
"BO tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya,” tegas KH. Firdaus AN.
Kilas balik jauh ke zaman lampau. BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Perkumpulan ini dipimpin oleh para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. BO pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam Yogyakarta yang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patuh pada induk semangnya.
Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan di dalam penyusunan anggaran dasar organisasi, BO menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia. Tidak pernah sekali pun rapat BO membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka ini hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda, memperbaiki nasib golongannya sendiri, dan menjelek-jelekkan Islam yang dianggapnya sebagai batu sandungan bagi upaya mereka.
Lalu siapakah yang benar? Sebahagian ahli berpendapat bahwa Hari Kebangkitan Nasional seharusnya diperingati setiap tanggal 16 Mei. Wallahualam. Nampaknya para ahli sejarah memiliki tugas berat untuk menelusuri kebenarannya. Sebagai salah seorang anak bangsa yang kebetulan tidak pernah mengalami zamannya Budi Oetomo, penulis sendiri bingung.
Seorang teman chatting dengan penulis ketika online di facebook. Ada sedikit tema tentang Hari Kebangkitan Nasional. Teman saya berkata,"Buat apa mempersoalkan kapan hari tepatnya? Yang seharusnya dipersoalkan dan dipikirkan adalah sudah sejauh manakah makna dan aplikasi dari Hari Kebangkitan Nasional itu? Malah saya punya ide untuk mengubah namanya menjadi Hari Kebangkitan Rasional. Agar bangsa ini lebih rasional dalam berpikir dan menyelesaikan persoalan-persoalan besar. Sosial, politik, seni budaya, ekonomi dan macam-macam lagi."