Latest Post

Gadis Berjaket Merah dan Takut Hujan Luncurkan Nisan

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 29 April 2010 | April 29, 2010


Salah satu perempuan penulis yang termasuk paling produktif di Sulsel, alumnus Jurusan Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin, Pratiwi Syarief, bakal meluncurkan buku barunya pada 2010 ini. Buku ketiganya ini diberi judul Gadis Nisan.

Sebelumnya gadis cantik ini sudah meluncurkan buku Gadis Berjaket Merah, buku yang memuat sembilan belas karya yang terdiri dari tujuh belas cerpen, satu essai dan satu kumpulan puisi. Lalu bukunya yang kedua, Gadis Takut Hujan. Ketiga kumpulan cerpen tersebut yang menjadi editornya adalah Kepala Humas Unhas M Dahlan Abubakar.

Kemampuan menulis Pratiwi Syarif telah muncul ketika dia masih di SMP dimana saat itu kisah-kisah dan pengalamannya ditulisnya melalui  Buku diary. Kemudian untuk memperdalam kemampuan menulisnya ia memilih kelas Bahasa sewaktu  masih di SMA negeri Barru.  Bakat menulisnya  menurun dari  sang ayah Syarif  Longi Wartawan Harian Pedoman Rakyat  yang  juga  Pimpinan Redaksi  “Tabloid “Pijar”. 

Karya-karya Pratiwi memiliki kekhasan setting cerita yang menawarkan keakraban dengan kehidupan sehari-hari, bahkan terasa akrab mengalir saja tanpa tedeng aling-aling tapi tetap bernas.

Dalam berbagai kesempatan Pratiwi selalu mengungkapkan bahwa dirinya memang menargetkan bisa melahirkan sebuah karya baru setiap tahun.  Buku ketiganya ini memuat 22 judul cerpen dan dijadwalkan diluncurkan di kampung halamannya, Barru, Sulsel.

(berbagai sumber)

Hujan Kali Ini

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 28 April 2010 | April 28, 2010


semestinya rindumu bertangkupan dengan musim hujan
kali ini.
dawai-dawai gitarmu juga  tidak sedang memainkan malam yang murung 
dan pecah.
tidak sengaja aku menuliskan sajak  selama berhari-hari
hanya untuk mengutip sedikit kalimat yang pernah kau  titipkan 
di bawah hujan, "akhirnya tak ada yang bisa membaca arah angin,"
katamu 
untuk musim berikutnya.


bulukumba, 28 april 2010


Gandrang Bulo

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 26 April 2010 | April 26, 2010

Lukisan Pasir Kseniya Simonova dari Ukraina

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 25 April 2010 | April 25, 2010

Aku Bukanlah Gitar Yang Tiap Hari Selalu Kau Peluk

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 24 April 2010 | April 24, 2010


Lelaki tampan dengan suara merdu dan kemampuan memetik gitar. Perempuan mana tak jatuh hati? Semua begitu indah di awal. Belakangan sang perempuan sadar, kekasihnya lebih memilih yang lain. Bukan wanita idaman lain, tapi yang dipilih sang pria: gitarnya sendiri. Ditambah kelakuan playboy si pria, perempuan itu pun termehek-mehek di akhir cerita.

Cerita klasik dan sederhana itu menjadi plot lukisan komik Bambang “Toko” Witjaksono. Tema Titian Muhibah diusung Bambang dalam pameran lukisannya yang digelar di Langgeng Gallery di Jakarta Art District, Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta, sepanjang 8-30 April ini.

Karya Bambang merupakan reproduksi dari komik Akhir yang Tragis karya Jan Mintaraga. Bambang, pengagum berat Jan, memproyeksikan komik itu di atas kanvas berukuran lebih dari 1 meter persegi. Sapuan akrilik digunakan untuk mempercantik 12 lukisan yang dipamerkan. “Saya meminjam visual komik, tapi ceritanya saya bikin sendiri,” katanya. Penekanan cerita ala Bambang pada gitar dan perjalanan cinta sepasang kekasih.

Nostalgia komik roman mampu dimunculkan dosen Institut Seni Indonesia Yogyakarta tersebut. Pencapaian yang cukup mengagumkan karena mampu menyeleksi satu buku komik menjadi tinggal 12 frame. Sayang, keterbatasan ruang di Langgeng Gallery membuat tak semua lukisan dipajang. Bahayanya, penikmat lukisan akan kehilangan alur cerita.

Keklasikan komik dijaga dengan mempertahankan sosok-sosok pada 1970-an, seperti tergambar dalam Akhir yang Tragis. Sang perempuan kerap digambarkan dengan rok di bawah lutut, rambut terkepang, atau berbandana besar. Adapun prianya dihadirkan dengan rambut berjambul dan kemeja lengan panjang dengan kancing atas terbuka.

Bambang juga menampilkan warna-warna pastel nan lembut dalam lukisannya. Misalnya, dalam lukisan berjudul Merdunya, Bambang menggunakan warna oranye pada gitar si pria, termasuk barisan fret-nya. Kemeja lelaki itu berwarna pink menyala. Begitu juga dengan rok terusan sosok perempuan yang terlihat jauh. Latar belakang langit biru cerah menambah ngejreng lukisan tersebut.

Layaknya komik, Bambang pun menghadirkan teks dalam lukisannya. Beberapa kali dialog tercipta antara laki-laki dan perempuan. Tapi tak jarang monolog. Teks dalam lukisan Bambang berhuruf kapital dan cenderung sama dengan judul lukisan. Terkadang panjang, terkadang singkat. Bambang sebenarnya bisa memilih salah satu, judul saja atau lukisan saja.

Pada beberapa gambar, penghilangan itu akan tetap mampu menjaga pesan visual dalam lukisan. Ini terlihat pada lukisan Tangannya Selembut Salju, yang menggambarkan pasangan kekasih sedang berpegangan tangan. Dengan membaca judul saja, pesan lukisan mampu ditangkap dengan mudah.

Bambang tak jarang menyisipkan unsur puitis dalam teks. Contohnya, dalam Aku Bukanlah Gitar, teks yang dibuat Bambang untuk menunjukkan suasana hati sang perempuan berbunyi: “Aku bukanlah gitar yang tiap hari selalu kau peluk”.

Dalam lukisannya, Bambang terlihat sangat memperhatikan angle. Dalam lukisan Mulailah Kejengkelan Itu, misalnya, pertemuan dua kekasih digambar dari luar rumah dengan posisi agak ke atas. Pohon yang beberapa rantingnya tak berdaun lagi menjadi latar depan, berpadu dengan terali rumah yang tergambar hitam. “Saya tak ingin menggambarkan karakter komik dari depan saja,” kata pendiri grup komik Apotik ini.

sumber: www.tempointeraktif.com

Maksud Baik Saudara Sebenarnya Untuk Siapa?

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 23 April 2010 | April 23, 2010



WS Rendra, kampus UI, 1977

Pameran Lukisan Lima Perempuan Di Hari Kartini

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 22 April 2010 | April 22, 2010


Pameran lukisan karya lima perempuan, terdiri dari Yuni, Anggi, Santi, Marledi dan Ana mewarnai peringatan Hari Kartini di Makassar. Pameran lukisan  yang digelar selama tiga hari, mulai 21 April hingga 23 April itu, selain dipamerkan juga dijual, ada sekitar 21 lukisan hasil karya lima pelukis yang tergabung dalam Makassar Art Gallery yang dipajang di salah satu hotel berbintang di Makassar, Rabu.

Lukisan yang dipamerkan mengandung unsur alam, abstrak bahkan lukisan yang dipadukan dengan sulaman juga ditampilkan dalam pameran ini. Menurut Ketua Panitia Pameran Lukisan Lima Perempuan, Gunawan Monoharto di Makassar, Rabu, karya lima pelukis wanita ini di pamerkan untuk mendorong perempuan-perempuan di Indonesia agar tetap menghargai perjuangan RA Kartini yang telah mendongkrak kemampuan perempuan untuk berkarya.

Keterangan dari panitia, hasil penjualan lukisan ini akan diberikan ke panti jompo, panti asuhan dan orang-orang yang memang layak membutuhkan. Masing-masing lukisan memiliki harga bervariatif, mulai Rp1 juta hingga Rp12 juta, namun harga itu bisa ditawar sehingga masyarakat bisa menjangkaunya .

Sebagian besar lukisan tidak jauh dari kebudayaan dan nilai-nilai luhur masyarakat Sulsel pada umumnya, seperti lukisan "Pa Pui pui" yaitu seni meniup seruling khas Bugis, Makassar dan lukisan busana pengantin khas Mandar dan Suku Kajang Bulukumba.



Sajak Cinta Seorang Tua Untuk Istrinya

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 20 April 2010 | April 20, 2010

sajak cinta WS Rendra untuk istrinya

Sajak Sebatang Lisong

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 19 April 2010 | April 19, 2010


Sajak Sebatang Lisong WS Rendra, Kampus ITB, 1977.

Aroma Musim Hujan

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 18 April 2010 | April 18, 2010


Prosa puitik "Aroma Musim Hujan" karya Amri Ibrahim, penyair dan blogger Makassar. Aku memanggilnya brother. 

 

Refleksi Mafia Dalam Kekuasaan

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 17 April 2010 | April 17, 2010


Seorang laki-laki bertopeng dengan setelan jas abu-abu itu berada di sungai. Air hitam merendam bagian pinggang ke bawah. Tangannya memegang topi jenis fedora yang senada dengan warna jasnya. Topi itu dipasangkan ke pria lain di sebelah kirinya, yang juga terendam air hingga dada. Laki-laki bertopeng itu seolah sedang menahbiskan pria tersebut. Senyum bangga pun terlihat dari si tertahbis. Tapi dia tak sadar. Di bagian atas topi itu tergambar cross hair target. Dari balik sebuah pohon, seorang lelaki mengarahkan shotgun ke arah cross hair itu. Posisinya siap tembak. Sekali tembak, tentu kekuasaan yang baru diraihnya lenyap seketika. Anehnya, senyum dan arah mata dalam topeng sang penahbis seperti menyetujui tindakan si pengintip.

A Real Power Can't be Give, It Should be Take, judul lukisan tersebut. Sang pelukis, M. Lugas Syllabus, seolah menggambarkan kekuasaan yang siap direbut pihak lain. Dunia kekuasaan inilah yang digambarkan perupa kelahiran Bengkulu, 23 tahun lalu, itu dalam pameran tunggal di galeri Art Seasons, Permata Hijau, Jakarta, sejak 24 Maret lalu hingga 24 April mendatang.

Mengusung tema "Welcome to The Family", Lugas menggambarkan kekuasaan dalam dunia keluarga mafia dengan akrilik di atas kanvas. Lugas seperti terinspirasi oleh Don Corleone, tokoh fiksi gembong mafia dalam novel The Godfather karya Mario Puzo. 

Dalam The Don Dinner, Lugas menampilkan pemimpin mafia itu dengan tatapan tajam dan tangannya terkatup di atas meja makan. Tiga lelaki anggota keluarganya berdoa dengan tangan memegang pistol terangkat ke dagu. Seperti berharap Don membagikan peluru dari piring di depannya. Kreativitas Lugas ditambah suasana kelam melalui tembok kecokelatan plus hijau lumut terlihat nakal, menarik, sekaligus menunjukkan gairah ide yang meluap.

Lugas juga merefleksikan kepicikan pertemanan seperti yang terjadi dalam dunia mafia. Dalam Never Trust The Goldhand, digambarkan dua orang tengah berjalan bersama. Tangan lelaki yang satu menempelkan tanda target--pengulangan dari A Real Power Can't be Give, It Should be Take--di punggung lelaki lainnya. Simak juga XOXO (peluk-cium), yang menampilkan satu orang memandangi temannya, yang membuka jaket sepanjang lutut. Si teman ternyata membawa senapan, granat, dan bom waktu.

Selain memajang lukisan, Lugas memamerkan karya tiga dimensi yang tak lepas dari dunia kekuasaan, misalnya I Ki$$ Your Hand, yang menunjukkan seekor kucing dengan kaki depan terangkat tengah menjilat tangan manusia berkepala anjing yang berdiri pongah. Berbahan fiberglass, karya ini mencerminkan kondisi permusuhan yang kerap dibungkus kepatuhan. Tanda "$" dalam judul menunjukkan jilatan dilakukan kepada mereka yang punya uang dan kuasa.

Begitu juga dengan We Got Company, yang menampilkan satu pria berjas dengan dasi merah tengah disambut tulang tangan yang saling berangkulan. Tapi tangan-tangan itu setiap saat siap mencekik si pria. Dari dua karya nonlukisan ini, Lugas terlihat sangat sinis menyoroti kepalsuan dan perilaku jilat-menjilat.

Hampir di semua lukisan, Lugas menghadirkan gambar lain berukuran mini. Dalam Self Decision, misalnya, ditampilkan satu dari empat Dalton dalam komik Lucky Luke. Ia seperti menari di atas pundak seorang hakim, yang kedua tangannya berjabat di pinggang belakang. Gambar mini ini tentu bukan sekadar hiasan, melainkan membantu penyampaian pesan lukisan. "Saya menggunakan tokoh-tokoh yang hidup di zaman saya," ujar Lugas.


sumber: www.tempointeraktif.com



 Award Api Semangat dari Bang Pendi


Terimakasih ya, bang Pendi. Bagi yang belum kebagian award ini, silahkan diambil. Tentunya jika berkenan.

Patung Ingin Bunuh Diri Di Empire State Building

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 16 April 2010 | April 16, 2010



Sejak dua hari ini warga kota New York geger sejak Kamis (15/4) kemarin. Banyak yang langsung angkat telpon dan putar nomor 911. Panik melanda warga. Ada orang bertengger di sebuah birai tinggi dari Empire State Building dan bersiap-siap untuk melompat. Semuanya hampir terkecoh. Polisi menyadari bahwa adegan ingin bunuh diri itu hanyalah sebuah patung besi tak bernyawa. Patung seukuran manusia adalah salah satu dari 31 patung manusia realistis karya seniman Inggris Antony Gormley.

Patung-patung ini sengaja dipasang di atap-atap gedung berbahaya dan tepian bangunan kota yang paling terkenal awal bulan lalu. Empat dari mereka ditempatkan di sisi jalan, termasuk satu di Fifth Avenue. Seni instalasi "Even Horizon" ini dianggap salah satu pejabat, "Buang-buang tenaga polisi. Kami tidak memiliki cukup polisi untuk menjawab panggilan sebuah patung yang ingin bunuh diri."

Sebenarnya, polisi telah diberitahu tentang proyek seni, yang juga didukung oleh Wali Kota New York Michael Bloomberg itu. Tapi, pejalan kaki dan polisi mungkin punya alasan untuk khawatir: Sejak dibuka pada tahun 1931, 34 orang telah melompat dari dek pengamatan dari lantai 86 Empire State Building, yang merupakan gedung pencakar langit tertinggi di Manhattan.

Patung laki-laki dari logam itu sengaja diletakkan di langkan gedung, dimana kejadian bunuh diri terakhir terjadi. Seorang mahasiswa Universitas Yale memutuskan melompat untuk bunuh diri pada tanggal 30 Maret lalu.

Juru bicara Polisi New York Paul Browne menyatakan pihaknya sudah menerima sepuluh kali panggilan ke 911 tentang "Event Horizon" - termasuk tiga panggilan ke Empire State Building - meskipun sumber polisi sudah bersikeras itu adalah kejadian biasa. Tak hanya warga, petugas patroli juga ada yang terkecoh. Polisi lokal sudah diingatkan bahwa patung itu dijadwalkan untuk tetap berdiri sampai 15 Agustus.

sumber: www.tempointeraktif.com


Pameran Seni Rupa Mainan Anak

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 15 April 2010 | April 15, 2010


Anak-anak telah kehilangan banyak ruang. Salah satu ruang itu adalah humanisme. Contoh paling memiriskan adalah tayangan media mengenai anak-anak yang dihajar aparat satpol PP. Bahkan ada pula  di antara mereka ikut bahu membahu bersama orang dewasa mengamuk melawan petugas dalam peristiwa kerusuhan Tragedi Koja, Jakarta Utara kemarin. 

Ruang lainnya bagi anak-anak yang  lebih tergerus lagi yakni ranah seni budaya . Untuk itu seniman muda Musfiq Amarullah menggelar pameran tunggal bertajuk Chilhood Toys di Tembi Rumah Budaya di Jalan Gandaria I/47, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pameran seni rupa yang menampilkan karya-karya lukisan tentang permainan tradisional anak itu berlangsung sepanjang 8 – 27 April 2010.

Dalam karya-karyanyan, Musfiq menyuguhkan permainan tradisional anak, yang kini keberadaannya sudah mulai tenggelam. Dunia anak-anak digambarkan terdiri dari seperangkat permainan beserta beberapa simbol pendukung yang menggugah ingatan para pengunjung untuk kembali ke masa kecilnya dulu.

Menurut Musfiq, konsep karya-karyanya itu berawal dari ingatan pengalaman masa kecilnya dengan permainan yang dimainkannya, yang keberadaannya sekarang sudah hampir punah. “Saya ingin mengingat kembali permainan waktu kecil dulu,” katanya. “Permainan tradisional kini sudah jarang dimainkan lagi oleh anak-anak, karena mainan anak sekarang bentuknya lebih canggih dan modern.”

Dalam pameran tunggal perdananya itu, Musfiq menampilkan sekitar 13 karya lukisan, di antaranya berjudul Lempar Gasing, Bola Bekel, Kelereng, Hompimpa, Halo-haloan, Yoyo, dan Egrang.

Dalam salah satu karya lukisannya Musfiq bercerita bagaimana permainan tradisional sekarang ini tergantikan karena perkembangan jaman yang selalu berubah hingga memunculkan variasi permainan yang lebih modern.

“Kalau dulu mainan anak bisa kita buat dengan bahan-bahan seperti bambu, batang pohon, kaleng bekas dan sebagainya, tapi kalo sekarang semuanya serba instan,” ujarnya menjelaskan.

Hal itu ia gambarkan dalam lukisan bertajuk Tergantikan. Dalam lukisan itu digambarkan beberapa permainan tradisional dengan latar belakang gedung-gedung bertingkat dan sebuah stick Playstation. ”Ini menggambarkan permainan tradisional yang kian tergerus jaman,” kata Musfiq.

sumber: www.tempointeraktif.com


 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday