Seorang mahasiswa Prancis tiba-tiba kebingungan di depan komputernya. Baru saja dia mencoba menerjemahkan sebuah cerpen dari sebuah blog milik seorang blogger Indonesia. Google Translate pun tidak mampu menolongnya kali ini. Ternyata bahasa prokem alias gaul dalam cerpen tersebut tidak mampu diterjemahkan oleh fasilitas penterjemah secanggih apapun. Kecuali kalau saja ada ciptaan baru berupa alat yang bisa menterjemahkan bahasa gaul Indonesia. Masalahnya bahasa prokem memiliki eskalasi perubahan dan perkembangan yang sangat cepat. Alat penterjemah bahasa prokem secanggih apapun tidak akan mampu mengatasinya.
Selain mahasiswa Prancis itu, ternyata jutaan orang-orang di belahan bumi lainnya banyak mengalami hal yang sama. Bahasa Indonesia lebih sering menjadi bahasa yang sama sekali asing bagi mereka. Bahasa gaul, prokem dan semacamnya telah menjadi agresor utama bagi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Abad baru menawarkan dua imperialisme bahasa. Imperium pertama adalah bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan internasional yang paling penting. Bahasa Inggris sudah menjadi bahasa kaum elite di banyak negara berkembang bahkan berhasil memilah-milah stratifikasi sosial dalam masyarakat. Imperium kedua adalah bahasa gaul atau prokem.
Keseharian kita, jujur 90% kaum terdidik adalah pembawa kedua imperialisme tersebut. Walaupun bahasa Indonesia berhasil mengukuhkan posisinya sebagai bahasa nasional namun terbatas dalam penggunaan. Lalu di manakah lagi letak ide-ide cemerlang para manusia Indonesia terdampar ketika tak seorang pun menemukannya di belahan bumi lainnya. Keegoisan menggunakan bahasa prokem menjadikannya begitu asing di mata bangsa lain.
Izin amankan pertamanya dulu, MAs...
BalasHapusTepat sekali, MAs....
BalasHapusSepertinya memang ada imperialisme bahasa yang terus menerus diciptakan untuk menghegemoni atau bahkan mensub-ordinasikan bahasa lain. Dalam konteks peradaban, Barat sepertinya adalah bangsa yang sedang melakukan proses hegemoni itu..
Salam...
Setuju Van. Sebaiknya hindari bahasa prokem bila ingin ide kita dikenal dunia.
BalasHapusAku ikut mendukung mas...
BalasHapusBenar mas, ayo kita ramai-ramai mempopulerkan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam posting blog kita!
BalasHapussetuju mas.. apalagi kalau tulisannya diubah jadi tulisan gaya abg seperti yang diposting attayaya beberapa waktu lalu, bisa-bisa translatornya jadi error :)
BalasHapusaku termasuk yg sering pake bahasa prokem. hehehe..
BalasHapusSepakat dan memang sebaiknya begitu, menjadikan suatu kebiasaan pula dalam pergaulan dunia maya yg terjalin hanya lewat tulisan.Mungkin termasuk etika jurnalis juga ya ?!....
BalasHapus* Alhadulillah kondisiku udah agak baikkan, terimakasih atas doanya ya mas.
wah, jadi begitu ya dampaknya. duh, jadi mau deh memperbaiki bahasa saya yang amburadul ini. makasih ya.... :)
BalasHapusBener banget tuh mas... Kita mulainya dari blog yuks...??? :)
BalasHapusUntung bukan pake bahasa alay yang sangat ajaib penuh dengan huruf besar, kecil o sama dengan 0, sementara g sama dengan 9, pasti jebol tuh google translate
BalasHapusgpp deh yg ptg bs dimengerti...dan yang lebih utama...bisa bersatu..*semangat sumpah pemuda-ON
BalasHapuswekekeke....
BalasHapusKalau tuh bule menterjemahkan blogku pasti pusing tujuh keliling, Dia...
memang sih, saya pernah baca sebuah artikel dari blog Master "Medhy Aginta" yg judulnya "cara agar blog kita bisa go Internasional"
Salah satu poinnya adalah menggunakan bahasa Indonesia sesuai EYD. Karena pembaca dari luar yg tertarik dengan blog kita akan menggunakan translator. Nah, blog dengan kata2 gaul jelas tidak bisa dterjemahkan..
Sayangnya saya masih suka pakai bahasa prokem itu, Gan..!
BalasHapusTapi itu lebih ke masalah segmen pasar yg saya incar untuk penggemar blog saya.
Selamat siang sobat...
BalasHapusIde yang cemerlang Bang, kalau kita ingin potingan kita terbaca terjemahan mbah google jangan pakai bahasa prokem!
BalasHapusJadi ingat kota malang dengan bahasa gaul yang pengucapannya dibalik!
Olah ngalam! = halo malang!
salam sobat
BalasHapussetuju mas,,
memang kalau baca tulisan yg pakai bahasa prokem,,saya juga malah bingung bacanya.
Untuk semua. Terimakasih kunjungan, komentar dan apresiasinya. @ Alrezamittariq-Ya, semangat Sumpah Pemuda salah satu ikon utamanya adalah: Satu Bahasa, Bahasa Indonesia (Bahasa Indonesia versi EYD).
BalasHapusSetuju mas Ivan. Prokem telah menjauhkan kita semua dari semangat Sumpah Pemuda yang menginginkan kita semua menghargai Bahasa Indonesia sebagai Bahasa persatuan.
BalasHapusemang bener sih ya, jujur aku dan mungkin kita semua pasti sehari-harinya ga pernah memakai bahasa indonesia yang baik dan benar dalam pergaulan sehari-hari, kecuali pada acara formal saja atau tentunya ketika berbicara sama orang tua.
BalasHapusKalo utuk bahasa inggris memang ga bisa dipungkiri lagi tuh untuk menjadi bahasa internasional dan mungkin sebentar lagi bahasa cina juga akan mendunia, kapan ya bahasa indonesia menjadi bahasa yang digunakan didunia hehehe.
Pertamakali saya membuat blognya bang Pendi saya juga sempat berpikir wah.. pasti bahasa yang saya gunakan ngga mungkin bisa di translet, jangankan orang luar..orang Indonesia sendiri barangkali ngga ngerti bahasa yang saya gunakan..he..he
BalasHapusTujuan saya cuma satu, saya ingin menggali bahasa yang digunakan kakek/nenek saya ( bahasa kampung/pinggiran yang dipakai sehari-hari ). yang terkadang saya sendiri tidak/kurang mengerti artinya, walau terkesan kasar dan kampungan tapi itulah kenyataannya...
Tapi setuju dengan mas Ivan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik & benar, dan itu saya coba lakukan di blog satunya...
Balik lagi! seandainya semua pakai bahasa yang baik, aku kok jadi kehilangan ciri khas mereka!
BalasHapusberbahasa Indonesia yang baik dan benar sudah susah dicari
BalasHapushmmmm...
kadang kadang saya menulis trus tak translate..goole gk mengerti hehehe
BalasHapushaha itu baru bahasa prokem ya bang ivan.. gimanna bahasa alay ya,,, tambah puyeng pasti mbah gugel.
BalasHapusSelama ini sih aku berusaha menggunakan bahasa Indonesia yang baku, kalaupun ada sisipan bahasa gaul cuman sedikit aja.
BalasHapusTapi 'jeleknya' jadi seringkali terkesan kaku ya...?
Penggunaan bhs Inggris seperti menentukan kasta seseorang di negara berkembang ya.
BalasHapusBiasanya kalo buat cerpen saya pake bahasa yang lebih baku. Tapi buat cerita sehari-hari sih enggak. Hiks..
Maka nya kita ada sebuah peratuaran dalam menulis yaitu EYD (Ejaan yang di sempurnakan) selama kita mengitu itu, Insya allah tulisan2 kita bisa di pahami oleh orang2 luar sana..
BalasHapustapi, kalo ga pake bhs prokem, kesannya yang kaku banget.... serba salah juga sih
BalasHapus