Sejak dahulu komunitas adat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan menganut suatu pedoman hidup yang disebut Pasang. Pasang Ri Kajang adalah suatu ungkapan yang dikomunikasikan dalam bahasa Konjo. Bahasa Konjo adalah bahasa sehari-hari penduduk Kabupaten Bulukumba di bagian timur. Sebahagian kecil lainnya di bagian barat. Bahasa Konjo berada dalam wilayah rumpun Bahasa Makassar.
Satu-satunya padanan kata "Pasang" dalam Bahasa Indonesia hanya dapat kita temukan jika merujuk pada kata atau makna "pesan" atau "amanat". Namun makna kata "Pasang" atau "Pappasang" sesungguhnya jauh lebih kompleks. Lebih dari sekadar bermakna "Pesan, Amanat atau Ajaran di Kajang."
Dengan tata bahasa yang disublimasi secara apik serta memuat kandungan yang memungkinkan multi-interpretasi, maka Pasang Ri Kajang jelas merupakan salah satu bentuk sastra yang purba di nusantara. Sebagaimana mantra misalnya, sejak dahulu Pasang Ri Kajang berada dalam wilayah sastra tutur, sastra lisan, dan semacamnya.
Pasang ri Kajang berisi ratusan pasal teks lisan berupa sumber nilai dan pesan leluhur. Dari sekian banyak pasal tersebut, ada sekitar 20-an pasal diantaranya berisi tentang sistem pengelolaan Iingkungan. Walaupun butir Pasang tersebut hanya berupa pesan lisan namun dapat disebut sebagai suatu kearifan lingkungan. Di dalam Pasang tercakup aturan untuk menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya dan aturan tesebut ditaati sejak leluhur mereka.
Isi Pasang meliputi berbagai materi yang merujuk kepada amanah, tuntunan atau wasiat maupun ajaran. Semua isi dan kandungan Pasang merupakan nilai budaya dan nilai sosial bagi komunitas adat Ammatoa. Semua kegiatan yang merupakan umpan balik dari tuntunan tersebut, pelaksanaannya diawasi langsung oleh Amma Toa, selaku pemimpin. Pelaksanaan Pasang telah menjadi suatu tradisi yang melembaga dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Wujud Pasang sesungguhnya merupakan himpunan dari seluruh pengetahuan dan pengalaman masa lampau. Cakupannya sangat luas yakni seluruh aspek kehidupan dari leluhur komunitas Amma Toa. Bahkan Pasang dapat dianggap sebagai payung hukum adat yang selama ini dihormati dan dijunjung tinggi.
Rupanya materi Pasang bukan hanya pada verbal, tapi juga bersifat faktual. Ia meliputi perbuatan dan tingkah laku. Maka Pasang kemudian bisa disebut sebagai rujukan dan himpunan dari sejumlah sistem. Ia merupakan konstitusi sekaligus norma. Cakupan dari sejumlah sistem dan sejumlah norma tersebut meliputi sistem kepercayaan, sistem ritus dan sejumlah norma sosial lainnya.
Sebagai sistem ritus, Pasang dan ajarannya mengatur tata peribadatan manusia kepada yang dianggap mutlak (oleh mereka disebut Tu’ Rie’ A’ra’na). Selanjutnya Pasang merupakan suatu sistem norma atau kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya. Seluruh isi dan makna Pasang tersebut diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem pewarisan itu, melalui penuturan lisan dalam bentuk ungkapan atau cerita-cerita lisan (Folklore). Tak satu butir Pasang pun yang diamanahkan dalam bentuk tulisan. Bagi komunitas adat Ammatoa sebagai pemilik, sangat dipantangkan untuk menulis materi/butir Pasang.
Sejarah dan latar belakang Pasang serta sejarah komunitas pemiliknya, sampai sekarang masih tetap menjadi tanda tanya. Apa yang diungkapkan tentang kehidupan komunitas adat Amma Toa dan Pasang, itu bersumber dari penuturan para pemangku adat. Penuturan tentang Pasang itu sendiri, teraktualisasikan dalam bentuk cerita dan ungkapan tradisional, sehingga latar belakang Pasang itu diperoleh dari cerita-cerita lisan. Cerita lisan tersebut berbentuk mitos dan ungkapan-ungkapan yang menyebut tentang Pasang dan komunitas adat Amma Toa.
Komunitas adat Amma Toa Kajang yakin, bahwa Pasang sebenarnya berasal dari suatu wujud yang mutlak di luar manusia. Dari Amma Toa pertama Pasang tersebut di amanahkan/dipindahkan kepada penggatinya. Selanjutnya Pasang tersebut di wariskan kepada generasi berikutnya dan seterusnya hingga generasi sekarang.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Pasang itu diterima oleh Amma Toa pertama. Hal ini disebabkan karena ungkapan dan cerita lisan tersebut tidak menyebutkan angka tahun. Namun berdasarkan beberapa sumber yang berasal dari pengakuan Amma Toa yang bernama Puto Palasa yang merupakan Amma Toa Ke- XVI. Dari pengakuan itu, dapat diduga dengan mengadakan perhitungan bahwa setiap Amma Toa berkuasa sepanjang usianya. Dengan asumsi bahwa Amma Toa memegang pimpinan adat ± 30 tahun, sehingga diperkirakan pemerintahan Amma Toa pertama sekitar 480 tahun yang lalu, atau sekitar tahun 1500 M. Pada masa tersebut di Sulawesi Selatan, dikenal sebagai abad pemerintahan To Manurung, seperti raja-raja pertama pada kerajaan Bugis-Makassar.
Pasang Ri Kajang berisi ratusan pasal teks lisan berupa sumber nilai dan pesan leluhur. Dari sekian banyak materi Pasang itu berikut ini penulis sajikan beberapa butir yang diolah dari berbagai sumber.
Pasang Sebagai Sistem Nilai
Pasang sebagai kumpulan pesan-pesan, petuah, petunjuk dan aturan bagi manusia (komunitas Ammatoa) maka Pasang berisi sejumlah materi pedoman tentang bagaimana memposisikan diri agar terjalin harmonisasi antara manusia-alam-Tuhan. Pasang merupakan sistem nilai yang menjadi pedoman tertinggi bagi komunitas Ammatoa, bagaimana seseorang menempatkan dirinya. Penempatan diri dimaksud ialah yang paling bernilai dalam kehidupan, baik yang berorientasi keduniaan maupun keakheratan.
Kedudukan Pasang yang sedemikian tinggi ini, disebabkan isi yang dipasangkan sudah tertata sedemikian rupa sejak mula Tau (Manusia Pertama). Menurut paham kepercayaan Patuntung, Mula Tau (Ammatoa) sekaligus pula sebagai “Wakil” Tu Rie A’ra’na (wakil yang berkehendak), di bumi. Dalam perjalanannya dari generasi ke generasi. Pasang mendapat penambahan-penambahan melalui orang-orang yang mendapat ilham dari Tu Rie’ A’ra’na. Jadi, isi Pasang adalah gagasan ke “ilahian” Tu Rie’ A’ra’n disampaikan kepada manusia melalui orang pilihan Nya.
Dalam perjalanannya isi Pasang mengandung dua fungsi, yaitu sebagai sistem nilai budaya, dan yang kedua ialah sebagai sistem nilai kepercayaan. Sebagai sistem nilai budaya, Pasang menciptakan peran (sikap dan kelakuan) komunitas didalam bermasyarakat dan menghadapi lingkungannya. Adapun peran/fungsi Pasang sebagai sistem nilai kepercayaan/spiritual, Pasang melahirkan sikap mental komunitas terhadap kekuatan diluar dirinya. Kedua bentukan nilai dalam Pasang dilandasi oleh semangat Kamase-mase, yaitu hidup apa adanya dan berserah diri kepada Tu Rie’ A’ra’na (“Tuhan”).
Ide-ide spiritual untuk tujuan keduniaan, membentuk pola hidup Akkamase-mase seperti disebutkan di atas. Sedang untuk tujuan keakheratan melalui kepercayaan Patuntung, membentuk keyakinan adanya kehidupan yang kekal sesudah berakhirnya kehidupan dunia yang fana ini.
Menurut Pasang, Inne linoa pammari-mariangji, Ahera pammantangngang kara’ra’kang (satuli-tuli). Artinya : “Dunia ini hanya tempat persinggahan, hari kemudian adalah kehidupan yang kekal abadi.”