Home » » Pasang ri Kajang, dari Sebuah Telusur Kecil

Pasang ri Kajang, dari Sebuah Telusur Kecil

Posted By Redaksi on Sabtu, 08 Agustus 2020 | Agustus 08, 2020

Sejak dahulu komunitas adat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan menganut suatu pedoman hidup yang disebut Pasang. Pasang Ri Kajang adalah suatu ungkapan yang dikomunikasikan dalam bahasa Konjo. Bahasa Konjo adalah bahasa sehari-hari penduduk Kabupaten Bulukumba di bagian timur. Sebahagian kecil lainnya di bagian barat. Bahasa Konjo berada dalam wilayah rumpun Bahasa Makassar.  

Satu-satunya padanan kata "Pasang" dalam Bahasa Indonesia hanya dapat kita temukan jika merujuk pada kata atau makna "pesan" atau "amanat". Namun makna kata "Pasang" atau "Pappasang" sesungguhnya jauh lebih kompleks. Lebih dari sekadar bermakna "Pesan, Amanat atau Ajaran di Kajang."

Dengan tata bahasa yang disublimasi secara apik serta memuat kandungan yang memungkinkan multi-interpretasi, maka Pasang Ri Kajang jelas merupakan salah satu bentuk sastra yang purba di nusantara. Sebagaimana mantra misalnya, sejak dahulu Pasang Ri Kajang berada dalam wilayah sastra tutur, sastra lisan, dan semacamnya.

Pasang ri Kajang berisi ratusan pasal teks lisan berupa sumber nilai dan pesan leluhur. Dari sekian banyak pasal tersebut, ada sekitar 20-an pasal diantaranya berisi tentang sistem pengelolaan Iingkungan. Walaupun butir Pasang tersebut hanya berupa pesan lisan namun dapat disebut sebagai suatu kearifan lingkungan. Di dalam Pasang tercakup aturan untuk menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya dan aturan tesebut ditaati sejak leluhur mereka.

Isi Pasang meliputi berbagai materi yang merujuk kepada amanah, tuntunan atau wasiat maupun ajaran. Semua isi dan kandungan Pasang merupakan nilai budaya dan nilai sosial bagi komunitas adat Ammatoa. Semua kegiatan yang merupakan umpan balik dari tuntunan tersebut, pelaksanaannya diawasi langsung oleh Amma Toa, selaku pemimpin. Pelaksanaan Pasang telah menjadi suatu tradisi yang melembaga dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Wujud Pasang sesungguhnya merupakan himpunan dari seluruh pengetahuan dan pengalaman masa lampau. Cakupannya sangat luas yakni seluruh aspek kehidupan dari leluhur komunitas Amma Toa. Bahkan Pasang dapat dianggap sebagai payung hukum adat yang selama ini dihormati dan dijunjung tinggi.

Rupanya materi Pasang bukan hanya pada verbal, tapi juga bersifat faktual. Ia meliputi perbuatan dan tingkah laku. Maka Pasang kemudian bisa disebut sebagai rujukan dan himpunan dari sejumlah sistem. Ia merupakan konstitusi sekaligus norma. Cakupan dari sejumlah sistem dan sejumlah norma tersebut meliputi sistem kepercayaan, sistem ritus dan sejumlah norma sosial lainnya. 

Sebagai sistem ritus, Pasang dan ajarannya mengatur tata peribadatan manusia kepada yang dianggap mutlak (oleh mereka disebut Tu’ Rie’ A’ra’na). Selanjutnya Pasang merupakan suatu sistem norma atau kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya. Seluruh isi dan makna Pasang tersebut diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem pewarisan itu, melalui penuturan lisan dalam bentuk ungkapan atau cerita-cerita lisan (Folklore). Tak satu butir Pasang pun yang diamanahkan dalam bentuk tulisan. Bagi komunitas adat Ammatoa sebagai pemilik, sangat dipantangkan untuk menulis materi/butir Pasang.

Sejarah dan latar belakang Pasang  serta sejarah komunitas pemiliknya, sampai sekarang masih tetap menjadi tanda tanya. Apa yang diungkapkan tentang kehidupan komunitas adat Amma Toa  dan Pasang, itu bersumber dari penuturan para pemangku adat. Penuturan tentang Pasang itu sendiri, teraktualisasikan dalam bentuk cerita dan ungkapan tradisional, sehingga latar belakang Pasang itu diperoleh dari cerita-cerita lisan. Cerita lisan tersebut berbentuk mitos dan ungkapan-ungkapan yang menyebut tentang Pasang dan komunitas adat Amma Toa.

Komunitas adat Amma Toa Kajang yakin, bahwa Pasang sebenarnya berasal dari suatu wujud yang mutlak di luar manusia. Dari Amma Toa pertama Pasang tersebut di amanahkan/dipindahkan kepada penggatinya. Selanjutnya Pasang tersebut di wariskan kepada generasi berikutnya dan seterusnya hingga generasi sekarang.

Tidak diketahui dengan pasti kapan Pasang itu diterima oleh Amma Toa pertama. Hal ini disebabkan karena ungkapan dan cerita lisan tersebut tidak menyebutkan angka tahun. Namun berdasarkan  beberapa sumber yang berasal dari pengakuan Amma Toa yang bernama Puto Palasa yang merupakan Amma Toa Ke- XVI. Dari pengakuan itu, dapat diduga dengan mengadakan perhitungan bahwa setiap Amma Toa berkuasa sepanjang usianya. Dengan asumsi bahwa Amma Toa memegang pimpinan adat ± 30 tahun, sehingga diperkirakan pemerintahan Amma Toa pertama sekitar 480 tahun yang lalu, atau sekitar tahun 1500 M. Pada masa tersebut di Sulawesi Selatan, dikenal sebagai abad pemerintahan To Manurung, seperti raja-raja pertama pada kerajaan Bugis-Makassar.

Pasang Ri Kajang berisi ratusan pasal teks lisan berupa sumber nilai dan pesan leluhur. Dari sekian banyak materi Pasang itu berikut ini penulis sajikan beberapa butir yang diolah dari berbagai sumber.


Pasang Sebagai Sistem Nilai

Pasang sebagai kumpulan pesan-pesan, petuah, petunjuk dan aturan bagi manusia (komunitas Ammatoa) maka  Pasang berisi sejumlah materi pedoman tentang bagaimana memposisikan diri agar terjalin harmonisasi antara manusia-alam-Tuhan. Pasang merupakan sistem nilai yang menjadi pedoman tertinggi bagi komunitas Ammatoa, bagaimana seseorang menempatkan dirinya. Penempatan diri dimaksud ialah yang paling bernilai dalam kehidupan, baik yang berorientasi keduniaan maupun keakheratan.

Kedudukan Pasang yang sedemikian tinggi ini, disebabkan isi yang dipasangkan sudah tertata sedemikian rupa sejak  mula Tau (Manusia Pertama). Menurut paham kepercayaan Patuntung, Mula Tau (Ammatoa) sekaligus pula sebagai “WakilTu Rie A’ra’na (wakil yang berkehendak), di bumi. Dalam perjalanannya dari generasi ke generasi. Pasang mendapat penambahan-penambahan melalui orang-orang yang mendapat ilham dari Tu Rie’ A’ra’na. Jadi, isi Pasang adalah gagasan ke “ilahian Tu Rie’ A’ra’n disampaikan kepada manusia melalui orang pilihan Nya.

Dalam perjalanannya isi Pasang mengandung dua fungsi, yaitu sebagai sistem nilai budaya, dan yang kedua ialah sebagai sistem nilai kepercayaan. Sebagai sistem nilai budaya, Pasang menciptakan peran (sikap dan kelakuan) komunitas didalam bermasyarakat dan menghadapi lingkungannya. Adapun peran/fungsi Pasang sebagai sistem nilai kepercayaan/spiritual, Pasang melahirkan sikap mental komunitas terhadap kekuatan diluar dirinya. Kedua bentukan nilai dalam Pasang dilandasi oleh semangat Kamase-mase, yaitu hidup apa adanya dan berserah diri kepada Tu Rie’ A’ra’na (“Tuhan”).

Ide-ide spiritual untuk tujuan keduniaan, membentuk pola hidup Akkamase-mase seperti disebutkan di atas. Sedang untuk tujuan keakheratan melalui kepercayaan Patuntung, membentuk keyakinan adanya kehidupan yang kekal sesudah berakhirnya kehidupan dunia yang fana ini.

Menurut Pasang, Inne linoa pammari-mariangji, Ahera pammantangngang kara’ra’kang (satuli-tuli). Artinya : “Dunia ini hanya tempat persinggahan, hari kemudian adalah kehidupan yang kekal abadi.”

 

Materi Pasang 
 
Pasang Sehubungan dengan “Religi Ketuhanan”, dapat ditelusuri pada beberapa Pasang berikut ini:
 
Anne Linoa pammari mariangji ahera pammantangang satuli-tuli. Artinya “ Dunia ini hanya terminal sementara, akhiratlah tempat yang abadi,
 
Tu Rie’ A’ra’na ammantangi ri pangnga’rakanna artinya “Tu Rie’ A’ra’na (Tuhan) berbuat sesuai kehendaknya.
 
Abboyaku Suruga narie’ nuerang mange riahera, napunna naraka nuhoja, naraka to nuerang mange konjo.    Artinya “Carilah surga (semasa tinggal di dunia), sebab kalau neraka yang engkau cari neraka juga yang  kau bawa ke akhirat”.                      
 
Anre nissei rie’na anre’na Tu Rie’ A’ra’na nakipala doang.Pada to’ji pole natarimana pa’nganrota iya toje’na artinya “ Tidak diketahui dimana adanya “Tuhan”, tetapi kita minta do’a kepadanya. Diterima atau ditolak permohonan kita tergantung dari ketentuannya. 
 
Butir Pasang tersebut di atas mengandung ajaran tentang religi atau Ketuhanan, yang bermakna harus melakukan perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya. Manusia juga harus berusaha mencari nilai kebajikan demi kehidupan di hari kemudian. Sekalipun komunitas Amma Toa tidak melaksanakan syariat Islam, tetapi sikap pengamalan Pasang ini adalah perbuatan luhur sesuai ajaran Patuntung.
 
 
Pasang sehubungan dengan kehidupan dan kemasyarakatan
 
Ako naha-nahai lanupunnai numaeng taua napattiki songo’ artinya “ Jangan berniat memiliki sesuatu yang berasal dari tetesan keringat orang lain”. Ini merupakan nasehat agar jangan mengambil hak orang lain.
 
Ako appadai tummue parring artinya “ jangan seperti orang membelah bambu. Ini bermakna anjuran untuk berlaku adil.
 
Ako kalangnge-langngere, ako kaitte-itte, ako katappa-tappa, rikarambu lalang riasu timuang. Artinya “jangan sebarang mendengar, jangan sembarang melihat, jangan sembarang percaya kepada anjing yang melolong”. Pesan ini mengandung makna jangan mudah terpengaruh oleh pendengaran dan penglihatan. Harus ada filter untuk menyaring pengaruh / budaya yang belum tentu sesuai dengan kepribadian bangsa.
 
A’lemo sibatu A’ bulo sibatang. Artinya “ Bersatu bagai limau, seiring sejalan bagai air dalam pembuluh”. Pasang Ini mengandung makna pentingnya persatuan dan kesatuan. Tallasa tuna kamase-mase Artinya “ Hidup sederhana dan bersahajaa. Ini merupakan prinsip hidup komunitas Amma Toa, agar manusia hidup sederhana atau secukupnya. Alasannya manusia yang materialistis dapat terjerumus dalam perbuatan dosa.
 
Ako allingkai batang artinya “ Jangan melangkahi kayu  yang sudah roboh. Ini bermakna larangan melakukan pelanggaran yang disengaja. Katutui rie’nu rigentengan tabattuna palaraya. Artinya “Jagalah harta milikmu sebelum tiba masa paceklik. Ini merupakan anjuran untuk berhemat. 
 
Butir Pasang di atas, menganjurkan masyarakat agar selalu berbudi luhur, menghargai hak orang lain, dan berlaku adil. Bagi orang Kajang berlaku adil adalah prinsip, termasuk penguasa. Dahulu keadilan dan kejujuran menjadi salah salah satu materi sumpah oleh Karaeng (Raja / Camat) pada saat pelantikan. Pasang tersebut di atas juga memberikan tuntunan melakukan kebajikan, berlaku hemat sebagai pola hidup. Hidup boros dan meterialis dapat menjerumusakan orang pada perbuatan negatif. Juga Pasang mengingatkan untuk tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang belum jelas, serta menganjurkan persatuan.

 

Pasang sehubungan dengan pemerintahan 
 
Bola-bola pa’lettekang, baju-baju pasampeang, petta kalennu kamaseang kolantu’nu, naiya kala’biranga a’lele cera’ minto’i. Artinya “ Rumah-rumah dapat dipindahkan, baju-baju dapat ditanggalkan, jaga dirimu kasihani lututmu, yang dikatakan kekuasaan mengalir bagai darah. Pasang ini memberikan peringatan kepada pemimpin, bahwa kekuasaan itu tidak selamanya dimiliki. Kekuasaan itu akan berpindah seperti darah yang mengalir dalam tubuh. Ini merupakan anjuran kepada pemegang kekuasaan agar selalu melaksanakan amanah.
 
Lambusu’nuji nukaraeng, gattannuji nu ada’, sa’bara’nuji nu guru, pisonanuji nu sanro. Artinya, karena jujur engkau menjadi pemerintah, karena tegas engkau menjadi adat, karena sabar engkau menjadi guru, karena pasrah engkau menjadi dukun. Pasang ini bermakna bahwa seseorang yang memegang jabatan harus memiliki sifat, yaitu jujur, tegas, sabar, dan pasrah.
 
 
Pasang sehubungan dengan pelestarian alam (hutan) 
 
Nipanjari inne linoa lollong bonena, lani pakkegunai risikonjo tummantanga ribahonna linoa.Mingka u’rangi toi ampallarroi linoa rikau tala rie’ lana pangngu’rangiang. Artinya dijadikan bumi ini beserta isinya untuk dimanfaatkan oleh manusia. Tetapi perlu diingat apabila bumi marah kepada  engkau, tidak ada yang dapat mencegahnya. Pasang ini mengandung makna bahwa manusia dilarang mengeksploitasi alam secara berlebihan, sebab dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Apabila alam murka, tidak dapat dicegah atau dihindari.
 
Nikasipalliangngi ammanra’-manraki borong. Artinya, dipantangkan merusak hutan. Pasang ini bersifat anjuran untuk pelestarian alam, dan jangan merusak hutan. 
 
Ako annatta’uhe, attuha kaloro. Artinya, jangan memotong rotan dan meracuni sungai. Ini merupakan anjuran yang berkaitan dengan pelestarian hutan dan lingkungan hidup serta menjaga ekosistem alam. 
 
Materi atau butir Pasang tersebut di atas, hanya sebagian kecil dari keseluruhan ajaran yang dipedomani komunitas adat Ammatoa. 
 
Menggeneralisir Pasang ri Kajang, maka kita bisa menemukan bahwa himpunan tutur penuh makna itu merupakan suatu sumber nilai atau budaya yang berisi tuntunan hidup komunitas adat Ammatoa. Tuntunan hidup yang menyangkut semua aspek kehidupan dalam komunitasnya, yaitu sistem reiligi, masalah sosial, termasuk hubungan manusia dengan Iingkungannya.(*) 
 
Referensi:
    Kaimuddin Salle. 2008. “Kebijakan Lingkungan menurut Pasang”.  Makalah. 
    Marwan Azis. 2008. “Pesan Lestari dari Negeri Ammatoa”.  Makalah.   
    Hasanuddin. 2005. ”Spektrum Sejarah Budaya dan Tradisi Bulukumba”.  Lephas. 
    Yusuf Akib. 2008.  “Ammatoa Komunitas Berbaju Hitam” . Pustaka Refleksi. 
    Mas Alim Katu. 2005. “ Tasauf Kajang”.  Lephas.
    Muhammad Arief Saenong. 2013. "Komunitas Ammatoa dan Pasang ri Kajang". Makalah.

 

Editor: Alfian Nawawi
Share this article :
Komentar

0 apresiator:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday