Bukan hanya sebagai negerinya pantun, Indonesia juga negerinya mantra. Penyair mantra, Sutardji Calzoum Bachri adalah salah satu nama yang paling akrab dengan wilayah itu. Bahkan dalam salah satu kalimat dalam "Kredo Puisi" nya yang terkenal Sutardji mengatakan, "Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah Kata. Dan kata pertama adalah mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera."

Dalam Bahasa Sansekerta mantra atau mantera berarti pesona. Di pesisir timur Sumatra Utara yang didiami orang kampong dikenal beratus-ratus mantra yang dipergunakan untuk pengobatan atau kegiatan harian lainnya.
Dari beratus mantra inipun seluruhnya berbentuk puisi yang mempunyai kekuatan. Puisi mantra ini diciptakan langsung oleh "mambang", "jembalang". Misalnya penggalan mantra yang digunakan mambang laut agar nelayan tetap sehat dan tangkapan ikannya melimpah:
Assalamualaikum/ Aku kirim salam kepada jin tanah/ Aku tahu asalmu/ Kau keluar dari air ketuban/ Bukan aku melepas bala mustaka/ Sang Kaka Sang kipat/ Melepas bala mustaka
Atau mantra untuk penawar bila orang yang tersengat racun hewan:
Aku tahu asal mulamu/ Bisa darah haid siti hawa/ Surga akan tempatmu/ Cabut bisamu/ Naikkan bisa tawarku
Oleh Sapardi Djoko Damono, dalam bukunya "Mantra Orang Jawa" mantra-mantra orang Jawa ini dituliskan kembali menjadi puisi-puisi. Ini adalah wilayah eksplorasi kreativitas Sapardi di mana semua mantra-mantra ini dihadirkan kembali dalam bentuk kemasan puisi.
Beberapa puisi yang dikemas Djoko Damono, seperti berikut ini:
Di masyarakat Batak, mantra disebut Tabas, yang bermakna luas sebagai permohonan. Tabas-pun berbentuk bait-bait puisi (umpasa).
Di dalam masyarakat Jawa. mantra dipercaya mengandung kekuatan dan semangat supranatural. Ronggowarsito, misalnya, dalam kesusastraan Jawa di abad 19 cukup banyak menulis mantra dari tradisi lisan (tutur) yang ada di masyarakat Jawa. Bahkan mantra juga digunakan sebagai alat untuk menyebarkan agama Islam karena orang Jawa pada waktu itu tidak lazim membaca teks kitab agama, sehingga agama diajarkan menggunakan tembang, kidung, atau kesenian rakyat seperti wayang kulit, ludruk, ketoprak, dan lain sebagainya, dalam hal ini mantra juga disisipi ajaran agama.
Assalamualaikum/ Aku kirim salam kepada jin tanah/ Aku tahu asalmu/ Kau keluar dari air ketuban/ Bukan aku melepas bala mustaka/ Sang Kaka Sang kipat/ Melepas bala mustaka
Atau mantra untuk penawar bila orang yang tersengat racun hewan:
Aku tahu asal mulamu/ Bisa darah haid siti hawa/ Surga akan tempatmu/ Cabut bisamu/ Naikkan bisa tawarku
Oleh Sapardi Djoko Damono, dalam bukunya "Mantra Orang Jawa" mantra-mantra orang Jawa ini dituliskan kembali menjadi puisi-puisi. Ini adalah wilayah eksplorasi kreativitas Sapardi di mana semua mantra-mantra ini dihadirkan kembali dalam bentuk kemasan puisi.
Beberapa puisi yang dikemas Djoko Damono, seperti berikut ini:
BISMILLAH
Bis: kulit
Mil: daging
Lah: tulang
Alrahman
Alrahim:
sepasang mata
kiri dan kanan
DEFINISI
Ashadu: rasa pun turun
Ilaha: hakikat rasa
Illalah: rasa pun menyawa
Mohammad sebagai ujud
Allah hakikat hidupBis: kulit
Mil: daging
Lah: tulang
Alrahman
Alrahim:
sepasang mata
kiri dan kanan
DEFINISI
Ashadu: rasa pun turun
Ilaha: hakikat rasa
Illalah: rasa pun menyawa
Mohammad sebagai ujud
Di masyarakat Batak, mantra disebut Tabas, yang bermakna luas sebagai permohonan. Tabas-pun berbentuk bait-bait puisi (umpasa).
Di dalam masyarakat Jawa. mantra dipercaya mengandung kekuatan dan semangat supranatural. Ronggowarsito, misalnya, dalam kesusastraan Jawa di abad 19 cukup banyak menulis mantra dari tradisi lisan (tutur) yang ada di masyarakat Jawa. Bahkan mantra juga digunakan sebagai alat untuk menyebarkan agama Islam karena orang Jawa pada waktu itu tidak lazim membaca teks kitab agama, sehingga agama diajarkan menggunakan tembang, kidung, atau kesenian rakyat seperti wayang kulit, ludruk, ketoprak, dan lain sebagainya, dalam hal ini mantra juga disisipi ajaran agama.
Jadi Sutardji Calzoum Bachri termasuk penyair mantra ya..?
BalasHapusAku suka karyanya dan yang paling aku ingat adalah puisinya yang berbunyi :
sepi saupa
sepo saupi
sepi sapa
sepi sapi
hehehe... moga2 gak salah ingat Bang... :)
Sapardi Djoko Damono, biasanya aku menyingkatnya menjadi Sapardi. Makanya rada aneh bagiku karena Bang Ivan menyingkatnya menjadi Djoko Damono... hehehe
BalasHapusmungkin di kajang banyak juga ya van mantra seperti itu
BalasHapus