Tarian Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langi (negeri kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langi mengajarkan penghuni lino mengenai
tata cara hidup, bercocok tanam, beternak hingga cara berburu lewat
gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan-gerakan inilah yang
kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langi.

Belakangan
ini tangan-tangan seniman kota dan birokrat pemerintah daerah (pemda)
telah menyulap Pakarena menjadi industri pariwisata. Dengan bantuan
tukang seniman standar estetika diciptakan melalui sanggar-sanggar agar
bisa dinikmatin orang luar. Untuk mendongkrak pendapatan
daerah, alasannya. Sebagian seniman mengikuti standar resmi dan
memperoleh fasilitas pemda. Tapi sebagian seniman lain enggan mengikuti
karena dianggap tidak sesuai tradisi adat setempat, meski menanggung
resiko tidak memperoleh dana pembinaan pemda atau tidak diundang dalam
pertunjukan-pertunjukan.
Sikap
batinnya hening, penuh kelembutan, dedikatif, itulah kesan yang
tersirat dari gemulainya gerakan penari ini. Tari Pakarena yang
dibawakan penari ini adalah tarian kas masyarakat Sulawesi Selatan.
Setiap penari harus melakukan upacara ritual adat yang disebut
jajatang, dengan sesajian berupa beras, kemeyan dan lilin. Ini
dimaksudkan untuk memperoleh kelancaran sepanjang pertunjukan
berlangsung.
Pakarena
adalah bahasa setempat berasal dari kata Karena yang artinya main.
Sementara ilmu hampa menunjukan pelakunya. Tarian ini mentradisi di
kalangan masyarakat Gowa yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa. Ini
dulunya, pada upacara-upacara kerajaan Tari Pakarena ini dipertunjukkan
di Istana. Namun dalam perkembangannya, Tari Pakarena ini lebih
memasyarakat di kalangan rakyat. Bagi masyarakat Gowa, keberadaan Tari
Pakarena tidak bisa dilepaskan dari kehidupan mereka sehari-hari.
Kelembutan
mendominasi kesan pada tarian ini. Tampak jelas menjadi cermin watak
perempuan Gowa sesungguhnya yang sopan, setia, patuh dan hormat pada
laki-laki terutama terhadap suami. Gerakan
lembut si penari sepanjang tarian dimainkan, tak urung menyulitkan buat
masyarakat awam untuk membedakan babak demi babak. Padahal tarian ini
terbagi dalam 12 bagian. Gerakan yang sama, nyaris terangkai sejak
tarian bermula. Pola gerakan yang cenderung mirip dilakukan dalam
setiap bagian tarian.
Sesungguhnya
pola-pola ini memiliki makna khusus. Gerakan pada posisi duduk, menjadi
pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti
arah jarum jam. Menunjukkan siklus kehidupan manusia. Sementara
gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya,
seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu
lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu
tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu
sekitar dua jam.
Tidak
salah kalau seorang penari Pakarena harus mempersiapkan dirinya dengan
prima, baik fisik maupun mental. Gerakan monoton dan melelahkan dalam
Tari Pakarena, sedikit banyak menyebabkan kaum perempuan di Sulawesi
Selatan, tak begitu berminat menarikannya. Kalaupun
banyak yang belajar sejak anak-anak, tidak sedikit pula yang kemudian
enggan melanjutkannya saat memasuki jenjang pernikahan. Namun tidak
demikian halnya seorang Mak Joppong. Perempuan tua yang kini usianya
memasuki 80 tahun ini, adalah seorang pelestari tari klasik Pakarena.
Mak Joppong adalah seorang maestro tari khas Sulawesi Selatan ini. Ia seorang empu
Pakarena. Mak Joppong sampai sekarang masih bersedia memenuhi undangan.
Untuk tampil menarikan Pakarena yang digelutinya sejak usia 10 tahun
ini. Disebut-sebut, perempuan inilah yang mampu menarikan Pakarena
dengan utuh, lengkap dengan kesakralannya sebagai sebuah tarian yang
mengambarkan kelembutan perempuan Gowa.
Usia 80 tahun masih menari ? Hebat banget stamina-nya..?
BalasHapusTernyata tiap-tiap gerakan tari ada maknanya sendiri ya..?
BalasHapusthanks neh, baru tahu kalo pakrena dari gowa... hehehhe
BalasHapusindonesia begitu kaya ternyata..
BalasHapussangat baik melestarikan warisan budaya bangsa
BalasHapuswow,lebih dari sekedar hobi kali ya...
BalasHapuspernah dengar ,,,
BalasHapustp ga pernah liat,,
hehe
salam kenal ,,
makasih mas infonya...
BalasHapusNice post sob...
BalasHapusTerimakasih kunjungan, komentar dan apresiasi sahabat-sahabat.
BalasHapussama cuma suka lagunya Van
BalasHapussaya suka dgn tariannya bro
BalasHapuskaya tarian kipas dari jepang