Latest Post

Menelusuri Jejak Lampau Palembang dari Naskah Sastra Kuno

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 21 Juli 2009 | Juli 21, 2009


Anda yang berasal dari Palembang mungkin pernah atau bahkan sering mendengarkan atau membaca kalimat ini: "Alqisah maka tersebutlah perkataan ada sebuah negeri ditanah Andalas, Palembang namanya, Demang lebar daun nama rajanya, asalnya dari anak cucu raja Syulan juga, Muara Tatang nama sungainya. Maka di hulu Muara Tatang itu ada sebuah sungai Melayu namanya. Dalam sungai itu ada sebuah bukit Si Guntang Mahameru namanya”(Ismail, 1998:83). Di tempat lain dikatakan pula: ”Sebermula dihikayatkan oleh orang yang empunya hikayat ini bahwa negeri Palembang itu Palembang yang sekarang ini, inilah” (Ismail, 1998:85). 

Menurut cerita dalam naskah ini, dari Bukit Si Guntang Mahameru tersebut turunlah tiga orang cucu raja Iskandar Zulkarnain dan yang bungsu menjadi raja di Palembang dengan nama Sang Utama (Nila Utama menurut naskah lain) yang kemudioan bergelar Sri Tribuana. Yang tertua diangkat menjadi raja di Minangkabau dengan nama Sang Sapurba, sedangkan yang kedua menjadi raja di Tanjungpura bernama Sang Maniaka. Jadi orang Melayu itu berasal dari daerah ini dan kemudian menyebar mencari tempat pemukiman baru. Raja-raja Melayu mengakui keturunan dari nenek moyang Bukit Si Guntang.

Periode awal sejarah Nusantara yang kita kenal dari sumber-sumber naskah sastra kuno yang berbentuk prasasti-prasasti Sriwijaya ditemukan dikota Palembang pada abad ke 7 dan ke-8. Seperti yang tertulis pada prasasti telagabaru yang kini disimpan dimusium nasional. Begetu pentingnya Sriwijaya sebagai pusat studi agama Budha ditentukan oleh prasasti yang ditemukan. I Cing, seorang agamawan pengembara, menyarankan kepada mereka yang berkeinginan untuk mempelajari agama Budha di India, hendaknya mereka terlebih dahulu bermukim selama satu tahun di Sriwijaya untuk belajar memfasihkan bahasa Sansekerta (Kumar,1996:xvi).


Salah satu keistimewaan Palembang sebagai tempat penemuan bukti-bukti arkeologi ialah adanya suatu kesinambungan dari segi penanggalan. Hal ini menandakan bahwa Palembang memiliki masa okupasi yang panjang dan berkesinambungan, sehingga seringkali ditemukan data-data sejarah dari zaman yang berbeda-beda. Prasasti yang ditemukan dikawasan Palembang dan sekitarnya ditulis dalam bahasa Melayu Kuno dengan tipe tulisan Pallawa Akhir. Para ahli menyimpulkan bahwa kecanggihan tulisan dan bahasa pada prasasti itu tidak berdiri sendiri, pasti sudah ada penggunaannya dalam kesusastraan yang hidup berdampingan dengan bahasa administratif yang terdapat pada prasasti, meskipun hingga kini tidak ditemukan sisa-sisa kesusastraan kuno dalam bentuk tertulis. 

Pada abad ke-14 ada kerajaan yang luas dengan raja Adityawarman yang mencakup sebagian besar Sumatera Tengah. Prasasti yang ditinggalkan kerajaan itu cukup banyak, meliputi masa pemerintahan raja (1356-1375), peninggalan-peninggalan tersebut menunjukkan hubungan dengan Majapahit, dalam isinya maupun aksaranya yang mirip aksara jawa timur yang sejaman, namun dengan karakter yang khas. Penetrasi pengaruh jawa tersebar disebagian besar kawasan ini.


Salah satu sumber dari kitab sastra kuno Cina menyebutkan bahwa San-Fo-Ci atau Sriwijaya pada tahun 1373 diperintah oleh tiga penguasa, yaitu satu di Palembang, Darmasraya (Jambi), dan Adityawarman (Minangkabau). Di daerah Minangkabau inilah ditemukan arca Amoghapasya Lokesywara yang merupakan hadiah dari Raja Kertanegara kepada Srimat Tribuanaraja Mauliwarmadewa di Suwamabumi (sumatera). Arca ini merupakan tiruan dari arca di Candi Jago (Jawa timur). Setelah tahun 1377 tidak ada lagi berita mengenai daerah ini, mungkin karena pada tahun itu Jambi diserang dan dikalahkan oleh Majapahit. Tulisan dari zaman Sriwijaya diperkirakan banyak yang hilang, bukan berarti bahwa sastranya mati setelah wilayah Palembang menjadi bawahan Majapahit. Dari naskah yang sampai ditangan kita diperkirakan dapat terjadi pengalihan sastra Jawa ke sastra Melayu. 

Pada bidang politik terjadi perubahan-perubahan yang mempengaruhi warna budaya Palembang. Kekuasaan Majapahit atas Palembang mulai melemah karena kegoncangan yang terjadi di kalangan Majapahit dan juga disebabkan karena jarak antara kedua tempat cukup besar, akibatnya terjadi suatu kekosongan kekuasaan. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Cina yang selalu hadir di Nusantara dan akhirnya menguasai Palembang (Groenevaldt dalam Purwanti, 2003:1). Setelah penguasaan Cina, menurut cerita sastra lisan Ki Gede Ing Suro mendirikan kerajaan yang dinamakan Palembang. Pendiri kerajaan Palembang berasal dari daerah pesisir utara Jawa, sebagaimana disebutkan dalam naskah sastra Melayu yang dikarang sebelum tahun 1536 (Ismail, 1998:125).

*dari berbagai sumber

Ahmadun Yosi Herfanda, Sastrawan Sufistik dari Kaliwungu


Ahmadun Yosi Herfanda dilahirkan di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958. Sejak remaja menjadi penulis puisi, cerpen, dan esei. Banyak menelurkan esei sastra, sajak sufistik dan sosial-religius.. Sastrawan Indonesia dari generasi 1980-an juga kerap menetaskan cerpen-cerpenn bergaya karikatural dengan tema-tema kritik sosial.

Ahmadun juga dikenal sebagai wartawan (dengan inisial AYH) dan redaktur sastra Harian Republika dan pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2006. Ia juga sering diundang untuk membacakan sajak-sajaknya maupun menjadi pembicara dalam berbagai kegiatan seni budaya di dalam dan luar negeri.

Alumnus FPBS IKIP Yogyakarta ini menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas Paramadina Mulia, Jakarta, 2005. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia (HISKI, 1993-1995), dan ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia (KSI, 1999-2002). Tahun 2003, bersama cerpenis Hudan Hidayat dan Maman S. Mahayana, ia mendirikan Creative Writing Institute (CWI). Tahun 2007 terpilih sebagai Ketua Umum Komunitas Cerpen Indonesia (KCI, 2007-2010). Tahun 2008 terpilih sebagai Ketua Umum Komunitas Sastra Indonesia (KSI). Pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 2006-2009, tapi mengundurkan diri. Ahmadun juga pernah menjadi anggota Dewan Penasihat dan anggota Mejelis Penulis Forum Lingkar Pena (FLP). Dianggap sebagai salah satu sastrawan Indonesia terkemuka saat ini.

Karya-karya Ahmadun dimuat di berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri, antara lain Horison, Ulumul Qur'an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antologi puisi Secreets Need Words (Ohio University, A.S., 2001), Waves of Wonder (The International Library of Poetry, Maryland, A.S., 2002), jurnal Indonesia and The Malay WorldThe Poets’ Chant (The Literary Section, Committee of The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995).

Pernah beberapa kali sajak-sajaknya diulas dalam program acara "Sajak-Sajak Bulan" Ini di Radio Suara Jerman Deutsche Welle. Cerpennya, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing, memenangkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan dibukukan dalam Paradoks Kilas Balik (Radio Nederland, 1989). Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).

Beberapa buku karya Ahmadun yang telah terbit sejak dasawarsa 1980-an, antara lain: Ladang Hijau (Eska Publishing, 1980), Sang Matahari (kumpulan puisi, bersama Ragil Suwarna Pragolapati, Nusa Indah, Ende, 1984), Syair Istirah (bersama Emha Ainun Nadjib dan Suminto A. Sayuti, Masyarakat Poetika Indonesia, 1986), Sajak Penari (kumpulan puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, 1990), Sebelum Tertawa Dilarang (kumpulan cerpen, Balai Pustaka, 1997), Fragmen-fragmen Kekalahan (kumpulan sajak, Forum Sastra Bandung, 1997), Sembahyang Rumputan (kumpulan puisi, Bentang Budaya, 1997), Ciuman Pertama untuk Tuhan (kumpulan puisi, bilingual, Logung Pustaka, 2004),Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (kumpulan cerpen, Bening Publishing, 2004), Badai Laut Biru (kumpulan cerpen, Senayan Abadi Publishing, 2004),The Warshipping Grass (kumpulan puisi bilingual, Bening Publishing, 2005),Koridor yang Terbelah (kumpulan esei sastra, Jakarta Publishing House, 2006). Berikut dua buah puisinya yang pernah penulis abcakan di radio.

SEMBAHYANG RUMPUTAN

walau kaubungkam suara azan
walau kaugusur rumah-rumah tuhan
aku rumputan
takkan berhenti sembahyang
:inna shalaati wa nusuki
wa mahyaaya wa mamaati
lillahi rabbil ‘alamin
topan menyapu luas padang
tubuhku bergoyang-goyang
tapi tetap teguh dalam sembahyang
akarku yang mengurat di bumi
tak berhenti mengucap shalawat nabi

sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan jiwa dan badan
yang rindu berbaring di pangkuan tuhan
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan habis-habisan

walau kautebang aku
akan tumbuh sebagai rumput baru
walau kaubakar daun-daunku
akan bersemi melebihi dulu

aku rumputan
kekasih tuhan
di kota-kota disingkirkan
alam memeliharaku subur di hutan

aku rumputan
tak pernah lupa sembahyang
:sesungguhnya shalatku dan ibadahku
hidupku dan matiku hanyalah
bagi allah tuhan sekalian alam

pada kambing dan kerbau
daun-daun hijau kupersembahkan
pada tanah akar kupertahankan
agar tak kehilangan asal keberadaan
di bumi terendah aku berada
tapi zikirku menggema
menggetarkan jagat raya
: la ilaaha illalah
muhammadar rasululah

aku rumputan
kekasih tuhan
seluruh gerakku
adalah sembahyang

1992

DI BAWAH LANGIT MALAM

———— purworejo

kucium kening bulan
dalam sentuhan dingin angin malam
ayat-ayat tuhan pun tak pernah bosan
memutar planet-planet dalam keseimbangan

langit yang membentang
menenggelamkanku ke jagat dalam
kutemukan lagi ayat-ayat tuhan
inti segala kekuatan putaran

jagad yang menghampar
membawaku ke singgasana rahasia
pusat segala energi dan cahaya
membebaskan jiwa
dari penjara kefanaannya

kucium lagi kening bulan
engkau pun tersenyum
dalam penyerahan
1983


Beberapa bulan lalu, seorang pendengar mengirimkan CD ke studio yang berisi rekaman pembacaan dua buah puisi sastrawan sufistik ini untuk diputar di acara sastra RCA. Penulis sendiri baru mengenal nama Ahmadun Yossi Erfanda sejak itu.


Kahlil Gibran, Pujangga Motivator Terbesar

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 20 Juli 2009 | Juli 20, 2009


Pada satu kesempatan ketika masih duduk di bangku SMP, penulis melakukan survei kecil. Penulis menemukan kenyataan di antara sepuluh orang teman, 5 orang di antaranya memiliki dua buah buku karya Kahlil Gibran di kamarnya. Sebuah awal rasa penasaran besar saat itu. Seperti apakah karya Khalil Gibran? Ternyata karyanya digilai bukan hanya karena kualitas puitika atau romantismenya tapi lebih kepada motivasi-motivasi khas dan unik yang dikandung dalam setiap karyanya.
Kahlil Gibran yang namanya juga dieja Khalil Gibran adalah seorang seniman, penyair, dan penulis Lebanon Amerika. Ia lahir di Lebanon 6 Januari 1883 – 10 April 1931 dan menghabiskan sebagian besar masa produktifnya di Amerika Serikat. Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. 


Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Beirut, di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat.
Adiknya, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat menerbitkan karya-karyanya. Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.

Sebelum tahun 1912 bukunya "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan.
Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Suriah yang tinggal di Amerika.

Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.

Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems". Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang Nabi" pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.

Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan asosiasi ini untuk merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.

Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".

Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hepatis dan tuberkulosis, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village. Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di biara Mar Sarkis. Kahlil mewariskan karya-karya besarnya kepada dunia, sampai hari ini. Segelintir di antaranya seperti di bawah ini:


LAGU OMBAK


Pantai yang perkasa adalah kekasihku, Dan aku adalah kekasihnya,
Akhirnya kami dipertautkan oleh cinta,
Namun kemudian Bulan menjarakkan aku darinya.
Kupergi padanya dengan cepatLalu berpisah dengan berat hati.
Membisikkan selamat tinggal berulang kali.
Aku segera bergerak diam-diamDari balik kebiruan cakerawala
Untuk mengayunkan sinar keperakan buihku
Ke pangkuan keemasan pasirnya
Dan kami berpadu dalam adunan terindah.
Aku lepaskan kehausannya
Dan nafasku memenuhi segenap relung hatinya
Dia melembutkankan suaraku dan mereda gelora di dada.
Kala fajar tiba, kuucapkan prinsip cintadi telinganya, dan dia memelukku penuh damba
Di terik siang kunyanyikan dia lagu harapan
Diiringi kucupan-kucupan kasih sayang
Gerakku pantas diwarnai kebimbangan
Sedangkan dia tetap sabar dan tenang.
Dadanya yang bidang meneduhkan kegelisahan
Kala air pasang kami saling memeluk
Kala surut aku berlutut menjamah kakinya
Memanjatkan doaSeribu sayang, aku selalu berjaga sendiri
Menyusut kekuatanku.
Tetapi aku pemuja cinta,
Dan kebenaran cinta itu sendiri perkasa,
Mungkin kelelahan akan menimpaku,
Namun tiada aku bakal binasa.


SETETES AIRMATA DAN SEULAS SENYUMAN


Takkan kutukar dukacita hatiku demi kebahagiaan khalayak.
Dan, takkan kutumpahkan air mata kesedihan yang mengalir dari tiap bahagian diriku berubah menjadi gelak tawa.
Kuingin diriku tetaplah setitis air mata dan seulas senyuman.
Setitis airmata yang menyucikan hatiku dan memberiku pemahaman rahsia kehidupan dan hal ehwal yang tersembunyi.
Seulas senyuman menarikku dekat kepada putera kesayanganku dan menjelma sebuah lambang pemujaan kepada tuhan.
Setitis airmata meyatukanku dengan mereka yang patah hati;
Seulas senyum menjadi sebuah tanda kebahagiaanku dalam kewujudan.
Aku merasa lebih baik jika aku mati dalam hasrat dan kerinduan berbanding jika aku hidup menjemukan dan putus asa.
Aku bersedia kelaparan demi cinta dan keindahan yang ada di dasar jiwaku setelah kusaksikan mereka yang dimanjakan amat menyusahkan orang.
Telah kudengar keluhan mereka dalam hasrat kerinduan dan itu lebih manis daripada melodi yang termanis.
Ketika malam tiba bunga menguncupkan kelopak dan tidur, memeluk kerinduannya.
tatkala pagi menghampiri, ia membuka bibirnya demi menyambut ciuman matahari.
Kehidupan sekuntum bunga sama dengan kerinduan dan pengabulan.
Setitis airmata dan seulas senyuman.
Air laut menjadi wap dan naik menjelma menjadi segumpal mega.
Awan terapung di atas pergunungan dan lembah ngarai hingga berjumpa angin sepoi bahasa, jatuh bercucuran ke padang-padang lalu bergabung bersama aliran sungai dan kembali ke laut, rumahnya.Kehidupan awan-gemawan itu adalah sesuatu perpisahan dan pertemuan.
Bagai setitis airmata seulas senyuman.
Dan, kemudian jiwa jadi terpisahkan dari jiwa yang lebih besar, bergerak di dunia zat melintas bagai segumpal mega diatas pergunungan dukacita dan dataran kebahagiaan.
Menuju samudera cinta dan keindahan - kepada Tuhan.


7 ALASAN MENCELA DIRI


Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku,pertama kali ketika aku melihatnya lemah,padahal seharusnya ia bisa kuat.
Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongketdihadapan orang yang lumpuh
Ketiga kali ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan mudahia memilih yang mudahKeempat kalinya,
ketika ia melakukan kesalahan dan cuba menghibur diridengan mengatakan bahawa semua orang juga melakukan kesalahanKelima kali,
ia menghindar kerana takut,
lalu mengatakannya sebagai sabarKeenam kali,
ketika ia mengejek kepada seraut wajah burukpadahal ia tahu,
bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia pakaiDan ketujuh,
ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai suatu yang bermanfaat


INDAHNYA KEMATIAN

Panggilan
Biarkan aku terbaring dalam lelapku,
kerana jiwa ini telah dirasuki cinta,
dan biarkan daku istirahat,
kerana batin ini memiliki segala kekayaan malam dan siang.
Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di sekeliling ranjang ini,
dan taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki-kaki ini dengan wangian,
dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi ini.
Biarku istirahat di ranjang ini,
kerana kedua bola mata ini telah teramat lelahnya;
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwaku;
Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkapkan tabir lara hatiku.
Nyanyikanlah masa-masa lalu seperti engkau memandang fajar harapan dalam mataku,
kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas tempat hatiku berbaring.
Hapuslah air matamu, saudaraku,
dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-bunga menyemai jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.
Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara ranjangku dengan jarak infiniti;
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku.
Ciumlah mataku dengan seulas senyummu.
Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku dengan kelembutan jemari merah jambu mereka;
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan memberkatiku;
Biarkanlah perawan-perawan mendekati dan melihat bayangan Tuhan dalam mataku,
dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku....

BAGI SAHABATKU YANG TERTINDAS


Wahai engkau yang dilahirkan di atas ranjang kesengsaraan,
diberi makan pada dada penurunan nilai,
yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani,
engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum air keruhmu bercampur dengan airmata yang getir.
Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh lelaki yang meninggalkan isterinya,
anak-anaknya yang masih kecil,
sahabat-sahabatnya,
dan memasuki gelanggang kematian demi kepentingan cita-cita, yang mereka sebut 'keperluan'.
Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung halamannya, tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya,
yang hanya berhasrat untuk hidup di atas sampah masyarakat dan dari tinggalan atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.
Wahai tawanan yang dilemparkan ke dalam kegelapan kerana kejahatan kecil yang dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas kejahatan dengan kejahatan,
dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin mempertahankan hak melalui cara-cara yang keliru.
Dan engkau, Wahai wanita yang malang,
yang kepadanya Tuhan menganugerahkan kecantikan.
Masa muda yang tidak setia memandangnya dan mengekorimu,
memperdayakan engkau,
menanggung kemiskinanmu dengan emas.
Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu. Kau serupa mangsa yang gementar dalam cakar-cakar penurunan nilai dan keadaan yang menyedihkan.
Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati,
para martir bagi hukum buatan manusia.
Kau bersedih, dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban yang hebat,
dari ketidakadilan sang hakim, dari licik si kaya,
dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya Jangan putus asa,
kerana di sebalik ketidakadilan dunia ini,
di balik persoalan, di balik awan gemawan,
di balik bumi, di balik semua hal ada suatu kekuatan yang tak lain adalah seluruh kadilan, segenap kelembutan, semua kesopanan, segenap cinta kasih.
Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan.
Segera angin yang lembut akan bertiup dan membawa bijianmu memasuki cahaya matahari tempat mereka yang akan menjalani suatu kehidupan indah.Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah kerana berat dan bersama salju musim dingin. Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu dengan dedaunan hijau dan berair banyak.Kebenaran akan mengoyak tabir airmata yang menyembunyikan senyumanmu. Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu dan kuanggap hina para penindasmu.

TANYA SANG ANAK
Konon pada suatu desa terpencil
Terdapat sebuah keluarga
Terdiri dari sang ayah dan ibuSerta seorang anak gadis muda dan naif!
Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!Ibu!
Mengapa aku dilahirkan wanita?Sang ibu menjawab,
"Kerana ibu lebih kuat dari ayah!
"Sang anak terdiam dan berkata,"Kenapa jadi begitu?
"Sang anak pun bertanya kepada sang ayah
!Ayah!
Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?
Ayah pun menjawab,"Kerana ibumu seorang wanita!!!
Sang anak kembali terdiam.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Ayah!
Apakah aku lebih kuat dari ayah?
Dan sang ayah pun kembali menjawab," Iya,
kau adalah yang terkuat!"
Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.
Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.
Ayah!
Apakah aku lebih kuat dari ibu?
Ayah kembali menjawab,"Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!
""Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?
" Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan.
Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan.
"Kerana engkau adalah buah dari cintanya!
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam.
Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!
Dan kau adalah segalanya buat kami.
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.
Tawamu adalah tawa kami.
Tangismu adalah air mata kami.
Dan cintamu adalah cinta kami.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Apa itu Cinta, Ayah?
Apa itu cinta, Ibu?
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!
Dan mereka pun menjawab,"Kau, kau adalah cinta kami sayang.."

KISAHKU
Dengarkan kisahku... .
Dengarkan,
tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku:
kerana belas kasihan menyebabkan kelemahan, padahal aku masih tegar dalam penderitaanku..
Jika kita mencintai,
cinta kita bukan dari diri kita, juga bukan untuk diri kita.
Jika kita bergembira,
kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tapi dalam Hidup itu sendiri.
Jika kita menderita,
kesakitan kita tidak terletak pada luka kita, tapi dalam hati nurani alam.
Jangan kau anggap bahawa cinta itu datang kerana pergaulan yang lama atau rayuan yang terus menerus.
Cinta adalah tunas pesona jiwa,
dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat,
ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan dari generasi ke generasi.
Wanita yang menghiasi tingkah lakunya dengan keindahan jiwa dan raga adalah sebuah kebenaran,
yang terbuka namun rahsia;
ia hanya dapat difahami melalui cinta,
hanya dapat disentuh dengan kebaikan;
dan ketika kita mencuba untuk menggambarkannya ia menghilang bagai segumpal wap.

SYUKUR
Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran terpahat di bibir senyuman


IBU


Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir - bibir manusia.
Dan "Ibuku" merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.
Ibu adalah segalanya.
Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta,
kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi.
Siapa pun yang kehilangan ibunya,
ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasamerestui dan memberkatinya.
Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu.
Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.
Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan.
Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya.
Pepohonandan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.Penuh cinta dan kedamaian.

WAKTU


Dan seorang pakar astronomi berkata,
"Guru, bagaimanakah perihal Waktu?
"Dan dia menjawab:
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.
Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.
Suatu ketika kau ingin membuat anak sungai, di mana atas tebingnya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.
Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesedaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahawa semalam hanyalah kenangan utk hari ini dan esok adalah harapan dan impian utk hari ini.
Dan yang menyanyi dan merenung dari dalam jiwa, sentiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.
Siapa di antara kalian yang tidak merasa bahawa daya mencintainya tiada batasnya?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahawa cinta sejati, walau tiada batas, terkandang di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari fikiran cinta ke fikiran cinta, pun bukan dari tindakan cinta ke tindakan cinta yang lain?
Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbahagi dan tiada kenal ruang?
Tapi jika di dalam fikiranmu baru mengukur waktu ke dalam musim,
biarkanlah tiap musim merangkumi semua musim yang lain,
Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan.

SEMALAM
Semalam aku sendirian di dunia ini,
kekasih; dan kesendirianku...
sebengis kematian...
Semalam diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara...,
Di dalam fikiran malam.
Hari ini...
aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari.
Dan, ia berlangsung dalam seminit dari sang waktu yang melahirkan sekilas pandang,
sepatah kata, sebuah desakan dan... sekucup ciuman


KATA SELEMBAR KERTAS SEPUTIH SALJU


Kata selembar kertas seputih salju,"Aku tercipta secara murni, kerana itu aku akan tetap murni selamanya. Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi abu putih daripada menderita kerana tersentuh kegelapan atau didekati oleh sesuatu yang kotor." Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa dalam hatinya yang hitam, tapi tak berani mendekatinya. Pensil-pensil beraneka warna pun mendengarnya, dan mereka pun tak pernah mendekatinya. Dan selembar kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni selamanya -suci dan murni- dan kosong.
Setiap kali mengembara dalam setiap relung makna dan kata dari karya-karya Kahlil Gibran adalah seolah kita menghidupkan kembali optimisme walau kenyataannya tidak demikian. Diakui atau tidak, Kahlil Gibran masih merupakan seorang motivator terbesar di dunia, khusus dari dunia sastra.
*dari berbagai sumber

D Zawawi Imron, Carok Sastra dari Madura


Mungkin dialah satu-satunya penyair yang tidak tamat Sekolah Rakyat namun memiliki kekuatan puitika yang jarang tandingannya. Penyair yang juga muballigh ini dilahirkan dengan nama D Zawawi Imron di Batang-batang, Sumenep, Madura, 1945, (uniknya, tidak pernah diketahui tanggal dan bulannya).

Dia adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang juga berhasil menginvasi dominasi sastra di ibukota. Dia memenangkan hadiah utama penulisan puisi ANTV (1995). Sejak kecil hingga menjadi kakek, Zawawi lebih suka bermukim di desa kelahirannya. Tempat di mana dia dapat menghirup udara segar inspirasi sepuas-puasnya.


Zawawi pernah tampil dalam acara kesenian Winter Nachten di Belanda (2002). Beberapa karya besarnya di jagad sastra tanah air seperti: Semerbak Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978), Celurit Emas (1980), Bulan Tertusuk Ilalang (1982; yang mengilhami film Garin Nugroho berjudul sama) Nenek Moyangku Airmata (1985; mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K, 1985), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), dan Madura Akulah Darahmu (1999).

Nama Zawawi semakin membubung tinggi ke kancah nasional semenjak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki Jakarta (1982). Di tahun itu terbit kumpulan sajaknya “Bulan Tertusuk Lalang”, dan “Nenek Moyangku Airmata” dapat hadiah Yayasan Buku Utama. “Celurit Emas” dan “Nenek Moyangku Airmata” (1990) terpilih sebagai buku terbaik Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Zawawi pernah menjadi Pembicara dalam Seminar Majlis Bahasa Brunai Indonesia Malaysia (MABBIM) dan Majlis Asia Tenggara (MASTERA) Brunai Darussalam (Maret 2002).

Tipikal penyair "alam" yang ditempa kekuatan puitika pedesaan dan pergaulan dengan rakyat biasa telah melahirkan Zawawi yang khas dan memang sudah sepantasnya diperhitungkan dalam jagad sastra nasional. Baca saja beberapa sajaknya yang menggali kesederhanaan sekaligus kedalaman perenungan.

IBU
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunpun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu, ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sarisari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang meyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu


SAJAK GAMANG
dibiarkannya orang-orang merangkak
selarat kerbau menarik bajak
dibiarkannya cacing yang tak punya kuasa
kalau anak-anak menyanyi tentang daun-daun hijau
bagus, karena bapaknya parau bagai harimau
musik dan gamelan kadang bikin gamang
sungai dan hutan jangan diurus kancil atau siamang

DOA I
bila kau tampakkan secercah cahaya di senyap malam
rusuh dan gemuruh mengharu biru seluruh tubuh
membangkitkan gelombang lautan rindu
menggebu menyala
dan lagu-Mu yang gemuruh
menyangkarku dalam garden-Mu
biarkan aku menari dalam lagu-Mu
gila lestari melimbang badan
ah, hatiku tertindas gatal dan pedih
meski nikmat semakin erat memelukku
aku meronta dalam kutuk-Mu
duhai, naung kasih-Mu melambai tangan
sekali lagi kau kilatkan cahaya di tengah malam
aku silau, hanya tangan yang menggerapai
golang golek tubuhku dalam yakin
ah, kegilaan begitu mesra
tangis bahagia yang bersimbah di raut jiwa
menggermang nyala bulu-bulu seluruh tubuh
terbisik di hati puji syukur memanjat rindu

1965
(dari buku : CINTA LADANG SAJADAH, karya D ZAWAWI IMRON, penerbit Gita Nagari, cetakan I, tahun 2003).

Semoga di masa datang, akan bermunculan carok-carok sastra lainnya dari Madura seperti D Zawawi Imron.

Anil Hukma: Perempuan Penyair Agresor

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 19 Juli 2009 | Juli 19, 2009


Anil Hukma, salah seorang perempuan penyair dari Makassar. Luar biasa, dia satu-satunya penyair cewek yang diundang mengikuti “9 th Kuala Lumpur Poetry Reading” (2002) dan karyanya dimasukkan dalam buku antologi dwi bahasa dalam festival ini. Anil Hukma Lahir di Kampung Kassikebo kota Maros pada 1 September 1970. Puisi dan cerpennya dimuat dalam harian Pedoman Rakyat di Makassar sejak SMA.

Anil sering mengikuti berbagai even sastra dan budaya, salah satunya pada Pertemuan Dewan Kesenian se-Indonesia (1990). Puisi tunggalnya diterbitkan dalam antologi Ombak Losari (1990) dan Setengah Abad Indonesia (1995). Puisinya juga dimuat pada beberapa antologi seperti Antologi Puisi Indonesia (1997), Temu Penyair Makassar (1999), Sastra Kepulauan (1999), Ombak Makassar (2000), Baruga (2000), Kemilau Musim (2002), Bukalah Pintu Itu (2003) dan Pesona Gemilang Musim (2004). Juga termuat di Malaysia di majalah Dewan Sastera (2002).
Mengikuti “Ubud Writers Festival” (2004). Anil juga terlibat dalam buku Aku Hanya Mahu ke Seberang karya Hashim Jacoob yang diterjemahkan ke 45 bahasa (University of Malaya Press, Kuala Lumpur, 2006) dimana ia mengerjakan penerjemahan ke bahasa Makassar.

Beberapa tahun lalu Anil Hukma pernah mengatakan, di antara belasan sastrawan Makassar, hanya segelintir kecil yang punya tradisi mengirimkan puisi dan cerpen mereka ke media massa ibukota. Dia lalu menyebut contoh Aslan Abidin, Badaruddin Amir, Tommy Tamata, Tri Astoto, dan Anil Hukma sendiri. ''Saya tidak mengerti mengapa sastrawan-sastrawan lainnya tidak mau menjajal media massa ibukota. Entah kurang percaya diri atau kurang mau bekerja keras untuk mengejar pengakuan secara nasional,'' katanya. Ibu dua anak ini mengakui banyak karya sastrawan Makassar yang bermutu baik. Barangkali juga ada yang berpendapat, tidak harus dimuat di koran-koran Jakarta untuk mendapatkan pengakuan secara nasional,'' begitu katanya.

Anil Hukma memang agresor. Serbuan karyanya ke media-media cetak nasional di ibukota diikuti penulis-penulis muda lainnya. Tapi sayang, penyair perempuan seperti dirinya masih bisa dihitung dengan jari di daerahnya, Makassar.

(hingga saat ini, Ivan masih menguber-uber foto dan karya-karyanya untuk melengkapi postingan ini)

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday