Latest Post

Sepanjang Jalan

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 29 Juni 2010 | Juni 29, 2010


mungkin bukan termasuk merindukan
hanya sebuah perjalanan yang tidak terduga. kebetulan wajahmu di sepanjang jalan
mungkin juga bukan termasuk  pelarian. hanya sekedar melewati musim hujan
dan bulan
yang mengapung di atas kota-kota

bukan merindukan hujan
hanya unggun
yang dinyalakan
kebetulan dari sudut luka.

bone, 29 juni 2010

Makhluk-makhluk Aneh Krisna Widiathama

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 28 Juni 2010 | Juni 28, 2010


Apa yang terjadi jika seorang profesor melakukan kesalahan ketika membuat resep atau formula? Hasilnya adalah makhluk-makhluk aneh, ganjil, berfigur lucu tapi juga menyeramkan.

Profesor yang salah membuat resep itu hanyalah pikiran nakal perupa Krisna Widiathama, 27 tahun. Alumnus seni grafis Institut Seni Indonesia Yogyakarta tahun 2009 ini membayangkan profesor, salah satu tokoh komik popular Puff Girl, melakukan kesalahan ketika meramu resep untuk menciptakan anak-anak yang baik.

Maka, lahirlah figur-figur aneh pada lukisan berjudul Falled Recipe to Making Good Girls, pada pameran tunggalnya bertajuk “Dark Sayings, Long Life Disorderly” di Tembi Contemporary Gallery, Bantul, Yogyakarta, sepanjang 22 Juni – 13 Juli 2010. Figur aneh itu berupa tiga sosok gadis bermata besar dengan potongan rambut poni atau dikepang.

Sekilas, gadis-gadis itu tampak lucu dengan rambut poni dan mata besarnya. Namun, mereka berubah menjadi sosok yang menyeramkan dengan mulut yang menyeringai, memperlihatkan deretan gigi besar yang tak beraturan. Mereka juga memiliki ekor seperti sengat kalajengking.

“Itu pikiran iseng saya saja. Saya membayangkan seorang profesor, seorang tokoh komik, salah membuat resep,” kata Krisna Widiathama.

Figur-figur aneh yang muncul pada karya Krisna pada pameran ini tak lepas dari keseharianya yang berada di luar arus besar masyarakat, khususnya pada selera musik dan komik underground. Namun, Krisna tak sekadar memindahkan figur kartun underground ke atas kanvas. Ia mengubah dan mengawinkannya dengan bentuk-bentuk lain sehingga muncul figur baru. “Saya selalu tidak puas dengan bentuk-bentuk yang sudah mapan dari figur-figur populer,” ia menjelaskan,

Keisengan Krisna tak hanya sebatas pada kartun Jepang. Ia bahkan membenturkan agama dan seks pada karyanya yang berjudul Orgasmic Trancendent to Golgota. Menurut Krisna, kondisi trance dicapai melalui meditasi atau ritual agama. Krisna juga berpendapat, orgasme juga bisa membuat seseorang dalam kondisi trance. Maka, muncullah sosok yang dalam kondisi trance, sedang mencekik malaikat dengan tiga salib di keningnya.

Tiga salib itu mengingatkan pada bukit Golgota, tempat penyaliban Yesus Kristus. “Ini hanya pikiran nakal saya dalam memainkan simbol. Tidak ada maksud lain yang lebih dalam,” katanya.

Makhluk-makhluk aneh itu kembali muncul dalam karya-karya grafis hitam-putih dengan teknik cukil kayu, seperti pada karya Mutant Land Series yang terdiri atas enam panel. Juga pada satu karya tiga dimensi Peasant Hospitality dari kayu jati dikombinasi resin dan stainless steel.

Posisi Krisna, yang tidak ingin berada di arus utama dunia seni rupa, dibuktikan dengan tiga buah karya printing ink di atas MDF (jenis bahan yang lebih keras dari hard board). MDF biasanya dipakai sebagai cetakan dan kemudian dibuang setelah selesai untuk mencetak karya grafis dengan teknik cukil kayu. “Saya justru menbuat karya di atas media yang biasanya dibuang,” ujarnya.

Menurut kurator Rain Rosidi, karya-karya Krisna pada pameran ini menampilkan tema-tema kekerasan dari dunia fantasi dengan latar belakang musik dan kartun kegemarannya. “Segala bentuk kekejian, kekerasan, ketidaknyamanan itu dikelola dengan baik oleh Krisna melalui gaya visualisasinya,” tulis Rain Rosidi dalam katalog pameran.

sumber: tempointeraktif.com

Pentas Seni Budaya Daerah 2010 Di Bira

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 19 Juni 2010 | Juni 19, 2010


Dinas Seni Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bulukumba menggelar Pentas Seni Budaya Daerah 2010. Kegiatan budaya ini dipusatkan  di kawasan Wisata Tanjung Bira selama 7 bulan berturut-turut yang dimulai hari ini Sabtu 19 Juni hingga Desember mendatang.

Kepala Disbudpar, Dra. A. Bahagia, mengatakan, kegiatan budaya ini dilaksanakan secara kolosal dan memuat materi berbagai lomba berupa permainan tradisional dan kesenian daerah Bulukumba yang sudah agak langka. Beberapa di antaranya seperti mangngasing, mallongga' (enggrang), basing-basing (pantun kematian suku Kajang yang diiringi seruling) dan Suara pabbuntingang.

Peserta Pentas Seni Budaya Daerah Bulukumba 2010 terbuka untuk para pelajar mulai tingkat SD, SMP, SMA, perguruan tinggi dan umum. Pendaftaran secara gratis.

Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi even yang mampu mengakrabkan kembali generasi muda utamanya pelajar dan mahasiswa dengan seni budaya daerah yang kini  kian tergerus oleh perkembangan zaman dan teknologi. Saat ini Bulukumba menyimpan begitu banyak kekayaan seni budaya daerah yang patut untuk dilestarikan tapi justru belum dikenal oleh dunia luar.

sumber: rca-fm.com 

Pagelaran Budaya Indonesia di Gedung UNESCO Paris

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 13 Juni 2010 | Juni 13, 2010


KBRI Paris bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menggelar malam budaya Indonesia di Gedung UNESCO, 25 Avenue de Suffren, Paris, Prancis.

Sekitar 1.250 undangan hadir yang terdiri atas pejabat pemerintah, anggota Parlemen dan Senat, kalangan diplomatik, wartawan, masyarakat Perancis, dan warga Indonesia yang bermukim di Paris.
Malam budaya Indonesia ini digelar menyambut Tari Saman yang saat ini dinominasikan untuk masuk sebagai "Intangible Cultural Heritage" UNESCO, yang pemilihannya akan ditentukan pada Juli 2010.

Penyelenggaraan malam budaya itu merupakan apresiasi Indonesia kepada masyakarat Internasional, khususnya Perancis atas perhatian dan simpati yang diberikan bagi pemulihan Aceh dan Nias setelah bencana alam tsunami Desember 2004.

Tim Kesenian Aceh Darussalam pada pagelaran malam budaya tersebut menampilkan beberapa tarian antara lain Peumulia Jamee, Phok Teupeun, Guel, Saman, Kipah Sikarang, Rapai Geleng, Prang Sabilillah, Rampoe Aceh dan musik Aceh.

Para pengunjung malam budaya berdecak kagum melihat tari-tarian Aceh tersebut, khususnya tari Saman dan Rapai Geleng. Dengan iringan musik secara live, penari dengan gerakan sangat cepat, ritmis-harmonis dan sempurna menarikan tari-tarian ditengah-tengah gemuruh tepuk tangan penonton yang tidak jarang berdiri dan berteriak "bravo, bravo."

Bunyi seruling dan gendang membahana di ruangan yang memiliki arsitektur akustik secara baik setelah sebelumnya pada tarian Pemulia Jamee, pengunjung terlihat antusias menyambut penari yang turun dari panggung membagi-bagikan cenderamata khas Aceh. Interaksi seperti ini sangat positif untuk meningkatkan pemahaman dan apresiasi para penonton terhadap budaya dan kesenian Indonesia, khsususnya Aceh.

sumber: KBRI Paris

Orkes Puisi Suluk “Pintu Terkunci” Masuk Best World Fusion

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 12 Juni 2010 | Juni 12, 2010



Orkes Puisi Sampak GusUran adalah sebuah komunitas musik yang unik. Unik dalam arti idealisme bermusik yang sengaja keluar dari pakem-pakem musik yang mapan. Keunikan itu mengantarkan mereka sukses menggelar pentas orkes puisinya bertitel “Suluk Duka Cinta Indonesia” di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 15 Mei lalu. Kini dua lagu mereka yang diciptakan Anis Baasyin  mendapatkan respons bergengsi sebagai Best World Fusion oleh Garageband di Tunes, Amerika Serikat.  

Dongeng Anak Sedunia Di Goelali Children’s Film Festival

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 10 Juni 2010 | Juni 10, 2010

 
Daripada kasak-kusuk mencari video mesum yang beberapa hari belakangan menjadi trending topics di mana-mana, lebih baik mengajak anak-anak kecil di sekitar kita untuk menonton film-film berkualitas. Tengoklah Goelali Foundation yang kembali menggelar Goelali Children’s Film Festival dengan tema "A Celebbration of Fun Activities for All Children", yang berlangsung selama sepuluh hari, 12‐20 Juni 2010, di Miniapolis, Hall C Lantai 3 Plaza Indonesia dan Studio Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Festival ini menggabungkan kegiatan bengkel kerja dan pemutaran film. Total ada 79 film dari Asia dan Eropa yang diputar, termasuk 19 film panjang. Acara ini akan dibuka dengan film La Veritable Histoire Du Chat Botte (The True Story Of Puss & Boots) dari Prancis. Film produksi tahun 2009 ini mengisahkan Si Kucing Bersepatu Bot, salah satu tokoh popular di film Shrek. Adapun film penutupnya adalah IEP! dari Belanda, yang mengisahkan petualangan Viegeltje, anak perempuan yang punya sayap di punggungnya, yang ingin pergi ke selatan bersama burung-burung lain.

Film-film lain yang diputar adalah, antara lain, Karlas Kabale (Karla’s World) dari Denmark, yang mengisahkan kehidupan Karla, gadis berumur 10 tahun, yang kecewa karena keluarganya tidak berkumpul bersama di malam Natal. Ia mengalami masa-masa sulit dengan orang tua yang sudah bercerai, ayah tiri yang terlalu sibuk, saudara laki-laki yang menjengkelkan, dan ayah kandung yang tak pernah menepati janji.

Ada pula film Stormheart dari Finlandia yang mengisahkan persahabatan anak perempuan dengan seekor anjing di masa sesudah runtuhnya Tembok Berlin. Mozart in China dari Austria mengisahkan petualangan bocah lelaki keturunan Cina-Austria bersama Mozart si boneka tali dan kawan-kawannya saat menghabiskan liburan musim panas di rumah kakeknya di Pulau Hainan, ujung selatan Cina.

Festival tahun lalu diikuti 4.200 anak. Mereka tak hanya menonton film secara cuma-cuma, tapi juga bisa mengembangkan kreativitas mereka lewat berbagai macam pelatihan dan kegiatan yang terkait perfilman, seperti pembuatan panggung sederhana, merancang kostum, dan efek-efek film. Kegiatan serupa juga dilakukan di tahun ini. Hampir seluruh kegiatan festival ini gratis. Untuk menonton film, tiketnya dapat diambil di Multifunction Hall Information Desk, Lantai 2 Plaza Indonesia, selama festival berlangsung pada pukul 10.00-18.00. 

sumber: Goelali Foundation

Novelis Saudi Melabrak Tabu

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 08 Juni 2010 | Juni 08, 2010

 
 
Di negeri tempat sinema dan teater dilarang dan kebanyakan bentuk ekspresi publik disensor, para novelis Arab Saudi menikmati popularitas baru dengan menabrak tabu lewat novel-novel yang berani.

Walaupun kebanyakan karya itu tetap dilarang beredar di toko-toko buku di kerajaan muslim ultra-konservatif itu, para pecinta buku membelinya dari negara Arab lain di tempat buku itu dijual bebas.

Salah satu novel itu, Dia Melempar Bunga Api karya Abdo Khal, tak terbendung saat maju merebut Hadiah Internasional untuk Fiksi Arab tahun ini pada Maret lalu. Ini penghargaan sastra dunia Arab yang setara dengan Booker Prize.

Karya itu mengangkat kesenjangan antara yang sangat kaya dan yang sangat papa di Saudi yang, menurut pendapat juri penghargaan itu, menjadi sebuah "novel satiris yang sangat memilukan". "Buku itu memberi pembaca sececap kenyataan yang mengerikan dari dunia istana yang berlebihan" dan "kisah kemarahan dari orang-orang yang diperbudak olehnya, yang terseret oleh janji glamornya," kata juri dalam pernyataan tertulisnya.

"Ada generasi novelis baru yang menggunakan bahasa yang baru, sederhana dan langsung, dalam membahas subjek-subjek yang tidak disadari di masa lalu, seperti hak-hak seorang perempuan untuk jatuh cinta atau bekerja," kata Badriya al-Bishr, perempuan penulis Saudi.
"Novel itu menjadi jalan keluar. Dia mengungkapkan apa yang orang tak berani katakan, dan menabrak tabu," kata Bishr.

Novel terbaru Bishr, Swing, mengisahkan tiga perempuan Saudi yang merayakan kebebasan di Eropa. "Mereka ingin meniru lelaki dengan menolak larangan-larangan atas seks dan alkohol, karena makin keras tekanan yang mereka terima, makin jauh menyimpang konsep kebebasan itu," kata Bishr tentang tokoh-tokoh dalam novelnya.

Seperti kebanyakan novel-novel yang berani di sana, buku-buku Bishr juga dilarang di Arab Saudi. Di negeri itu orang yang berpacaran akan diciduk oleh oleh polisi syariah. Alkohol dan gambar-gambar telanjang dan seks juga dilarang keras dalam segala bentuk. Tapi, beberapa buku bebas dari larangan selama pasar buku tahunan Riyadh.

Novelis-novelis tertentu dituduh oleh media telah sengaja melanggar larangan ini demi popularitas, tapi Bishr menilai bahwa dalam kenyataannya orang-orang sebenarnya jauh lebih berani ketimbang novel-novel itu.

Novel pertama yang mengangkat kehidupan rahasia para gadis-gadis Saudi ke rak-rak buku seluruh dunia Arab adalah Gadis-gadis dari Riyadh karya Rajaa Sanea pada 2005. Novel itu, berdasarkan serangkaian surat elektronik empat orang gadis, diterjemahkan ke bahasa Inggris pada 2007 dan kemudian ke bahasa Prancis.
 
Namun, sebelum generasi novelis baru ini sebenarnya banyak pengarang Saudi yang sudah terkenal. Yang paling terkenal adalah Abdelrahman Munif (1933-2004), yang novelnya, Kota-kota Garam menggambarkan bagaimana penemuan minyak bumi telah mengubah kehidupan para pengembara di Semenanjung Arab.

Tapi, para novelis baru ini tak malu-malu untuk membahas ketegangan religius dan sosial yang terjadi di masyarakat Saudi, terutama para perempuan yang dilarang menyetir mobil dan tak dapat berjalan ke mana-mana tanpa didampingi kerabat lelakinya.

Perempuan-perempuan yang Dibenci karya Samar al-Megren, misalnya, membahas pengalaman mengerikan seorang perempuan Saudi yang ditangkap polisi syariah karena dia berani bertemu kekasihnya di sebuah restoran.

Beberapa novel menunjukkan keberanian yang mengejutkan, seperti Cinta di Arab Saudi karya Ibrahim Badi. Ia secara jelas mengurai dengan rinci tokoh protagonis perempuan yang berhubungan badan dengan kekasihnya sambil mengenderai mobil di ibu kota, atau si pria menyamar dengan burqa untuk menyusup masuk ke kamar kekasihnya.

sumber: AFP

Seniman Palestina dan Israel Bertemu di Galeri Seni

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 06 Juni 2010 | Juni 06, 2010


Sebuah galeri seni telah menjadi tempat bertemu bagi para seniman Yahudi, Arab dan internasional. Galeri ini secara rutin memamerkan seni kontemporer, tidak hanya dari Israel, tapi juga dari wilayah Palestina dan seluruh dunia. Bulan ini, mereka menggelar Simposium Keramik Internasional dengan para pemahat dari Amerika Serikat, Turki, Azerbaijan dan Israel.

Para seniman terdorong untuk bertemu dan saling belajar tentang budaya, sejarah, kepedihan dan aspirasi orang lain.

Anak muda kita mengalami krisis identitas," kata Abu Shakra, penggagas galeri ini. "Kita perlu menghormati sejarah dan kenangan masa lalu. Kita perlu menciptakan ruang bagi orang untuk datang dan belajar."katanya.

Abu Shakra berpendapat bahwa sejak didirikannya negara Israel, "tidak ada hal penting yang dilakukan oleh penduduk Arab untuk melestarikan sejarah mereka." Itulah mengapa para pekerja dari galeri yang terletak di Umm el-Fahem, kota Arab terbesar kedua Israel, mengambil alih "tanggung jawab untuk membangun kembali, menghimpun, mempelajari, mengenang dan menyajikan semua yang sebelumnya rusak, yang berkaitan dengan budaya Arab dan Palestina."

Abu Shakra, penggagas galeri ini memberi contoh gamblang bagaimana perubahan ini terjadi. Pada Oktober 2000, 12 warga Arab Israel dan seorang lelaki dari Gaza dibunuh oleh aparat polisi dalam unjuk rasa di Umm el-Fahem karena menentang tindakan balasan Israel terhadap Intifada ("pemberontakan" Palestina) kedua. "Peristiwa itu menyebabkan krisis antara orang Arab dan Yahudi di sini, barang kali yang terburuk sejak didirikannya Israel," kata Abu Shakra. "Orang Yahudi tidak akan datang ke Umm el-Fahem lantaran rasa takut dan was-was."

Galeri seni ini segera menanggapi. Mereka memprakarsai sebuah pameran yang dinamai "In House". Dua puluh seniman muda Yahudi dan Arab menampilkan karya mereka di rumah-rumah warga di seantero kota. "Selama dua bulan, orang Yahudi yang datang ke pameran memasuki rumah-rumah orang Arab dan bertemu dengan keluarga-keluarga Arab. Ini membantu orang Yahudi dan Arab saling bertatap mata dan mengatasi ketakutan. Acara ini sangat sukses," kata Abu Shakra.

Selain itu, dengan menampilkan karya seni dari seniman Yahudi, Abu Shakra yakin galeri ini membantu meredam prasangka orang Arab terhadap orang Yahudi. "Pameran-pameran memberikan kesempatan luar biasa bagi para pengunjung Arab untuk berdialog dengan seniman Yahudi, bertatap muka dengan mereka dan bahkan terlibat dalam proyek bersama," katanya.

Yang juga menarik, meskipun banyak seniman Palestina menolak memajang karya seni mereka bersanding dengan para seniman Yahudi, sikap mereka sering berubah ketika sudah bertemu dengan orang-orang Yahudi yang mengunjungi pameran. Orang-orang Palestina bahkan menjual karya seni mereka ke orang-orang Yahudi itu.

Galeri ini juga mengadakan sejumlah kegiatan pendidikan dan budaya, kursus seni dan tari, dan perkemahan musim panas untuk anak-anak.

Kini para pekerja di Umm el Fahem berharap bisa membangun museum seni kontemporer Arab pertama di Israel. Ide ini didukung oleh Museum Tel Aviv dan Museum Israel di Yerusalem. Tanahnya telah disediakan dan tiga arsitek Israel telah ditugasi membuat desain proyek ini. 

sumber: CGNews

Dongeng Italia di Lembaran Grafis

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 04 Juni 2010 | Juni 04, 2010


Malam yang mistis. Bulan sabit kuning tergantung di langit cokelat tua kehitaman. Sinarnya tak cukup kuat untuk menerangi seluruh bangunan yang berjejer horizontal. Malam itu, garis-garis kuning senada hanya berjalan di tepi-tepi atap dan samping rumah, kubah, kerucut menara, dan jendela-jendela Colosseum Roma

Lalu mendadak suasana yang tampak tenang itu berubah mencekam. Sesosok bayangan rangka dinosaurus yang berjalan dengan dua kaki belakang melintas di wajah kota. Tubuhnya menjulang ke langit hingga kedua kaki depannya setinggi posisi bulan. 

Begitulah ekspresi seniman Italia, Enzo Cucchi, menggambarkan ibukota negaranya. Gambar grafis berjudul Roma buatan 1991 itu dicetak di atas kertas 136 x 261 sentimeter. Pada seri karya lain bertajuk La Lupa di Roma (Serigala Roma) I-III, Cucchi menampilkan kuburan dan tengkorak-tengkorak hewan dengan gaya agak abstrak.

Selain itu, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Jawa Barat, sepanjang 29 Mei-22 Juni mendatang memamerkan 25 seni grafis, di antaranya karya Francesco Clemente dan Julian Schnabel. Bertajuk The Doublefold Dream of Art: 2 RC Between the Artist and Artificer, pameran di Selasar itu khusus menampilkan sebagian karya seniman grafis dunia yang pernah menghidupkan semangat transavant-garde. 

Di Indonesia, aliran yang hampir mirip transavant-garde itu berkembang dengan istilah narasi tradisi. Misalnya, beberapa pelukis kontemporer mengambil seni dari Aceh. Bedanya, seniman
Indonesia tak pernah menyatakan sebagai avant-garde (garda depan), pihak yang mendahului masyarakat tentang pengertian karya seninya.

Dalam pameran hasil kerja sama dengan Kedutaan Besar Italia, Kamar Dagang Italia, serta Pusat Kebudayaan Italia itu, karya grafis yang terpajang merupakan salinan dari karya asli. Catatan dengan pensil yang hampir tak terlihat di pojok bawah seluruh gambar menunjukkan karya itu telah digandakan belasan hingga puluhan kali.


Hebatnya, pencetakan ulang 25 gambar grafis oleh perusahaan 2 RC milik Valter dan Eleonora Rossi di Roma, Italia, itu hasilnya sangat mirip aslinya. Untuk sedikit membuka rahasia tersebut, dua lempeng pelat cetakan ikut pula ditempelkan pada dinding Galeri B Selasar. Letaknya berdekatan dengan gambar berjudul Imagine Oscura karya Enzo Cucchi dan Friendship buatan Francesco Clemente.


Di Italia, penggandaan seni grafis oleh mesin cetak khusus itu merupakan hal yang lazim. Kemajuan teknologinya memungkinkan mesin dan para pembuatnya tak hanya akurat menyalin ulang pewarnaan dan garis, tapi juga motif terperinci gambar, seperti pada karya seri Julian Schnabel berjudul Pandora dan Flamingo. Lekuk embos, sobekan, serta lubang-lubang pada kertas karya pun bisa dibuat mudah.

(sumber: Kedubes Italia)

Anyaman

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 02 Juni 2010 | Juni 02, 2010


di antara anyaman 
lamunan 
sesederhana sajakku 
tidurmu pernah di atas tikar pandan.
sebersahaja meja makan 
lentik jari tanganmu menyuapi mulutku. 
 ingin pulang dan 
rebah tubuhku 
mencuci kakimu,
ibu,
aku dianyam ingatan
diayun rindu
sepanjang jalan. 

makassar,  2004


(sebuah sajak lawas buat ibu)

Batu Ketapel Penyair Palestina

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 01 Juni 2010 | Juni 01, 2010


Puisi-puisi yang ditulis untuk Palestina bisa diibaratkan sebagai batu-batu ketapel intifada. Penyair Palestina  bernama Izzuddin Al-Munashirah, menulis puisi, "Kau tahu kemana aku pergi jika malam tiba?

Tahukah kau kemana? Ke kedai kopi yang dari dinding-dindingnya kuteguk kesedihan. Akan tetapi kedai kopi itu dekat Ra'sul Husein. Aku berdoa untuk Husein as, semoga bergembira dengan nyanyian tangan-tangannya. Kami adalah para tetangga Husein."
Penyair Palestina lainnya, Mahmud Darwish, dalam puisinya, berbicara kepada tanah airnya, Palestina, ia mengatakan, "Ketika aku memandangmu, aku menyaksikan Karbala......"

Palestina, negeri tempat kiblat pertama umat Islam, tanah air suci agama-agama tauhid, kampung halaman bagi perjuangan, heroisme dan kesyahidan. Konspirasi penjajahan negeri ini telah dimulai sejak awal abad ke-19 Masehi, oleh Inggris dan Perancis yang berniat memecah belah imperium Utsmani. Saat itu kaum zionis tengah berusaha membangun pemerintahan di tanah Palestina dengan penduduk Yahudi. Di masa Perang Dunia I, berkat usaha kaum zionis, Balfour, Menlu Inggris saat itu, melalui sebuah deklarasi, menjanjikan penciptaan sebuah pemerintahan merdeka Yahudi di Palestina.

Syair adalah pembela pertama heroisme bangsa Palestina dan memberikan jiwa dan semangat juang yang tinggi di dada para pembela tanah air. Salah satu  syair  dari Palestina berikut ini dapat melukiskan  jiwa mereka.


*****
Engkau dukaku, dan kaulah sukaku
Engkau pelangiku dan kaulah luka di hatiku
Engkau pun kemerdekaanku dan engkau pun penjaraku
Engkaulah mitos

Engkau tanah, mereka menciptakan aku dengannya
Dengan semua lukamu, engkau milikku
Tiap lukamu adalah kebun
Engkau mentariku yang telah terbenam
Engkau malam, tapi terang, menyala.
Engkau kematianku dan engkau kehidupanku


Bagi para penyair yang terusir dari kampung halaman, cinta tanah air dapat ditemukan dalam kerinduan mereka untuk kembali ke negeri mereka. Dalam puisidi atas yang ditulis Mahmud Darwish, penyair Palestina mendendangkan lagu kerinduannya kepada kampung halaman. Mempelajari syair-syair yang selama 60 tahun lalu diciptakan berkenaan dengan berbagai peristiwa di negeri ini, menunjukkan telah ditemukannya obyek-obyek baru dalam kumpulan karya sastra di dunia. Empat obyek utama syair-syair ini ialah: para pengungsi Arab palestina; kerinduan pulang kampung; pengalaman pahit kegagalan susul menyusul karena pengkhianatan orang-orang tertentu dan beberapa pemerintahan di kawasan; serta masalah para pejuang yang siap berkorban dan syuhada.

Khaled Sulaiman, dalam buku "Palestina dan Syair Arab Kontemporer" menulis, "Pada umumnya para penyair Arab merefleksikan keyakinan umum bahwa kesengsaraan bangsa Palestina adalah dikarenakan ketidakpedulian para pemimpin Arab terhadap kondisi rakyat Palestina yang terusir. Mayoritas penyair dari Sudan, Lebanon, Tunis, Irak, dan para penyair Palestina sendiri, dalam syair-syair mereka, mengungkapkan kritik-kritik mereka kepada para pemimpin Arab.

Rakyat  Palestina semakin memperluas perhatian mereka kepada nilai-nilai Islam dan bahwa agama suci ini adalah agama pembebas. Dalam hal ini, menyusul kegagalan perundingan-perundingan damai antara Arab dan rezim zionis, di tahun 2000 kebangkitan atau intifada Masjid Al-Aqsha lahir, dan berlanjut dengan perjuangan dan jihad para pahlawan Palestina. Bahu-membahu dengan semua fenomena tersebut, dunia seni dan sastra juga menyambut dan ikut mendorong semangat juang dan heroisme. Untuk itu syair Palestina dewasa ini, adalah syair yang berbaur dengan semangat juang.

Perkembangan-perkembangan seperti ini dalam syair kontemporer para penyair Palestina, jelas merupakan lompatan besar yang membuktikan pemahaman dan pengagungan kebudayaan mati syahid, dan menandakan adanya perhatian yang lebih besar dari para penyair ini kepada ajaran-ajaran Islam. Batu-batu ketapel para penyair Palestina akan tetap melesat untuk kerinduan kampung halaman. Untuk sebuah kemerdekaan.

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday