Home » » Seni Tak Harus Indah

Seni Tak Harus Indah

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 26 April 2009 | April 26, 2009


Seni tak harus indah? Ya, mungkin. Seperti halnya halnya ilmu pengetahuan, seni pun dengan caranya sendiri melakukan konstruksi terhadap realitas sosial untuk mencari kebenaran. Lantas haruskah kita berhenti berkhayal bahwa kesenian hanya menyampaikan keindahan? Kini ilmu pengetahuan dan kesenian hampir tidak ada lagi perbedaan. Keduanya melakukan konstruksi yang sama terhadap realitas. Tradisi argumentasi bahwa ilmu pengetahuan berkaitan dengan upaya mencari kebenaran, sedangkan moral dan hukum menyangkut persoalan keadilan. Lalu, kesenian diidentikkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan aspek keindahan semata. Seni modern telah menghancurkan perbedaan-perbedaan itu. Konstruktivisme senantiasa memandang keindahan dan ilmu dalam kesatuan realitas sosial. Seni tidak berdiri sendiri tapi lekat dengan realitas sosial, rasa (estetis), dan rasionalitas.

Semisal Soe Hok Gie. Demonstran di zaman orde lama itu mungkin pernah berpikir tentang puisi teman-temannya yang dibacakan dalam setiap aksi dan demonstrasi. Kebanyakan puisi anak muda pada masa itu menjadi indah karena lebih mirip orasi.

Dalam masyarakat moderen pendekatan sejarah cenderung melihat sastra misalnya sebagai cermin yang transparan dan pasif dalam merefleksikan budaya dan masyarakatnya. Sebaliknya, dalam perspektif yang baru, karya sastra diposisikan ikut membangun, mengartikulasikan, dan mereproduksi konvensi, norma, dan nilai-nilai budaya melalui tindak verbal dan imajinasi kreatifnya. Teks diakui memang produk dari kekuatan sosial historis pada zamannya, tetapi pada saat yang sama teks juga menghasilkan dampak sosial. Dalam kaitan ini, kenyataan sejarah tidak lagi tunggal dan absolut, melainkan terdiri berbagai versi yang penuh kontradiksi, keterputusan, pluralitas, dan keragaman. Kaitan antara karya sastra dan sejarah adalah kaitan intertekstual antara berbagai teks (fiksi maupun faktual) yang diproduksi pada kurun waktu yang sama atau berbeda. Alhasil, karya sastra merupakan salah satu sarana yang dapat mengukuhkan mitos yang ada di masyarakat. Sebaliknya karya sastra pun mampu menciptakan mitos baru di dalam masyarakat.

Seni bukan lagi totalitas keindahan, artistik dan estetika. Seni telah harus bertanggung jawab atas apa yang telah menjadi tuntutan dari tatanan dunia baru. Sebuah puisi bisa saja ditulis di atas sebuah becak sebelum dibacakan tanpa estetika dalam sebuah aksi demo tukang becak di depan gedung dewan. Puisi itu pasti indah. Seni terjadi karena diciptakan oleh sebuah tuntutan peradaban.

Share this article :
Komentar

0 apresiator:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday