesahan Sulawesi Barat menjadi provinsi, padahal beliau dalam keadaan sakit parah waktu itu. Ternyata kata Malaqbiq yang kini menjadi ikon provinsi ternyata lahir dari pemikiran sang beruang dari mandar ini. Malaqbiq terpancar jelas pada putra Tinambung yang sempat menjabat ketua dewan pembentukan provinsi Sulawesi barat ini.


Penyair energik kelahiran Tinambung ini mengibaratkan dirinya adalah benang putih. Benang yang ditenun oleh wanita Mandar dengan sangat sabar, dan menjadikan sarung mandar terkenal ke penjuru nusantara. Ada keikhlasan dan kesabaran di dalam benang putih kampung kelahiran almarhum Husni djamaluddin sang bannang pute. Indi tia to muane bannang pute sarana meloq di bolong melok di lango-lango satu dari sebelas kalindaqdaq kamuanean (puisi patriotisme). Artinya aku ini pahlawan, adalah benang putih, siap basah dan siap diberi warna. Penggalan kata “bannang pute” yang berarti benang putih kini melekat menjadi julukan buat almarhum Husni Jamaluddin “Sang bannang pute”.
Menikmati puisi-puisi Husni Jamaluddin adalah ibarat melakukan perjalanan wisata di tengah alam yang sejuk dan melintasi sejarah-sejarah yang pernah ada. Diksi dan kemahirannya memilih metafora sangat dikagumi oleh penyair nasional lainnya.

BUDHA DALAM STUPA

kuintip kau dalam stupa
kuraba lenganmu yang luka
Budha
kita alangkah
beda
kau
alangkah tenteram
dalam stupa
alangkah mantap
dalam pengap
duduk bersila
duduk
yang khusuk
aku
alangkah sangsi
dalam berdiri
di muka bumi
alangkah khawatir
dalam getir
hidup sehari-hari
alangkah gelisah
dalam melangkah
ke arah
entah
langit kaurebut bumi kaududuki
dengan damai dalam semadi
langit dan bumi lebur menyatu
dalam debur jantungmu
dalam utuh
ruh
dan tubuh
langit aku rindu langit biru terbentang jauh diatas sana
bumi yang kuhuni bumi yang tak kutahu peta urat nadinya
langit tetap teka-teki diatas ubun-ubunku
bumi tetap menggerutu di bawah telapak kakiku
debar jantungku deburnya sendiri
cemasnya sendiri
kurasakan sendiri
karena pecah
jiwa
dan raga
di matamu bulan memancar
bila malam terkapar
di wajahmu muncul matahari
ketika pagi menanti
mataku adalah jendela dari sukma yang compang-camping
wajahku adalah cuaca siang ketika matahari hilang
adalah cuaca malam ketika bulan tak datang
Budha
alangkah bedanya
kita
kau
adalah batu
batu yang diam
batu yang hening
batu yang semadi
dalam stupa

dalam diammu
dalam heningmu
dalam semadimu
dalam stupa
aku merasa
seperti kausindir
sebab kutahu
dari mulutku
telah mengalir
beribu kata
tanpa
sebutir
makna
sedang dari kau
yang batu itu
yang diam itu
yang hening itu
yang semadi itu
dalam stupa itu
telah memberi
beribu makna
tanpa
sebuah
kata
Budha
kita alangkah
beda
(25 Oktober 1979)
SAAT SAAT TERAKHIR MUHAMMAD RASULULLAH

demam itu demam yang pertama demam yang terakhir
bagi rasul terakhir
jam itu adalah jam-jam penghabisan
bagi Utusan Penghabisan
dalam demam yang mencengkram
betapa sabar kau terbaring di selembar tikar
dalam jam-jam yang mencekam
betapa dalam lautan pasrahmu

ada kulihat
matamu berisyarat
adakah gerangan
yang ingin kau pesankan
dalam jam-jam penghabisan
wahai Nabi Pilihan
maka kuhampirkan telingaku yang kanan
dimulutmu yang suci
maka kudengar ucapmu pelan:
dibawah tikar
masih tersisa sembilan dinar
tolong sedekahkan
sesegera mungkin
kepada fakir miskin
mengapa yang sembilan dinar
mengapa itu benar
yang membuatmu gelisah
ya Rasulullah
sebab kemana nanti
kusembunyikan wajahku
dihadirat Ilahi
bila aku menghadap dan Dia tahu
aku meninggalkan bumi
dengan memiliki
duit
biar sedikit
biar cuma sembilan dinar
ke bumi aku diutus
memberikan arah ke jalan lurus
tugasku tak hanya menyampaikan pesan
tugasku adalah juga sebagai teladan
bagi segala orang yang mencintai Tuhan
lebih dari segala dinar
lebih dari segala yang lain
miskin aku datang
biarlah miskin aku pulang
bersih aku lahir
biarlah bersih hingga detik terakhir
sembilan dinar
pelan-pelan kuambil dari bawah tikar
bergegas aku keluar
dari kamarmu yang sempit
kamarmu yang amat sederhana
bergegas aku melangkah ke lorong-lorong sempit
diatas jalan-jalan pasir tanah Madinah
mensedekahkan
dinar yang sembilan
kepada orang-orang
yang sangat kau sayang
orang-orang miskin seperti kau
orang-orang yatim seperti kau
dan demam itu demam yang pertama demam yang terakhir
bagi Rasul terakhir
dan jam itu adalah detik penghabisan
bagi Utusan Penghabisan
Muhammad
kau tak di situ lagi di tubuh itu
tinggal senyum di bibirmu
tinggal teduh di wajahmu
Rasulullah
miskin kau datang miskin kau pulang
bersih kau lahir bersih hingga detik terakhir
(Makassar, 28 Oktober 1979)

SALIB
Yesus turun dari tiang salibnya
di bukit Golgotha
tanpa luka ditubuhnya
tanpa darah dijubahnya
tanpa dendam dihatinya
dari bukit itu
Yesus memandang Yerusalem
dengan mata rindu
dan sebelum melangkah turun menuju
Kota Suci
ia menitipkan mahkota duri
pada serdadu Romawi
yang dulu
menyalibnya
di perbatasan kota
Ia dicegat tentara Israel :
kamu Arab atau Yahudi
dan Yesus menjawab lugu:
aku orang Nazaret
ibuku Maria
ayahku Yosef tukang kayu
kau boleh terus
kata tentara Israel yang Yahudi Polandia
masuklah ke Yerusalem
kota yang telah kita rebut
setelah ribuan tahun kita tinggalkan
masuklah dengan rasa bangga didalam hati
karena kamupun pemuda Yahudi
Yesus langsung ke sebuah apartemen
tempat tinggal Menachen
anggota parlemen
dari fraksi
yang paling fanatik Yahudi
adakah keresahan
yang ingin kaukemukakan
wahai anak muda
sambut Menachen
dengan ramah
dan Yesus mengimbau dengan sopan
bolehkah aku dipertemukan
di Yerusalem ini
dengan seseorang
yang bernama Yasser Arafat?
Siapa? Anwar Sadat?
tanya Menachen yang kupingnya agak gawat
oh dia sudah pernah kesini
sekarang dia tentu sedang di Kairo
kalau tidak sibuk menghitung pasir di Sinai
tapi gampang
kalau kau perlu sekali bertemu
beres
kita bisa telepon dia setiap waktu
bukan
bukan Anwar sadat
tapi Yasser
Yasser Arafat
kata Yesus dengan suara yang lebih dikeraskan
mendengar itu
Menachen merah matanya meledak teriaknya
kau gila anak muda
Yasser Arafat kau tahu siapa
dia pemimpin Arab Palestina
musuh Israel nomor satu
musuh kita yang paling kepala batu
mintalah yang lain
jangan yang itu
tak mungkin
tak bakalan lagi kita biarkan
satu sentipun tanah Israel yang sudah kita rebut
untuk disentuh oleh Yasser Arafat
Yesus
kembali ke Golgotha
melewati Via Dolorosa
kepada sedadu Romawi
yang dititipi mahkota duri
Yesus berbisik :
salibkan aku
sekali lagi
(Makassar, Natal 1979)
Dikutip dari buku kumpulan puisi Husni Djamaluddin “BULAN LUKA PARAH”
Penerbit : Pustaka Jaya


Dalam puisi-puisinya yang khas Husni Djamaluddin telah berhasil meluluhlantakkan kata dengan bangunan eksotisme sejarah, alam dan kenyataan zaman untuk membangunnya kembali menjadi renungan dan tindakan."
Sebagaimana yang dilakukannya selama ini untuk kampung halamannya dan Indonesia. Meski ia pernah bertanya bingung dalam salah satu puisinya "Indonesia, masihkah engkau tanah airku?


INDONESIA, MASIHKAH ENGKAU TANAH AIRKU
Indonesia tanah airku
tanah tumpah darahku
di sanalah aku digusur
dari tanah leluhur

Indonesia tanah airku

tanah tumpah darahku

di sanalah airku dikemas

dalambotol-botol aqua
Indonesia tanah airku
di sanalah aku berdiri
jadi kuli sepanjang hari
jadi satpam sepanjang malam
Indonesia tanah airku
Indonesia di manakah tanahku
Indonesia tanah airku
Indonesia dimanakah airku
Indonesia tanah airku
tanah bukan tanahku
Indonesia tanah airku
air bukan airku
Indonesia, masihkah engkau tanah airku ?
Tuhan, jangan cabut Indonesiaku
dari dalam hatiku

Mira W. Bukan Sastra Pop Biasa

Mira W. demikian nama yang ia tuliskan dalam setiap karyanya. Orang Indonesia yang kebetulan tidak mengenal namanya pasti tidak pernah membaca novel romantis pada usia remaja. Sebab sebahagian besar novel remaja yang paling digandrungi di tanah air terutama dekade 80 hingga 90-an merupakan karya Mira W. yang banyak menghiasi rak-rak toko buku hingga tikar pengecer buku di tepi jalan.

Lebih dari 67 karyanya dalam bentuk novel, cerpen bahkan kumpulan puisi romantis ditulis oleh alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ini. Menulis adalah hobi Mira, sedangkan menjadi dokter sudah menjadi panggilan jiwanya. Beberapa novelnya pernah difilmkan di antaranya Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi , Kemilau Kemuning Senja, Permainan Bulan Desember, Dari Jendela SMP, Tak Kupersembahkan Keranda Bagimu dan Ketika Cinta Harus Memilih. Sedangkan Bukan Cinta Semusim, Cinta Pertama Kali Bersemi, Seandainya Aku Boleh Memilih, hingga Cinta, yang pernah disinetronkan dengan pemeran utama Desy Ratnasari dan Primus Yustisio. 

Novelnya Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi, mencapai oplah 10.000 dan mengalami lima kali cetak ulang. Tapi aneh, ia tidak bersedia menulis skenario atau main film, walaupun ia berasal dari keluarga film. Ayahnya, Othiel Widjaja, dulu dikenal sebagai produser Cendrawasih Film.

Terlahir sebagai Mira Widjaja di Jakarta, 13 September 1951. Novelis terkenal ini ternyata masih melajang hingga kini (sepengetahuan penulis). Menggunakan nama Mira W. dalam setiap novelnya. Mira mulai menulis sejak kecil dan karangan pertamanya, Benteng Kasih, dimuat di majalah Femina pada tahun 1975 dengan honor hanya Rp 3.500. Karya pertamanya itu semakin membuatnya percaya diri untuk terus menulis. Novelis yang populer di kalangan remaja ini mengaku karyanya mengalir begitu saja, sederhana dan mudah dicerna oleh remaja.

Karya-karya Mira banyak dipengaruhi oleh karya- karya Nh. Dini, Marga T., J.B. Mangunwijaya, Agatha Christie, Pearl S. Buck, dan Harold Robbins.Tema-tema yang selalu diangkat Mira W. adalah cinta dengan tokoh utama seorang perempuan. Namun ia tak bermaksud menyampaikan pesan tertentu bagi kaumnya. Mira mengaku sama sekali tak pernah bercita-cita jadi novelis. Tapi sejak tahun 70-an Mira terlanjur diterima masyarakat Indonesia. Hingga kini novelnya yang begitu banyak tetap berhasil menghipnotis remaja yang gemar membaca.

Sebutan Sastra pop sebagai genre yang melekat pada karya Mira W. diakui oleh para kritikus sebagai sastra pop yang tidak sembarangan. Salah satu kehebatannya adalah ternyata di Indonesia banyak penggemar novel karya Mira W. yang tertular juga menjadi penulis.

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday