Latest Post

Zona Cergam Indonesia

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 22 Mei 2010 | Mei 22, 2010



Cergam atau cerita bergambar atau komik terbukti belum mati di tanah air.  Petualangan Jaka Sembung dan Si Buta Dari Gua Hantu misalnya ternyata masih malang melintang di rimba persilatan komik Indonesia. Setidaknya para komikus dan penggemar komik masih setia menceburkan diri bersama jejak heroisme para tokoh cergam tersebut . Meski dalam nuansa dan dimensi yang tentu jauh berbeda dengan era kejayaan komik pada tahun 60 sampai 80-an.

Komunitas Komik Indonesia bekerja sama dengan Grand Indonesia Shopping Town menyelenggarakan Zona Cergam Indonesia, pameran komik Indonesia dulu dan kini, yang dibuka hari Jumat, 21 Mei dan tuntas pada 30 Mei mendatang. Acara itu berlangsung di Level One, East Mall, Level 1, Grand Indonesia, Jakarta. Mulai pameran sejarah komik, bazar komik, lomba komik strip, dan peluncuran beberapa buku komik baru digelar di sana.

Acara ini merupakan pertemuan akbar kedua bagi komunitas itu setelah sebelumnya mendapatkan kepercayaan untuk berpartisipasi pada Pekan Produk Kreatif Indonesia 2009. Dalam rilisnya ke berbagai media dan kebetulan satu di antaranya "kesasar" ke e-mail saya, komunitas menyatakan bahwa tujuan dari Zona Cergam Indonesia ini adalah "untuk membuka wawasan dan pengetahuan masyarakat, terutama pengunjung Grand Indonesia, akan kekayaan dan perkembangan wajah komik Indonesia sejak 1931 hingga hari ini.

“Sajak Sebatang Lisong” dan Hari Kebangkitan Nasional

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 20 Mei 2010 | Mei 20, 2010

SAJAK SEBATANG LISONG
Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.

WS Rendra
19 Agustus 1977
ITB Bandung


Hingga hari ini sajak di atas  masih saja aktual. Artinya, nyaris tidak ada kemajuan bangsa dan negara kita, selama kurun waktu tersebut. Justru sebaliknya, terjadi kemunduran yang luar biasa di berbagai lini. Mari kita bandingkan lebih dulu, Indonesia tahun 1977– yang digambarkan dengan sangat gamblang dalam sajak itu– dengan Indonesia tahun 2010.

Secara tekstual, perubahan paling mencolok adalah jumlah penduduk. Tahun 1977 populasi Indonesia “baru” 130 juta jiwa, sekarang sudah menjadi 200 juta jiwa lebih. Dan angka delapan juta anak tanpa sekolah yang disebutkan Rendra, sekarang kategorinya telah berubah menjadi anak putus sekolah, dan menurut data Komisi Perlindungan Anak jumlahnya tak kurang dari 12 juta jiwa.
Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka

Kata “cukong” dalam sajak ini bisa dengan bebas kita artikan pemodal, kapitalis atau  segelintir orang yang menguasai ekonomi kita. Ketika sajak ini dibuat, kata cukong dengan jelas merujuk pada kalangan pengusaha Cina yang oleh Soeharto diberikan privilese untuk berbisnis, namun sebaliknya dipreteli hak-hak politiknya. Sedangkan pribumi yang mendapat kesempatan berbisnis adalah kelompok Soeharto sendiri, terutama kalangan militer dan birokrat yang paling setia padanya. Persis sama dengan rezim SBY-Boediono sekarang yang berlandaskan kebijakan ekonomi kapitalis melalui antek-antek IMF yang dipasang di kabinetnya.

Parasit-parasit raksasa  yaitu perusahaan-perusahaan asing yang membeli dengan murah sejumlah BUMN yang sehat dan mencetak laba. Selain itu, usaha-usaha yang menyangkut hidup orang banyak juga dilego ke pihak asing, atas nama privatisasi, yang pada hakekatnya adalah pelanggaran terhadap UUD 45. Ingatkah kita dengan Telkom, PAM, Semen Gresik, Krakatau Steel dan lain-lainnya yang dijual kepada negara-negara asing?

Sementara itu kehidupan rakyat semakin termiskinkan. Bukan lagi sekadar bergelut dengan kemiskinan namun rakyat miskin terpaksa pula hidup dengan kualitas lingkungan yang memburuk. Dan bencana demi bencana semakin sering terjadi, di mana korbannya selalu kaum miskin; salah satunya adalah bencana lumpur panas Lapindo, Sidoarjo. Kita semakin termiskinkan. Selamat Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei.

Film Aliguka, Ketika Realitas Menjajah Idealisme

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 18 Mei 2010 | Mei 18, 2010


Kali ini saya berusaha memenuhi permintaan beberapa sahabat yang penasaran dengan sinopsis film Aliguka setelah postingan sebelumnya hanya memuat berita pemutarannya di Sulawesi Selatan. 

Film Aliguka bercerita tentang seorang mahasiswa fakultas hukum semester akhir yang terancam drop out karena proposal skripsinya tidak disetujui oleh dosen pembimbing. Dia ingin menulis skripsi tentang korupsi anggota legislatif. Sebagai mahasiswa hukum, dia muak melihat realitas yang terjadi di sekelilingnya.

Tetapi bukan hanya di dunia kampus dia mengalami penolakan atas idealismenya. Ayahnya sendiri yang seorang anggota legislatif juga menekan dengan ingin menjadikan Aliguka sebagai pegawai di sebuah kantor pemerintahan melalui jalur kolusi dengan temannya.

Aliguka yang senang menulis, juga mengalami penolakan luar biasa dari media yang tidak mau memuat tulisan-tulisannya yang menyuarakan ketidakadilan yang terjadi di sekitarnya. Korupsi berbanding lurus dengan orang-orang yang termiskinkan di sekitarnya. Tekanan demi tekanan dihadapi oleh Aliguka membuatnya dia pergi dari rumahnya.

Dia kemudian hidup bersama orang-orang kecil di sebuah rumah kontrakan. Dia mengenal Daeng Tato, seorang tukang parkir yang mengajarinya banyak hal dalam hidup ini—juga Bu Rina, seorang pelacur yang kerap mendapat perlakuan kasar dari suaminya yang malas.

Tetapi tekanan hidup yang tak pernah putus membuatnya merasa bahwa satu-satunya tempat yang masih manusiawi di negeri ini adalah rumah sakit jiwa. Di sanalah dia akhirnya beristirahat, menenangkan diri—mengikuti saran Adil, seorang perempuan cantik yang selalu memperhatikan dirinya.

Untuk informasi paling lengkap termasuk mengenai jadwal pemutaran film Aliguka, bisa menghubungi dua cineas muda Makassar  di bawah ini:
  • Imam, HP 085656677075
  • Anata, HP 081355922680

sumber: For Film Makassar 



Hanya Menulis

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 15 Mei 2010 | Mei 15, 2010


menulis lagi 
di akhir pekan
kali ini 
ada rerumputan 
dalam pikiran
malam,  maaf 
aku hanya menulis
bukannya  membawamu ke dalam senyap
yang biasa tertera  di antara kita berdua.

bulukumba, sabtu 15 mei 2010

Pasar Seni Lukisan Indonesia di Surabaya

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 13 Mei 2010 | Mei 13, 2010



Sebanyak 370 pelukis dari Jawa, Bali dan Sumatera meramaikan Pasar Seni Lukisan Indonesia (PSLI) ketiga yang digelar Sanggar Merah Putih, Balai Pemuda Kota Surabaya, sepanjang tanggal 7-17 Mei. Pasar Seni ini adalah bentuk kepedulian para pelukis terhadap masyarakat pencinta seni. Selain pencinta seni bisa langsung bertransaksi dengan pelukis, masyarakat seni juga bisa bertukar ide dan gagasan.

Harga yang ditawarkan di Pasar Seni ini lebih miring dari harga lukisan yang dijual di galeri atau pameran. Jika lukisan yang berada di galeri dijual sampai Rp 20 juta namun di pasar seni bisa hanya Rp 6 juta.

Panitia membangun 159 stan yang diikuti 370 pelukis. Jumlah lukisan yang dipamerkan sebanyak 1.100. Sebelumnya, pada Pasar Seni 2008 diikuti sebanyak 118 pelukis, dan pada 2009 diikuti sebanyak 360 pelukis. Pada 2010 ini panitia menargetkan transaksi jual beli sebesar Rp 1,5 milliar, pada 2009 lalu transaksi mencapai 980 juta.

Dalam Pasar Seni ini juga disediakan stan khusus untuk penjualan lukisan seharga Rp 500 ribu. Selain itu juga diadakan lomba sketsa wajah atau karikatur Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Wakil Gubernur Jawa Timur Saiffulah Yusuf.

(berbagai sumber)

Setelah Rambutmu Tergerai

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 12 Mei 2010 | Mei 12, 2010

Indonesian Cultural Night 2010 Di Ohio Amerika

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 11 Mei 2010 | Mei 11, 2010


Seorang sahabat, Try Juandha, mahasiswa asal Bulukumba yang kini menimba ilmu di Amerika Serikat mengirimkan informasi kepada saya melalui Facebook. Try Juandha bersama teman-temannya yang tergabung dalam  PERMIAS (Persatuan Mahasiswa Indonesia) yang sedang kuliah di Ohio State University mengadakan acara cultural night (malam kebudayaan) dengan tema Unity In Diversity (bhineka tunggal ika), 7 Mei 2010.

Acara agenda tahunan in disemarakkan dengan cerita legenda Malin Kundang yang diadaptasikan ke kehidupan modern. Intinya, Malin kundang jadi pengusaha sukses dan mengajak para investor asing untuk investasi di beberapa daerah di indonesia. Dalam sebuah adegan, tari Gandrang Bulo ditampilkan, karena ceritanya si Malin ke Makassar.

Selain Tari Gandrang Bulo dari Makassar, juga ikut ditampilkan Tari Saman dari Aceh, Tari Tor-Tor dan Sarampang Dua Belas dari daerah Batak

Di ujung acara cultural night, para pengunjung bisa menikmati makanan khas indonesia, seperti gado-gado, sate dan lain-lain. Pengunjung juga dapat berbelanja souvenir khas indonesia, batik, wayang, dan lain-lain. Sebagai pamungkas cultural night mereka melakukan presentasi peluang bisnis di indonesia. 

Berikut video perfomance Try Juandha dan teman-temannya ketika membawakan Gandrang Bulo.


Padang Bulan Dan Cinta Di Dalam Gelas Andrea Hirata Di Bulan Juni

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 09 Mei 2010 | Mei 09, 2010


Andrea Hirata penulis novel "Laskar Pelangi" dan "Sang Pemimpi" kini merasa nyaman menemukan dirinya dalam ciri khas novel-novel dengan latar belakang budaya Melayu. Andrea sering mengakui mendapat kepuasan luar biasa dengan menulis novel berlatar budaya Melayu. 

Dua novelnya yang terbaru berjudul "Padang Bulan" dan "Cinta di dalam Gelas" akan diluncurkan pada pertengahan Juni 2010.  Kedua novel tersebut sudah selesai digarap dan sekarang berada di Penerbit Bentang.


Andrea mengungkapkan, dua novel yang merupakan karya kelima dan keenamnya tersebut masih dengan latar belakang Belitung dan budayanya. Andrea  menyelesaikan penulisan dua novel tersebut hanya dalam lima minggu namun sebelumnya dengan riset yang dilakukan selama dua tahun. 

Maryamah menjadi tokoh utama pada dua novel tersebut yang diceritakan sangat suka bermain catur. Novel 'Padang Bulan', lebih bercerita tentang kisah cinta dan novel 'Cinta di dalam Gelas' lebih banyak bercerita tentang Maryamah yang kesal terhadap suaminya dengan bentuk perlawanan berupa main catur.

(berbagai sumber)


Pusat Bahasa dan Microsoft Alihkan 250 Ribu Kosakata

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 07 Mei 2010 | Mei 07, 2010


Pusat Bahasa menggandeng Microsoft untuk mengalihkan lebih dari 250.000 kosakata atau istilah bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Upaya ini memperkaya bahasa Indonesia dan memberi kemudahan generasi muda dalam memanfaatkan komputer dan mengakses teknologi informasi.

Pengalihan kosakata atau istilah asing harus dilakukan secepatnya agar masyarakat tidak terjebak menggunakan bahasa asing. Pengalihan kosakata bidang ilmu teknologi ke dalam bahasa Indonesia jika tidak secepatnya dilakukan akan menimbulkan kendala. Sebab, pengalaman selama ini menunjukkan pengalihan kata/istilah bahasa Inggris yang telah lama digunakan ke bahasa Indonesia cenderung tidak diterima masyarakat.

Perkembangan bidang teknologi telah mencapai kemajuan yang amat berarti. Teknologi komputer misalnya, menghasilkan alat bantu kerja yang tidak hanya urusan tulis dan cetak. Tetapi, mampu menerobos teknologi komunikasi. Perpaduan kemajuan teknologi komputer dan teknologi komunikasi melahirkan kosakata/istilah baru di bidang itu. Teknologi, baik perangkat lunak maupun perangkat keras datang dari mancanegara sehingga kosakata/istilah yang digunakan adalah bahasa asing. Yang  terbanyak adalah bahasa Inggris.

sumber: www.tempointeraktif.com

Ini Mei!

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 06 Mei 2010 | Mei 06, 2010


Bagi bangsa manapun, kekuatan bahasa adalah defensif awal terhadap agresi dari luar yang mulai menggerogoti kebudayaan. Membangun kekuatan bahasa berarti membangun pertahanan awal dalam mencapai taraf kesejahteraan sebuah bangsa. Bahasa adalah muara dari sebuah identitas.
   
Bagi bangsa ini semestinya Mei merupakan bulan identitas. Tanggal 2 Mei merupakan Hari Pendidikan Nasional, sedangkan tanggal 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional. Hari Buruh  jatuh pada 1 Mei, wafatnya pejuang buruh, Marsinah, pada 9 Mei, dan Hari Buku Nasional pada tanggal 21 Mei. Tanggal 21 Mei juga adalah tonggak demokratisasi yang menumbangkan kekuasaan otoritarian Orde Baru.

Kebangkitan Nasional tidak tercapai hakikatnya ketika identitas diri bangsa perlahan musnah. Tidak akan bisa suatu keinginan tercapai bila tidak menghadirkan kekuatan bahasa. Dengan hilangnya identitas secara bahasa, akan hilang pula suatu proses yang berarti dari sejarah-sejarah tersebut di bulan Mei.
      
Berbagai proses yang telah mengabaikan bahasa nasional telah merekonstruksi masyarakat terdidik untuk berorientasi menuju bahasa yang tidak sesuai dengan identitas bangsanya sendiri. Buku-buku pendidikan pun lambat laun didominasi oleh bahasa bercampur paham asing. Sangat diperlukan 'improvisasi permainan' oleh dunia perbukuan nasional pada Hari Buku Nasional bulan ini.
       
Republik ini  semakin melemah akibat intervensi asing. Penjajahan baru dalam bentuk eksplorasi alam dan budaya berlangsung secara besar-besaran. Kebudayaan leluhur semakin terdiskriminasi di sisi sosial sebab masyarakat tergiring ke individualistik dan konsumerisme. Mulut besar kapitalisme menganga di ujung sana dan menelan manusia Indonesia bulat-bulat.
      
Bahasa nasional yang telah diracuni kebudayaan asing dan terus diabaikan oleh kaum intelektualnya sendiri akan membuat peradaban serta kekuatan negara dalam identitas akan segera musnah tidak lama lagi. Lalu darimana harus memulainya ketika itu semua terasa terlambat? Satu kekuatan bersama dalam membangun tahap identitas bangsa yang kuat adalah melalui bahasa nasional. Tidak berlebihan jika hari ini bahasa nasional yang baik dan benar semestinya sudah harus dimulai di situs blog, website, catatan harian pribadi, jurnal-jurnal tidak resmi, status di facebook maupun twitter dan sebagainya. 

Belum terlambat jika hari ini blogger dan facebooker menunjukkan bahasa nasional sebagai identitas Indonesia kepada dunia. Mengapa Jepang kuat dan besar? Hari ini generasi muda Jepang ternyata tetap terinspirasi leluhur mereka. Mereka ternyata selalu terbiasa memposting blog dan menulis status di jejaring sosial dengan menggunakan bahasa nasional Jepang yang baik dan benar. Dan kepada blogger Indonesia? Saya hanya ingin menyampaikan,"Ini Mei!" 


Sajak Aku Selalu Berlari Bersama Mimpiku

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 04 Mei 2010 | Mei 04, 2010

Ku lari ke hutan......

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 03 Mei 2010 | Mei 03, 2010

Sajak Negeri Para Bedebah ~ Adhie M. Massardi

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 02 Mei 2010 | Mei 02, 2010

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday