Home » » Tunggu Aku, Ukhti

Tunggu Aku, Ukhti

Posted By Redaksi on Minggu, 09 Agustus 2020 | Agustus 09, 2020

 Oleh: Assyifa Barizza

Aku masih terjaga seorang diri di villa ini. Aryan dan Bima sudah terlelap dari sejam yang lalu. Rasa lelah menempuh perjalanan selama lima jam lebih dengan menggunakan motor, membuat keduanya langsung terlelap di bawah buaian desiran angin malam dan suara riak ombak. Ah, aku merasa seperti mendengar suara musik alam. Menenangkan dan bikin jiwa damai.

Dengan gelas kopi di tangan, aku memandang jauh ke pantai. Panorama keindahan alamnya tak berkurang meski malam hari. Perahu nelayan yang bersilewaran, semakin menambah keelokan pantai. Mata seakan enggan berkedip menyaksikan keajaiban alam yang terpapar di depanku. Sungguh Maha Karya Tuhan yang Sempurna.

Pantai Bira yang yang terletak di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan adalah destinasi wisata yang menjadi tujuan kami di liburan semester kali ini. Aryan dan Bima mempunyai hobi diving. Aku sendiri tidak berani untuk menyelam, hanya lebih suka memotret pantai saat senja dan menikmati sunset. Berulangkali Aryan dan Bintang membujuk, aku selalu menolak. Entahlah, aku hanya lebih suka memotret, dari pada menikmati keindahan bawah laut.

"Sekali saja kau mencoba, kau akan ketagihan, Brow," ucap Bintang tempo hari saat berada di Tebing Apparalang, pantai yang tidak jauh letaknya dari tempat kami berada sekarang. Siapa yang tidak mengenal Bulukumba? Tempat wisata dengan pantainya yang terkenal sampai ke manca negara. Pantai Bira yang tidak pernah sepi pengunjung karena pasirnya yang putih, lautnya yang biru dan jernih, serta pemandangan alamnya yang eksotis membuat orang tidak bosan untuk berkunjung. Sekali kita berkunjung ke tempat ini, maka selalu rindu untuk kembali. Begitu pula denganku, selalu rindu untuk datang. Pantai ini, seakan memanggilku untuk ke sini lagi.

"Aku alergi air laut, Brow. Kulitku akan pedih saat bersentuhan dengan air asin," begitu selalu alasanku untuk mengelak dari ajakan mereka yang doyan menikmati pemandangan bawah laut.

Malam yang bertaburan bintang, menciptakan rasa berani untuk melangkahkan kaki di tepi pantai. Terlalu sayang melewatkan malam di tempat ini hanya dengan tidur. Aku pun semakin jauh meninggalkan villa. Berjalan ke tepi pantai, ingin menyaksikan pemandangan laut lebih dekat lagi. Malam adalah waktu yang tepat untuk bercengkrama dengan pantai.

Dari kejauhan, aku mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an. Suaranya sungguh merdu, membuat merinding tubuh ini. Ada kedamaian saat mendengarnya. Perempuan siapa yang membaca kitab suci di jam seperti ini? Rasa penasaran semakin menderaku.

Aku mencoba mencari darimana suara itu berasal. Di gazebo, yang letaknya tidak jauh dari pantai, seorang perempuan dengan menggunakan hijab syar'i yang panjangnya sampai ke pinggang terlena dengan bacaan Al-Qur'an. Sesekali aku mendengar isakan tangis keluar dari mulutnya.

"Masya Allah, indah sekali suaramu, Ukti." Aku berjalan ke arahnya saat dia mengakhiri bacaan Al-Qur'annya.

Ekspresinya sangat kaget melihat kedatanganku. Buru-buru dia berdiri dari tempatnya duduk. Memperbaiki letak hijabnya.

"Aku bukan orang jahat, aku ke sini hanya untuk mengagumi mahakarya sang pencipta," lanjutku untuk menghilangkan prasangka buruk di pikirannya tentangku.

"Maaf Akhi, kalau suaraku mengganggumu. Aku hanya ingin bertafakur untuk merenungi diri dari segala dosa dan kekhilafan," ucap perempuan itu dengan suara pelan sambil menundukkan wajahnya.

Rasa kagum pun tidak bisa kuhindari. Perempuan seperti ini sangat langka. Di saat orang lain terlelap dalam mimpi, dia terbangun untuk mengingat sang pencipta. Aku merasa malu di hadapan perempuan ini. Bagaimana tidak? Salat saja, aku sering lalai. Bahkan lupa, kapan terakhir membaca ayat suci Al-Qur'an. Aku lebih sibuk dengan urusan duniawi.

"Maaf Akhi, aku harus segera pulang ke villa tempatku nginap. Lagipula, tidak baik seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan di tempat sepi seperti ini. Nanti menimbulkan fitnah. Assalamu Alaikum!" Perempuan itu segera berlalu dan tanpa sedikit pun menoleh ke arahku.

Perempuan ini betul-betul sangat menjaga fitrahnya sebagai muslimah. Dia sangat berbeda dari perempuan yang sering aku temui. Di kampus, tidak sedikit perempuan yang berusaha mendapatkan perhatianku. Dianugerahi wajah cukup tampan dan menjabat sebagai ketua BEM, tentulah aku menjadi idola cewek. Namun, sampai saat ini, belum ada yang memikat hati. Belum menemukan perempuan idaman hati.

"Waalaikum salam," jawabku sambil memandangi kepergian perempuan itu. Tanpa dia sadari, ekor mataku mengikuti ke mana dia pergi. Ternyata, Villanya tidak jauh dari tempatku nginap. Apakah dia mahasiswa juga, sama sepertiku? Kenapa ada debaran indah tanpa sengaja mampir padaku saat ini?

Ingin rasanya aku menahannya untuk sekedar bertanya siapa namanya, tapi aku sadar, ini bukan cara yang tepat untuk bisa berkenalan dengannya. Baru pertama kalinya, aku tidak berani lancang untuk berkenalan dengan seorang perempuan.

Dia bukan perempuan biasa, tapi perempuan istimewa. Itu kesan pertama yang bisa kutangkap. Cantik dan salehah, itu sebutan yang paling cocok untuknya.

***

Keesokan hari, saat memasuki toko kerajinan tangan khas Bira, netraku menangkap sosok perempuan yang aku temui tadi malam di tepi pantai.

Aku membatalkan dulu belanja oleh-oleh, cendera mata itu masih bisa menunggu. Segera kudatangi tempat perempuan itu. Dia tidak sendiri, tapi bersama beberapa teman perempuannya yang semuanya menggunakan hijab syar'i.

Ah, sungguh mulia hati perempuan ini. Lihatlah, dia begitu peduli pada sesama. Tanpa mempedulikan terik matahari, dia terus berjalan mendatangi pengunjung pantai ini untuk meminta sumbangan. Bibirnya yang mungil selalu tersenyum kepada orang yang dia ajak untuk berbagi, meski ada juga yang menolak. Langkahku semakin mendekat ke arahnya, rasa penasaran tidak bisa kucegah untuk melihatnya dari jarak yang cukup dekat.

[Donasi untuk adik Taufik, korban kebakaran]. Kalimat itu yang sempat kubaca pada karton bekas yang di bawa perempuan itu.

Taufik, bocah berusia lima tahun korban kebakaran yang disebabkan oleh ledakan tabung gas. Saat ini belum ditangani pihak Rumah Sakit karena ketiadaan biaya. Berita ini menjadi viral dua hari ini di sosial media.

Ah, sekali lagi aku merasa tertampar. Perempuan itu, sekali lagi semakin membuatku kagum. Jiwa sosialnya sangat tinggi dan sangat takut pada Tuhannya. Sementara aku, hanya sibuk memikirkan liburan. Tapi dia, liburan sambil menggalang dana. Sungguh ide yang kreatif. Lain kali, aku juga akan mengikuti idenya.

Rasa ingin mengenalnya semakin menggebu, tapi untuk berkenalan dengannya, tentunya aku harus memantaskan diri terlebih dahulu.

Wahai perempuan berhijab, tunggu aku. Aku akan datang padamu dengan cara yang halal.

Tidore, 20 Januari 2020

Share this article :
Komentar

0 apresiator:

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday