Latest Post

Namaku Hujan

Posted By admin on Rabu, 28 September 2011 | September 28, 2011

- buat is



namaku hujan.
aku ingin segera berkenalan dengan kemarau
lalu mencatat gejala.

setiap musim sama saja
jendela terbuka di pagi hari,
malam-malam bertukaran
dengan rindu yang pecah.
namaku  hujan.
tidak seperti menyusun rencana-rencana
aku jatuh dan mengalir saja
dan kelak juga ke matamu.


Is,
namamu sendiri siapa?


bulukumba, 29 september 2011.

Berlebaran Jauh

Posted By admin on Sabtu, 27 Agustus 2011 | Agustus 27, 2011


sesekali berlebaran jauh. segala estetika mudik ke kampung halaman. kita merasa kembali ke doa-doa. kemudian puitika mungkin sesekali kita belah pada ketupat bikinan ibu.

di hari berlebaran kita saling menghampar. saling bersalaman. kita kembali ke lembah-lembah rasa di desa. seharusnya. ciuman pada tangan ibu mengembalikan waktu kanak-kanak kita. saat kita belum mengerti tentang kota. 

hanya sekali setahun. setelah itu kembali ke kota. haruskah kita melupakan  estetika mudik yang sebenarnya? ibu, anak-anakmu masih minta didoakan untuk mudik tahun depan. dan seharusnya berlebaran jauh-jauh ke kedalaman mudik paling fitri.

Bulukumba, 27 Ramadhan 1432 Hijriah.

Bahasa Indonesia Yang tak Kunjung Merdeka

Posted By admin on Rabu, 17 Agustus 2011 | Agustus 17, 2011

Bahasa Indonesia tidak kunjung merdeka. Di otak orang-orang Eropa  yang terpikir bukanlah bahasa khas Indonesia, melainkan bahasa Melayu yang dituturkan di Malaysia juga.

Kekalahan telak bahasa Indonesia dari bahasa Melayu bisa dikatakan sebagai kecelakaan fatal. Kerja sama penyatuan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia (Melindo) yang dirintis sejak tahun 1950-an dan hingga sekarang masih dilakukan dengan berbagai menifestasi sangat kontraproduktif. Bahkan, kerjasama ini cenderung bermotif nekolim (neo-kolonialisme dan imperialisme).

Bahasa Indonesia memang belum merdeka di mata dunia internasional. Sudah tepat ada program internasionalisasi bahasa Indonesia dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 untuk mengupayakan kampanye kemerdekaan bahasa ini di luar negeri. Sementara itu, di dalam negeri terdapat dilema, kemerdekaan bahasa Indonesia mau tidak mau harus mengendurkan semangat primordialisme. 

Di hari-hari ini pun kita hanya terjebak pada kebuntuan perang terhadap bahasa prokem. Di lain sisi, bahasa daerah membutuhkan perhatian untuk dilestarikan. Sebuah pertanyaan besar pula, benarkah kita tidak pernah benar-benar memiliki politisi kebudayaan yang handal?

Kaki Waktu, Sehimpun Puisi 12 Perempuan Makassar

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 17 Juli 2011 | Juli 17, 2011

Perempuan adalah puisi. Mereka merupakan makhluk ciptaan Allah yang kadang absurd. Bagi para lelaki seperti saya, mereka sering menyisakan pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dan rumit. 

Kita memerlukan beragam tafsir untuk menemukan setiap jawaban-jawaban yang tersembunyi. Dan, laki-laki, masih saja tidak benar-benar mengerti.

Maka, cara paling mudah dalam berhubungan dengan seorang perempuan adalah jangan terlalu banyak memikirkannya.  Tapi jika mereka menulis dan membaca puisi, maka bacalah. Sebab ada celah pada lekuk liuk perempuan dengan membaca puisi-puisi ke-12 perempuan itu. Mereka kadang mengingatkan saya terhadap Rabiah Al Adawiyah dan Ayu Utami.


Telah TERBIT SEHIMPUN PUISI dari MAKASSAR

Judul : Kaki Waktu
ISBN : 978-979-15833-9-0
Tebal : iv + 138 hal

Penulis :
Andi Tenriola
Dalasari Pera
Darmawati Majid
Dhida Alwi
Eka Fitriani
Handayani Utami
Inayah Mangkulla
Madia Gaddafi
Mariati Atkah
Meike Lusye Karolus
Rahiwati Sanusi
Reni Purnama

Endorser:
Aslan Abidin
Khrisna Pabhicara
Nona G. Mochtar
Susy Ayu

Kurator:
M.Aan Mansyur


Sebelum menelusuri lekuk-liuk puisi 12 perempuan itu, berikut sepenggal pengantar dari Aslan Abidin, penyair dan dosen FBS UNM Makassar:

"Puisi, meminjam judul buku ini, adalah kaki waktu. Mereka akan berjalan dan berjalan. Tak ada yang tahu sejauh apa mereka mampu tempuh. Begitulah puisi-puisi dalam buku ini. Tak ada yang bisa menebak di mana mereka akan berhenti.

Setidaknya bagi saya sangat menggembirakan melihat ada 12 perempuan muda mau menggunakan puisi sebagai kaki-kaki waktu dalam menempuh perjalanan. Selebihnya, hanya harapan mereka bertahan dan terus menulis agar bisa menyemarakkan dunia kepenyairan di Makassar."



Lalu apa kata para penulis senior lainnya?

Selesai membaca puisi-puisi ini saya tercenung, wah hebat sekali! Tak menyangka kalau puisi mereka tidak kalah bagusnya dari puisi penyair senior lainnya. Betapa inspiratif dan imajinatifnya!
Dan pada beberapa puisi saya merasa seolah-olah mereka bisa membaca hati saya, lalu menuliskan apa yang kadang tak bisa saya ekspresikan menjadi sebuah puisi. Mereka hebat. Salut!

Nona G Muchtar, penulis dan berdomisili di Jakarta

12 penyair perempuan dalam buku ini berhasil membawa saya pada petualangan yang membuat saya tidak ingin segera menyudahinya. Puisi-puisi terasa begitu solid , utuh dengan imaji yang tidak membias kemana-mana. Hal itu tentu karena kemampuan penyairnya dalam mengangkat endapan-endapan yang tersimpan di dalam hati kemudian dituangkan menjadi puisi. Ibarat hidangan di meja buffet, saya tidak akan kesulitan memilih mana yang akan saya santap, sebab saya akan melahap semuanya.


Susy Ayu, cerpenis dan penulis buku puisi "Rahim Kata-Kata"


Ah, perempuan dan puisi, baca mereka. Sebab aku lelaki.


Legislator Bulukumba dan Jurnalis Aksi Baca Puisi

Posted By admin on Jumat, 15 Juli 2011 | Juli 15, 2011

Sudah saatnya membangun komunikasi yang harmonis antara semua elemen masyarakat di Bulukumba. Salah satu bentuknya yakni mengemas sebuah kegiatan yang tidak biasa namun bisa membangun keharmonisan itu.

Beranjak dari dasar pemikiran itulah, legislator DPRD Bulukumba dan puluhan jurnalis akan tampil membacakan puisi dan esai di halaman Kantor DPRD Bulukumba Kamis malam (14/7/2011),

Penggagas dan Ketua Panitia Pelaksana, Andhika Mappasomba, menjelaskan, acara ini digelar untuk menyampaikan kritikan secara santun melalui karya sastra terhadap birokrat dan legislatif.

Andhika yang baru-baru ini meluncurkan buku antologi puisi "Mawar dan Penjara" mengatakan, beberapa seniman dan sastrawan lokal diundang di antaranya Dharsyaf Pabotingi, budayawan dan tokoh teater,  dan penyair senior, Andi Mahrus Andis. (rca/ik)
source: www.rca-fm.com

Gandrang Bulo di MTQ Mahasiswa Nasional

Posted By admin on Sabtu, 09 Juli 2011 | Juli 09, 2011

Musabaqah Tilawatil Qu'ran tingkat nasional bagi mahasiswa se-Indonesia yang berlangsung 10-15 Juli 2011 di Universitas Muslim Indonesia, Makassar  akan diwarnai nuansa kesenian daerah di Sulawesi Selatan. 

Saat ini peserta yang diketahui baru 324 orang tiba di Makassar dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia. Jumlah total PT yang ikut dalam daftar sebanyak 104 PT, dan secara keseluruhan mencapai 1.222 orang. Rencananya Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh akan membuka kegiatan.

"Kesenian daerah akan dipentaskan pada malam pembukaan nanti, Seperti, Gandrang Bulo, Manggaru', Tarian Pepeka Rimakka, nyanyian Sinriliq, dan Orkestra dari UKM UMI," kata Ketua Panitia kegiatan MTQ, Prof Dr Achmad Gani, di Media Center Kampus UMI di Makassar, Sabtu (9/7/2011).  

Konsep pementasan, sebanyak 200 anak secara bersamaan akan menari Gandrang Bulo sebagai simbol kemenangan pada masa perang dahulu, kemudian nyanyian sinriliq sebagai simbol bagaimana sejarah perjalanan Islam masuk di Sulawesi sehingga menjadi agama mayoritas.

Karruq Ri Bantilang Phinisi, Novel Berbahasa Makassar Pertama di Dunia

Posted By admin on Minggu, 26 Juni 2011 | Juni 26, 2011

Sebuah novel berbahasa Makassar yang kali pertama dalam sejarah dilaunching di Bulukumba. Launching Novel "Karruq Ri Bantilang Phinisi" karya Drs. Muhannis Ara diserbu ratusan masyarakat Ara di Gedung Masyarakat Ara, tanah Beru, Kecamatan Bontobahari, Bulukumba, Sulsel, Ahad (26/6/2011).


Launching novel tersebut juga diserbu oleh mahasiswa KKN UNM di Kecamatan Bonto Bahari sebab, ini adalah kali pertama dalam sejarah, ada buku sastra "novel" yang dilaunching di Desa tersebut.

Masyarakat sangat mengapresiasi kegiatan tersebut. Di tengah acara, dipentaskan tari Salonreng, tari asli asal tanah Konjo. Hadir sebagai pembicara; Drs Muhannis (penulis novel), Arif Saenong (budayawan/penerima celebes award), H. Kamiluddin/Sabrang Manurung (pemerhati pinisi), Andhika Mappasomba (sastrawan Muda asal Bulukumba) dan Jafar Palawang (budayawan Bulukumba).

Sesekali, di tengah penjelasannya, Muhannis Ara harus menitikkan air mata. Betapa tidak, dia bermimpi menuliskan sejarah Ara dalam bentuk fiksi sejak kelas 4 SD yaitu tahun 1963 dan nanti tahun 2011 baru bisa terwujud.

Sesepuh masyarakat Ara yang hadir sangat bahagia dengan apa yang telah dituliskan oleh Muhannis Ara, beberapa peserta (sesepuh) mengatakan bahwa, apa yang dilakukan Muhannis adalah sesuatu yang luar biasa bagi Ara itu sendiri dan Sulawesi selatan umummnya. ini adalah sebuah prestasi dan capaian budaya. hal senada disampaikan (di sebuah moment kepada MNI) oleh Prof. RapiTang, Guru Besar di UNM yang mengatakan bahwa; Novel ini adalah Novel berbahasa Makassar yang pertama dalam sejarah.

Novel terbitan Ombak Jogjakarta ini, bukan hanya membahas pinisi secara detail. tapi, novel ini juga berkisah tentang romantika percintaan antara pemuda Kampung Ara, para sahi, dan lain-lain yang ketika itu yang sangat ketat dalam memegang keyakinan kulturalnya.

Novel yang ditulisnya ini seluruh isinya berbahasa Makassar. Karruq ri Banting Pinisi sendiri berarti tangisan di gubuk pinisi. Sesekali juga diselipkan  bahasa Konjo pesisir, bahasa daerah asli yang banyak ditemui di daerah Bulukumba.

Muhannis mengatakan, novel yang ditulisnya tersebut merupakan hasil suatu "kecelakaan". Dia sering menjadi juara cerita dan puisi berbahasa Makassar namun dia tidak bisa diikutkan lagi karena semua juri khawatir pasti Muhannis lagi yang menang. 

"Dalam novel ini pembaca akan menemukan mantera-mantera. Ini yang menjadi kontradiksi dan perdebatan dalam keluarga saya. Banyak yang tidak sepakat jika saya  menuliskannya dalam bentuk novel. Namun saya berprinsip, sesuatu itu belum pantas disebut ilmu jika disembunyikan. Baru bisa disebut ilmu jika sudah dibagikan ke masyarakat," tutur Muhannis.

Saat sesi tanya jawab, beberapa peserta mengapresiasi karya tersebut sebagai karya yang luar biasa.
Buku ini dari segi komersialisasi sangat prospektif dan keberanian penerbit Ombak menerbitkan buku yang bermuatan local wisdom.

Menanggapi hal itu, Muhannis menilai bahasa Makassar jika diolah dengan baik akan menjadi ikon yang sangat bagus bagi perkembangan budaya. 


Siapa Muhannis Ara?



Drs. Muhannis Ara terlahir dengan nama Muhannis Daeng Lawaq pada 5 Juni 1959. Atas kecintaannya pada naskah kuno, Balai Arsip Nasional Makassar pernah menganugerahkan Piagam Penghargaan untuk dedikasinya menyelematkan naskah-naskah kuno.

Untuk penciptaan karya sastra, karyanya selalu ditampilkan pada berbagai even dan pertunjukan.


Muhannis pernah menjadi juara lomba cipta puisi daerah se-Sulsel di Unhas tiga tahun berturut-turut (2005,2006 dan 2007). Karya-karya seni lainnya yang lahir dari tangannya kerap dipentaskan mulai tingkat desa, nasional sampai internasional.
(rca/ik/)


10 Sastrawan Yogya Baca Puisi di Malioboro

Posted By admin on Sabtu, 25 Juni 2011 | Juni 25, 2011

Sepuluh sastrawan terkenal akan tampil dalam baca puisi di Malioboro. Mereka akan pentas dalam ajang Festival Malioboro 2011.

Para penyair yang akan tampil itu antara lain Iman Budhi Santosa, Budi Ismanto, Ulfatin CH, Mustofa W Hasyim, Sukma Ayu, Hamdy Salad dan Abdul Wachid BS.


Melalui siaran pers, Ketua Pelaksana Festival Malioboro 2011, Yunanto di Jogjakarta, Jumat (24/6/2011) menyebutkan, Festival Malioboro, 25 - 26 Juni ini diharapkan akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Yogyakarta dan sekaligus memantapkan posisi Yogyakarta sebagai Kota Kebudayaan. 


Festival Malioboro akan dipusatkan di tiga titik sekaligus, Taman Parkir Abu Bakar Ali, Dinas Pariwisata dan Kawasan Titik Nol Kota Yogyakarta. Dikatakan pula Festival Malioboro merupakan festival multi bidang yang pelasanaannya terfokus di kawasan Malioboro. 
sumber: rca-fm.com 

Institut Seni dan Budaya Akan Hadir di Sulsel

Posted By admin on Rabu, 22 Juni 2011 | Juni 22, 2011


Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan kesiapannya untuk mendirikan institut seni dan budaya di Makassar, seperti yang diusulkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh.

"Tahun depan kami akan mulai melakukan persiapan. Saya menyanggupi dan akan mempersiapkan segalanya," kata Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Selasa (21/6/2011).

Ia mengatakan, untuk sementara sebelum ditempatkan di lokasi permanen, lembaga pendidikan seni dan budaya tersebut akan ditempatkan di Benteng Rotterdam.

"Sambil kami siapkan tanahnya untuk lokasi permanen untuk sementara dilaksanakan di Benteng Rotterdam. Tahun depan, harus jalan dengan demikian para mahasiswanya dapat menggelar pertunjukan secara rutin di benteng," jelasnya.

Menteri Pendidikan Muh Nuh menjelaskan, kehadiran  institusi tersebut akan semakin memperkuat fungsi pelestarian, melahirkan produk seni dan budaya dan mempererat persatuan dan kesatuan.

"Karena menjaga, merawat seni dan budaya tidak bisa diserahkan secara alami. Kalau dilakukan secara institusi jaminan kelajutan semakin ada. Saya usulkan di Makassar," katanya.

Kementerian, lanjutnya, akan memberikan dukungan surat izin pendirian dan administrasi lainnya sebagai modal dasar.

Kesiapan Sulsel menyanggupi pendirian institut, disambutnya dengan mengharapkan agar pemerintah provinsi mempersiapkan dengan baik seluruh perangkat baik fisik maupun non fisik.

Ide pendirian institut seni dan budaya ini tidak jauh berbeda dengan alasan penyelenggaraan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (LFS2N) dimana budaya adalah aset yang sangat mahal. 

"Kalau tidak dirawat tentu akan hilang. Kegiatan ini diselenggarakan untuk merawat dan menjaga produk-produk budaya bangsa,memberikan kesempatan anak-anak untuk berkreasi memperkaya produk-produk budaya," jelasnya. 

source: Antara 

Makassar International Writers Festival di Rumata'

Posted By admin on Senin, 13 Juni 2011 | Juni 13, 2011

Rumah Budaya Rumata’ menggelar Makassar International Writers Festival  (MIWF) 13-17 Juni 2011 dengan menghadirkan penulis dan penyair dari Belanda, Turki, Mesir, Amerika, Australia dan para penulis dari Makassar. Festival ini dirancang dalam format yang akrab dengan diskusi, tur penulis, dan debat interaktif  yang melibatkan warga. MIWF menggandeng Writers Unlimited The Hague sebagai mitra utama untuk mendatangkan penulis asing ke Makassar tahun ini.

Rumata’ adalah rumah budaya di kota Makassar yang digagas oleh sutradara film Riri Riza dan penulis Lily Yulianti Farid pada awal tahun 2010. RUMATA’ yang dalam bahasa Makassar bermakna rumah kita akan menjadi tempat yang mewadahi berbagai inisiatif komunitas seni di Makassar untuk mengembangkan potensi seniman lokal dan membuka minat masyarakat terhadap kegiatan seni sekaligus mendorong penciptaan pasar bagi kegiatan kesenian yang lebih luas, di samping menjadi penggerak kegiatan literasi dan kebudayaan secara umum.

MIWF bertujuan untuk memperkenalkan Makassar sebagai kota dunia yang menjadi tuan rumah berbagai kegiatan internasional, termasuk festival penulis yang mendatangkan para penulis dari berbagai negara, serta menumbuhkan minat baca serta apresiasi terhadap sastra karya tulis lainnya dengan menghadirkan penulis dan penyair dari Belanda, Turki, Mesir, Amerika, Australia dan para penulis dari Makassar.

Info lebih lanjut mengenai festival:
http://rumata-artspace.org
www.facebook.com/RumataArtspace
ikuti kami di Twitter: www.twitter.com/RumataArtspace
Media relations : Wulan Anita 081802698742

15 Penulis Indonesia Terpilih Ikuti Ajang UWRF

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 04 Juni 2011 | Juni 04, 2011


"Ubud Writers and Readers Festival" (UWRF) mengumumkan 15 penulis Indonesia terpilih untuk mengikuti ajang UWRF 2011 di Ubud, Gianyar, Bali pada Oktober.

Ke-15 penulis muda ini rata-rata berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan NTB. Semuanya terwakili dalam jajaran para penulis terpilih.

Para penulis terpilih adalah Alan Malingi asal Bima, NTB, Arafat Nur asal Aceh, Aulia Nurul Adzkia dari Ciamis, Budy Utamy asal Riau, Fitri Yani dari Bandar Lampung, dan Ida Ahdiah dari Tangerang.

Selain itu juga ada penulis asal Kendari, yakni Irianto Ibrahim, Pinto Anugrah dan Ragdi F Daye asal Padang, Rida Fitria dari Lumajang, Sandy Firly asal Banjarmasin, Sanie B Kuncoro asal Solo, Saut Poltak Tambunan dari Jakarta, Satmoko Budi Santoso asal Yogyakarta, serta Wahyudin asal Banten.

Para penulis terpilih itu diseleksi dari sekitar 235 penulis, dan dari 60 kota yang telah mengajukan karya-karyanya ke panitia UWRF 2011.

Tak hanya itu, para penulis terpilih ini akan diterbangkan ke Ubud untuk menghadiri dan berbicara dalam UWRF 2011 dan juga karya-karya terpilih mereka akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam antologi bersama dalam festival.

Para penulis tersebut dipilih dalam sidang Dewan Kurator UWRF 2011 yang berlangsung di Sanur akhir Mei lalu. Dewan Kurator beranggotakan empat penulis senior, yaitu Kurnia Effendi dari Jakarta, Iyut Fitra dari Payakumbuh, Dorothea Rosa Herliany dari Magelang, dan Made Adnyana dari Bali.

UWRF diselenggarakan pertama kali pada 2004 dan kini telah berkembang menjadi salah satu festival sastra terbesar di dunia. Dan tahun ini UWRF akan mengangkat tema Nandurin Karang Awak atau Cultivate the Land Within yang diinspirasi oleh puisi tradisional karya mendiang Ida Pedanda Made Sidemen, pendeta-pujangga terbesar Bali di abad ke-20. 

(pelbagai sumber)

Jejak Sastra Sufi Indonesia Pada Hamzah Fansuri

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 03 Mei 2011 | Mei 03, 2011



Membincang Sastra Sufi atau karya sastra sufistik di tanah air maka tidak dapat tidak harus menyebut nama ini, Hamzah Fansuri. Dialah tokoh penting yang meletakkan warna khas pada khasanah kesusastraan Melayu dan bahkan sastra Indonesia kontemporer. Selain seorang sastrawan, Hamzah Fansuri juga adalah seorang sufi yang berpengaruh di zamannya. 

Mengutip pendapat Francois Valentijn (dalam T.Iskandar, 1996) dengan bukunya Oud en Niew Oost-Indien (1726) menyebutkan Hamzah Fansuri sebagai seorang penyair termashyur yang dilahirkan di Pantsoer (Barus) sehingga daerah ini pun ikut menjadi terkenal. 

Barus merupakan salah satu daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah, secara geografis terletak di pesisir barat pulau Sumatera, dan secara dialektologi penduduknya mayoritas menggunakan bahasa Mandailing. 

Pada jaman Hamzah daerah ini merupakan pusat perdagangan dengan penduduk yang ramai. Menurut Van der Tuuk dan Doorenbos nama Fansur adalah ucapan Arab untuk Pancur yang oleh orang Batak disebut Pansur. Sebelumnya Barus disebut Pangsur. Dengan demikian dapat diberi kesimpulan bahwa nama Hamzah Fansuri berarti Hamzah berasal dari Barus. Namun Syed Muhammad Naguib Al-Attas berpendapat lain, dalam bukunya The Mysticism of Hamzah Fansuri mengemukakan bahwa Hamzah berasal dan lahir di Syarnawi, Ayuthia (ibu kota Siam pada jaman kuno). 

Lazimnya seorang sastrawan yang dipengaruhi oleh spiritual sufi, karya-karya Hamzah Fansuri-pun kental dengan unsur-unsur kesufian. Yang pembahasannya tidak akan jauh dari pembahasan Tuhan, cinta, dan asketisisme. Tema-tema yang menandai bahwa Hamzah Fansuri memang mewarisi tradisi sastra sufi, baik yang bercorak Arab maupun Parsi. Selain itu beberapa sajak Hamzah Fansuri, kerap merujuk pada tokoh-tokoh sastra sufi, misalnya Fariduddin ‘Attar, Jalaludin Rumi, dan Ahmad Ghazali. Hamzah Fansuri banyak sekali menghasilkan sajak-sajak sufi yang pada umumnya tidak memiliki judul tersendiri. Bahkan namanyapun kerap kali tidak dicantumkan dalam karya-karyanya itu. 

Hal inilah yang memunculkan kesulitan untuk membedakan karya-karya sastra miliki Hamzah Fansuri dengan sastrawan lainnya. Di antara karya-karya yang dinisbatkan kepadanya yang karena beberapa hal, karya sastra berupa sajak-sajak itu diragukan adalah asli karyanya. Sajak-sajak itu adalah Sya’ir dagang, ikat-ikatan bahr al-Nisa, dan Syai’r Perahu yang membuat namanya dapat dikenang sampai sekarang. Di dalam bagian sajak-sajak ini terlihat ketidakotentikan karya Hamzah Fansuri.


Hamzah Fansuri memiliki karya-karya yang agak berbeda dengan karya sastra sufi pendahulunya. Karya Hamzah Fansuri memiliki keunikan pada rima yang digunakannya. Rima yang dipakai dalam setiap sajak yang dibuatnya selalu A-A-A-A, satu hal yang unik memang. Kita dapat melihatnya dengan memperhatikan syair Hamzah Fansuri sebagai berikut: 


Dengarkan di sini, hai anak datu

Enkaulah khalifah dari ratu

Wahid-kan emas dan mutuSupaya dapat pandangmu satu Ruh al-quds terlalu payah

Akhir mendapat di dalam rumah

Jangan engkau cari jauh payah

Mahbub-mu dengan sertamu di rumah ……………………………

Hunuskan pedang, bakarlah sarung

Itsbatkan Allah nafikan patungLaut tawhid yogya kau harung

Di sanalah engkau tempat beraung 


Meski dalam hal isi syair Hamzah Fansuri tidak begitu jauh berbeda dengan syair-syair Rumi misal, namun dalam hal penataan rima dan baris karya Hamzah Fansuri nampak lebih rapi terlihat, meskipun kita juga harus melihat konteks bahasa yang dipakai juga. 


Untuk membedakan karya-karya sastra ciptaan Hamzah Fansuri dengan karya-karya lainnya, Dr. Abdul Hadi W.M telah memberikan 7 kriteria yang dapat dijadikan pegangan.


Pertama, semua sajak Hamzah Fansuri menggunakan pola empat baris denga rima AAAA

Kedua, dari makna batinnya sajak-sajak Hamzah Fansuri menggunakan ungkapan perasaan fana, cinta ilahi, kemabukan mistik, dan pengalaman perjalanan keruhanian.

Ketiga, terdapat kutipan ayat-ayat muhtasyabihat al-Qur’an di dalam puisi-puisi dengan fungsi religius dan estetis.


Keempat, terdapat beberapa penanda kesufian seperti anak dagang, anak jamu, anak datu, anak ratu, orang uryani, faqir, thalib, dan sebagainya.


Kelima, terdapat ungkapan-ungkapan paradoks di dalam sajak-sajaknya.

Keenam, adanya sejumlah baris syair Hamzah Fansuri yang memiliki kesamaan dengan baris-baris syair para penyair sufi Parsi


Ketujuh, terdapat kata yang diambil dari bahasa Arab dan Jawa.


Kriteria-kriteria inilah yang dapat membantu dalam melihat dan memahami karya-karya Hamzah Fansuri. 

Kini jarang sekali para sastrawan Indonesia yang mau bergelut dalam dunia Sastra Sufi. Kontemplasi batin yang begitu dalam mungkin adalah alasan terbesar sehingga anak-anak muda masa kini yang lebih cinta hidup pragmatis lebih suka meninggalkan cara-cara hidup merepotkan ala para sastrawan sufi ini. 

I La Galigo, Mahakarya Dunia yang Pulang Kampung

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 21 April 2011 | April 21, 2011


Meski tidak begitu lengkap, namun alhamdulillah saya tetap berusaha mengikuti persiapan pentas Mahakarya sastra terpanjang di dunia, I La Galigo di Fort Rotterdam Makassar, 23-24 April 2011. Naskah asli I Lagaligo dijamin masih ditampilkan secara utuh sesuai dengan sejarah masyarakat Sulawesi Selatan. Ini menjawab kekhawatiran sejumlah pihak adanya perubahan alur cerita I La Galigo di Makassar. 

"Babak-babak cerita akan disajikan sesuai naskah aslinya dan kami akan meninggalkan cerita ini sebagai lembaran karya yang baru di sini," kata Sutradara Pementasan I La Galigo, Robert Wilson, menjawab pertanyaan para  wartawan di Makassar, Kamis (14/4). 

Wilson berharap, pementasan berlabuhnya La Galigo di Makassar bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat Sulsel untuk melanjutkan karya besar ini dalam bentuk lain. Robert Wilson, adalah produser film dan drama Romoe dan Juliet, serta The Life and Times of Joseph Stalin dan nominasi drama untuk Pulitzer Prize (1986).

 
I La Galigo Bakal Difilmkan

Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia, Dr Muhlis Paini, mengatakan, La Galigo bakal difilmkan. Wacana tentang rencana difilmkan tersebut disampaikan Muhlis pada acara Tudang Sipulung La Galigo Sebagai pembentukan Karakter Bangsa di Gedung Ipteks Unhas, Tamalanrea, Makassar, Kamis (21/4/2011).  Menurutnya jika naskah I La Galigo difilmkan maka lebih mudah dipahami oleh generasi muda. Pada acara Tudang Sipulung tersebut juga dipamerkan naskah lontarak.
 
Pada 22 April, pementasan khusus ditujukan bagi sekitar 200 orang anak yatim piatu, mahasiswa, dan wartawan yang akan meliput dan memotret. Pada pementasan hari berikutnya, ditujukan khusus bagi tamu VIP seperti para pejabat tingkat menteri dan duta besar. Sedangkan pada hari terakhir dibuka untuk 800 tiket bagi masyarakat umum.

Harga tiket bervariasi antara Rp 50 hingga Rp 250 ribu, untuk kelas festival, gold, platinum, dan titanium. Tiket tersebut dapat diperoleh di kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Makassar. Menurut Kepala Dinas Pariwisata, Rusmayani Madjid, saat ini tiket sudah terjual sebanyak 80 persen dari 1.200 lembar tiket yang diperjualbelikan. Sebanyak 750 di antaranya, habis terjual di Jakarta.

Sedikit berbeda dengan pentas-pentas di kota lain, pentas I La Galigo di Makassar dilakukan outdoor dengan melibatkan 80 persen seniman musik dan tari asal Sulawesi Selatan. Mereka telah berlatih keras sejak awal April lalu. Peralatan panggung pun sebagian berasal dari Sulawesi Selatan, dengan pertimbangan ke depan, pentas ini bisa dilanjutkan secara rutin oleh masyarakat Sulawesi Selatan sendiri.

Penggagas pementasan I La Galigo di Makassar adalah Tanri Abeng, tokoh nasional dari Sulawesi Selatan. Ia beberapa kali menyempatkan menonton langsung pertunjukan I La Galigo di beberapa negara.

Setelah melanglang buana ke berbagai kota di dunia seperti Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, Ravenna, New York, Melbourne, Milan, dan Taipei, I La Galigo kembali ke tanah kelahirannya.

Pada 2005, I La Galigo pernah sempat “pulang kampung” dengan pementasan di Teater Tanah Airku di Jakarta. Pementasan tiga jam yang disutradarai Robet Wilson ini pun sukses besar. Selain diprakarsai Tanri Abeng, pementasan I La Galigo di Makassar berlangsung berkat dukungan dan produksi Change Performing Arts (Italia) dan Bali Purnati (Indonesia), serta dukungan Pemerintah Kota Makassar. 

Teknisi Soundsystem Metallica hanya Menjadi Tukang Kabel

Para kreator dan teknisi telah menyulap benteng Panynyyua Fort Rotterdam Makassar menjadi panggung drama indoor sekelas Lincoln Center, New York, (AS), panggung Santiago de Compostella di Spanyol), atau Esplanade Theater di Singapura.

"Bayangkan saja, lighting consultant panggung untuk konser Slank dan Metallica di Indonesia, mas Doddy cuma kebagian tugas pegang cutter, lakban, dan potong-potong kabel," kata Zulham, event organizer Makassar.

Sejak 1 April lalu, sekitar 30-an kru yang dikontrak Change Performing Arts (Italia) dan Yayasan Bali Purnanti, sudah bekerja di Makassar. Change adalah produser teknis dan artistik pementasan ini.


Sebelum drama opera I La Galigo dipentaskan di kampung halamannya pada 23-24 April 2011, 11 pementasan  I  La Galigo telah mengawali pentas dunianya di Singapura pada 2004. Selanjutnya, sejak tahun 2005 lakon monumental ini keliling dunia mulai Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, dan Ravenna (2004);  New York dan Jakarta (2005), Melbourne (2006); Milan (2007); Taipei (2008); dan Singapura tahun 2009 lalu.
 

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday