Home » » Puisi yang Subversif

Puisi yang Subversif

Posted By Alfian Nawawi on Kamis, 14 November 2019 | November 14, 2019

Banyak puisi ditulis oleh para penyair tanpa niat untuk melakukan pemberontakan. Puisi di bawah ini bisa jadi contoh sebuah puisi yang tergolong “subversif.” Penyairnya bisa ditangkap karena “nyinyir” terhadap penguasa. Penulisnya anonim.


Dilarang Berlebihan

dilarang berlebihan di negerimu sendiri
jika kakek nenekmu di masa silam mengangkat senjata melawan penjajah 
maka hari ini kamu dilarang turun ke jalan memprotes apapun
sangat berlebihan jika kamu mengikuti jejak kakek nenekmu merebut kemerdekaan
meskipun yang kamu perjuangkan adalah kemerdekaan dari  penjajahan oleh bangsa sendiri

jika bibimu tukang sayur
pamanmu penjual ikan
ibumu penjual cendol
ayahmu pegawai negeri 
maka kepalamu boleh dipukul dengan popor senapan 
tubuhmu boleh ditembus peluru tajam
senapan dan peluru yang dibeli dari hasil pajak
yang salah satu sumbernya adalah retribusi yang dipungut dari hasil jualan sayur bibimu,
ikan pamanmu, cendol ibumu, dan pajak penghasian dari gaji ayahmu
kalau para maling berkongkalikong mengubah aturan-aturan agar mereka bisa semakin leluasa merampok negerimu
maka kamu tidak boleh memprotes
cukup di rumah saja main game online
karena game online katanya termasuk olahraga, kata paman dari seorang kawan yang tempo hari menang pilkades.
tidak usah turun ke jalan dan nyinyir di medsos
cukup beritikaf di masjid
namun semoga dalam itikaf kamu memperoleh ilmu baru
bahwa jika agamamu hanya berisi ibadah melulu
maka rasulmu tidak pernah turun ke medan tempur membela agamanya.
tidak usah nyinyir
kamu akan diincar
sebagaimana nabi musa yang menyampaikan risalah kebenaran di hadapan fir’aun
lalu diburu sampai ke tepi laut merah

dilarang berlebihan di negerimu sendiri
sangat berlebihan jika kamu suka nyinyir
cukuplah menikmati barang-barang impor
itu sudah cukup
yang punya hak untuk berlebihan adalah mereka 
yang mengeluarkan aturan-aturan
yang mengatur pengeluaran-pengeluaran
yang mengeluarkan pemasukan-pemasukan
yang memasukkan pengeluaran-pegeluaran.

Tanah Airmata, 2019



Presiden Amerika Serikat, John. F. Kennedy konon pernah berkata, “Saya lebih takut kepada sebuah puisi dibandingkan satu batalion tentara musuh.”

Ketika satu puisi saja bisa dituding subversif maka siapakah lagi yang akan menjadi penyeimbang di luar lingkaran kekuasaan? Oposisi?

Hari ini ketika nyaris semua parpol dan elit politiknya bersekutu dengan kubu pemerintah maka siapakah lagi yang akan diharapkan menjadi oposisi sejati? Dalam hal ini yang dimaksud tentu saja adalah oposisi yang menjadi bagian dari sistem: oposisi di dalam parlemen. Jangan-jangan mereka memilih oposisi sesaat hanya karena kecewa tidak mendapatkan jatah menteri, misalnya?

Banyak pula yang masih menaruh harapan kepada gerakan mahasiswa meskipun mahasiswa berada di luar lingkaran sistem yang ada. Dan sejarah mencatat, beberapa kali aksi turun ke jalan oleh mahasiswa yang dibantu pelajar STM toh harus selalu berakhir dengan sikap represif aparat. Sikap represif ini dipandang sebagai representasi sikap rezim.
Banyak pula yang masih mengandalkan pada kekuatan media sosial untuk mengkonsolidasikan opini dan aksi publik. Nyatanya banyak netizen yang harus diseret ke muka hukum akibat “perlawanannya” di media sosial.

Lantas siapa lagi yang akan bisa dianggap sebagai barisan oposisi yang sejati? Ulama? Ulama yang paling pemberani saja dikriminalisasi sampai harus hijrah keluar Indonesia. Ulama yang tidak sekubu mereka persekusi di mana-mana. Mahasiswa berdemo mereka halau dengan tembakan peluru dan gas airmata. Para sastrawan dan penulis? Mereka tidak bisa diharapkan terlalu jauh. Karya mereka sewaktu-waktu bisa dituding subversif. 

Pada dasarnya rakyat sudah tidak sepenuhnya lagi percaya terhadap partai-partai oposisi. Hari ini mereka mungkin adalah oposisi, besok mereka bisa berubah begitu saja. 
Di hari-hari ini kita harus hati-hati menulis puisi meskipun sedang jatuh cinta.

Pustaka RumPut, 29 Oktober 2019

Share this article :
Komentar

0 apresiator:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday